Chapter 13: Lie To Me

1.2K 196 43
                                    

AZEL memasukkan beberapa pakaiannya yang baru saja ia ambil dari tempat laundry ke dalam lemari. Sewaktu dirinya masih bekerja part time di tempat yang lama, ia lebih sering menghabiskan uang untuk membawa pakaiannya untuk dicuci di tempat laundry karena waktu yang Azel miliki tidak banyak untuk mencuci pakaian sendiri.

Kini semenjak Azel pindah kerja menjadi guru les privat, ia bisa sedikit menghemat pengeluarannya untuk urusan laundry. Pasalnya, Azel sedikit lebih memiliki waktu untuk mencuci pakaiannya sendiri sehingga tidak perlu menggunakan jasa laundry. Namun, dua hari lalu dikarenakan dirinya sedikit sibuk maka akhirnya ia memilih untuk mencuci beberapa potong pakaiannya di tempat laundry.

Lelaki manis itu terlihat sibuk menata pakaiannya di dalam lemari sesaat sebelum suara dering dari ponsel membuat perhatiannya teralihkan. Azel beralih menuju nakas samping tempat tidur lantas dahinya mengernyit ketika mendapat panggilan telepon dari nomor Nico.

Nico ngapain telepon?

Azel menaruh salah satu tangannya di pinggang dengan satu tangan lainnya menempelkan benda pipih itu pada telinganya sendiri. "Kenapa telepon?" tanyanya ketus.

"Halo, Kak? Ini gue Nathan,"

Azel menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar untuk melihat nama di layarnya. Benar, itu nomor Nico yang tertera di layar. Rupanya Nathan masih menghubunginya lewat ponsel kakaknya. "Oh, Nath? Maaf, tadi kirain Nico yang telepon. Hape nya masih rusak, Nath? Oh iya, ada apa nelepon?"

Nathan mengerucutkan bibirnya sedih. "Iya, masih rusak." ucapnya sedih. Namun, detik berikutnya nada suaranya berubah ceria kembali. "Kebetulan hari ini gue sama Bunda mau pergi ke luar. Nah, gue mau ajak lo juga. Bisa nggak, Kak?"

Mendengar ajakan Nathan membuat Azel memijat dahinya sendiri seraya berpikir. "Kapan? Soalnya siang ini gue ada janji sama temen." katanya.

"Yah ... gitu, ya? Tadinya gue mau ngajak pergi siang biar sekalian makan siang di luar. Tapi, kalau sore gimana? Bisa nggak, Kak?"

Azel melirik jam dinding di kamarnya. Sebenarnya ia ingin menolak tetapi karena perginya dengan Hani, tentu ia merasa tidak enak jika menolak ajakan Nathan. "Bisa. Tapi, paling agak sorean?"

"Gak apa-apa, Kak. Nanti gue bilang Bunda,"

"Oke, Nath. Nanti berkabar aja, ya?"

"Iya. Sampai ketemu nanti sore, Kak."

Dengan begitu sambungan telepon mereka terputus. Nathan mengembalikan ponsel milik Nico dengan senyum terpatri di wajahnya yang tidak luntur sejak tadi membuat lelaki yang lebih tua menatapnya malas. "Mau ke mana sih lo, Nath? Pakai bawa-bawa Bunda segala lagi. Bilang aja kalau lo yang mau ngajak Azel jalan," ucapnya jutek.

Nathan merangkul bahu kakaknya. "Kok tau?" katanya dengan tengil menatap Nico dari samping dengan cengiran khasnya.

Nico justru balik meliriknya sinis lantas ia langsung melepaskan tangan sang adik dari bahunya. "Paling dia terpaksa ikut karena lo bawa-bawa Bunda."

Lelaki yang memakai baju lengan pendek rumahan berwarna biru langit itu otomatis melipat bibirnya sebal. "Kak Nico mah! Kok gitu sih lu ngomongnya, Kak? Kak Azel ikut bukan karena Bunda kali! Gue emang mau pergi sama Bunda, bukan Bunda yang gue jadiin alasan biar bisa pergi sama Kak Azel. Gue nggak sejahat itu sama Bunda gue sendiri kali, Kak!" protesnya tidak terima atas tuduhan kakaknya.

Nico melipat kedua tangannya di depan dada seraya memperhatikan adiknya yang beranjak duduk di pinggir kasurnya. "Terus kenapa lo malah ngajak orang lain? Harusnya quality time berdua aja sama Bunda. Gak usahlah lo ajak si Azel segala!"

Dandelions [hajeongwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang