Bertemu Lagi

89 9 3
                                    

tujuh tahun kemudian

Cahaya remang memenuhi seluruh halaman yang terlihat indah dengan hiasan mawar biru yang memenuhi tempat itu. Dari mejanya Nira dapat melihat sahabatnya yang tengah berdiri di samping lelaki yang baru saja resmi menjadi pasangannya. Risha terlihat canggung berada di samping lelaki yang Nira tahu pasti, sangat dicintai wanita itu.

Nira sendiri dapat mengerti betapa canggungnya Risha dalam situasi ini, situasi yang mungkin juga akan terjadi padanya. Dari pintu masuk beberapa lelaki datang bersamaan dengan mengenakan jas yang warnanya senada. Nira menarik nafas dalam di tempatnya duduk. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari lelaki yang terlihat lebih tampan dari tujuh tahun lalu.

Wanita itu meremas tangannya yang mulai terasa dingin. Dia mengalihkan pandangannya setelah merasakan sikutan Syifa dari sampingnya. "Nir, tolong kasihin dompet ini ke suami gue. Gue mau ke toilet dulu," ujar Syifa yang terlihat tak nyaman sambil menyerahkan dompet kulit pada Nira.

Belum sempat Nira mengiyakannya, Syifa sudah terlebih dulu pergi mencari toilet. Nira menggeleng, memutuskan untuk mencari suami sahabatnya itu. Lelaki yang dinikahi Syifa merupakan teman kuliah mereka, jadi Nira tak kesulitan untuk mencari lelaki dengan tubuh gempal yang tengah berbincang-bincang bersama kenalannya.

Nira menepuk pundak Doni dari belakang hingga membuat lelaki itu menoleh padanya, "Nih dompet lu."

"Loh kok di elu, mana Syifa?" tanya lelaki itu sembari mencari keberadaan istrinya.

"Ke toilet anaknya, lu kan tau dia pelupa. Takut ketinggalan di toilet kali, lagian ngapa juga dompet lu kasih Syifa sih, dah tau juga anaknya suka pikun," jelas Nira.

Doni membalas perkataan Nira, tetapi pandangan wanita itu tengah fokus pada seseorang yang berada di bawah remang-remang lampu. Lelaki itu tengah berdiri sendirian di ujung halaman dan menatap Nira dengan pandangan yang terbaca.

--@@--

Sejak pulang ke tanah air Ethan belum pernah sekalipun bersua dengan wanita itu, dan untuk pertama kalinya lagi mereka bertemu di pernikahan temannya. Nira masih terlihat sama seperti dulu, tubuhnya yang ramping dan tinggi serta paras cantiknya membuat wanita itu tak kalah jika dibandingkan dengan model yang berlenggak-lenggok di catwalk.

Gaun satin panjang dengan warna putih tulang dan dipadu brokat yang menyelimuti lengannya membuat wanita yang tengah berbincang itu terlihat semakin cantik. Ethan mengikuti setiap gerak-gerik wanita itu sejak ia datang beberapa menit lalu. Tak ada yang salah memang dengan apa yang Nira lakukan, tetapi mata lelaki-lelaki yang menatapnya penuh minat membuatnya geram.

Mengapa wanita itu malah berjalan ke segerombolan lelaki yang tengah menatapnya dengan penuh minat? Ethan mengepalkan tangannya geram, saat akan mendekati gadis itu langkahnya dihentikan oleh Rafa yang menegurnya. "Than, lo tadi ngomongin apaan ama El?" tanya Rafa dengan penasaran.

Kawannya itu memang sudah biasa kepo dan banyak bicara, tapi entah kenapa Ethan enggan menanggapinya kali ini. Ia tak ingin membicarakan pembicaraannya beberapa waktu lalu karena sekarang fokusnya bukan pada hal itu lagi. Yang mengganjal dipikirannya sekarang adalah wanita yang tengah tersenyum ramah pada sekelompok pria yang dengan terang-terangan mengagumi lekuk tubuhnya. Ethan akui itu bukanlah pemandangan menyenangkan setelah bertahun-tahun tak melihat sosok itu.

"Bukan hal penting," jawab Ethan singkat sembari berusaha mengalihkan pandangannya.

Rafa menyebikkan bibirnya sambil mencibir Ethan, "Diri ini merasa tak dianggap penting. Simpatilah dikit ama gue Tan, harusnya gue duluan yang nikah tapi malah diduluin El."

Lelaki dengan tuxedo coklat itu mencoba terlihat memelas, sembari mengingatkan nasibnya yang tak bisa segera meminang sang Pujaan hati. Ethan berdecak melihat kelakuan temannya itu. "Gue kadang bingung, lu tuh cowok... tapi suka banget ama gosip!" ujar Ethan. Matanya mulai kembali mencari keberadaan Nira.

Wanita itu sudah tak lagi berada di tengah-tengah para pria, meski begitu pandangan orang-orang tetap mengarah padanya. Dengan gusar Ethan berjalan cepat kearah Nira sembari melepas jas yang ia pakai hingga menyisakan kemejanya.

"Pakai ini," ucapnya saat sudah berada di samping wanita itu. Dari dekat Ethan dapat melihat rona merah yang ada di pipi tirus wanita itu. Rambut hitamnya yang disanggul ke atas menyisakan beberapa anak rambut di lehernya yang jenjang. Tak hanya itu dari jarak ini, lelaki itu dapat dengan jelas menangkap kulit putih Nira dari balik kain brokat yang menyelimuti lengannya.

Dengan terkejut, Nira menerima jas yang diberikan lelaki itu padanya. Suara dalam lelaki yang ia rindukan selama bertahun-tahun itu membuat jantungnya berdetak dengan lebih cepat. Nira tak menyangka lelaki itu akan menegurnya terlebih dulu. Ia tak bodoh tentunya, ia tahu alasannya tak pernah melihat lelaki itu selama tujuh tahun terkahir. Lelaki yang selama ini menghindarinya, sekarang tengah berada di hadapannya, memberinya jas yang ia pakai di tengah-tengah resepsi sahabatnya... tentunya ini situasi yang aneh.

Nira berdehem, mencoba untuk menjernihkan tenggorokannya sebelum berbicara. "Hallo, ba- erm..." seketika wanita itu bingung harus menyebut lelaki di hadapannya dengan sebutan apa. Dia tak yakin suasana canggung diantara mereka ini membolehkannya untuk memanggil lelaki itu dengan sebutan biasa yang ia lontorkan padanya.

"Ya, udah lama kita nggak ketemu ya..." ujar Ethan sembali tersenyum kecil, yang entah tulus atau tidak. Lelaki itu menatap jasnya yang masih bertengger di pegangan Nira yang masih terlihat bingung, "Pakailah Nir..."

"Ah... iya." Wanita itu segera mengenakan jas milik Ethan tanpa menanyakan alasan mengapa ia harus memakainya. Ethan mengusap tengkuknya dan tersenyum masam, ia tahu yang tengah bertingkah aneh di sini dirinya dan tanggapan yang diberikan Nira hanya membuatnya merasa bersalah.

"Sorry tiba-tiba nyuruh kamu buat pakai ini, udaranya dingin dan... ehm, kalau nggak nyaman dilepas aja nggak apa," ujar Ethan.

Nira menggeleng, mengisyaratkan bahwa dirinya akan tetap memakai jas Ethan. Mereka memutuskan untuk duduk di meja Nira yang tengah kosong. Untuk beberapa saat Ethan hanya menatap wanita di hadapannya yang meneguk minuman dari gelas. "Aku baru tahu bang Ethan udah pulang." Bohong, Nira sudah mendapat kabar kepulangan lelaki itu sedari awal.

"Ada banyak urusan di sana jadi baru bisa pulang sekarang." Nira mengangguk mengerti. Selama beberapa menit mereka saling terdiam dengan pemikiran masing-masing. Dalam hitungan hari mereka akan bertunangan, suatu konsep yang tak disukai Ethan. Baginya acara seperti itu tak perlu, cepat atau lambat mereka akan tetap menikah jika tidak ada halangan dari mereka. Bertahun-tahun ini Ethan pikir dengan menjaga jarak, Nira mungkin dapat menemukan seseorang yang ia inginkan sebagai suaminya, sehingga mereka tak perlu melakukan perjodohan ini. Tetapi mungkin ia salah, wanita itu pasti telah menolak banyak lelaki hanya untuk menikah dengannya. Apa mungkin Nira menyukainya? tanya Ethan dalam hati.

Syifa yang baru saja kembali dari toilet menatap Nira dengan aneh. Tentu saja, untuk pertama kalinya Syifa melihat temannya itu berduaan dengan lelaki. "Permisi, emm... gue cabut dulu Nir," ujar Syifa yang mencoba menjadi teman yang memahami situasi. Wanita itu mengedipkan sebelah matanya pada Nira dan pergi begitu saja. Seketika suasana antara Nira dan Ethan menjadi semakin canggung, Nira hanya tersenyum tanpa mengucapkan apapun. Hingga akhirnya keheningan di antara mereka dipecahkan oleh ucapan Ethan.

"Nira, I think we need to talk about everything."

Nira menatap lelaki itu, "Ya."


------

Assalamualaikum wr. wb.

Teman-teman sekalian mohon maaf sekali saya sering ngaret updatenya :"

Ada satu dua hal yang harus saya lakukan dua minggu ini jadi baru bisa up sekarang.... Maaf banget buat teman-teman yang udah nunggu, dan terimakasih banyak udah nunggu, udah mau baca, udah mau vote dan komen juga. Big thanks for all of you!!!

Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan.

Wassalamualaikum wr. wb.

Untuk SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang