Tempat Maksiat

114 13 2
                                    

Tempat Maksiat. Nira masih termenung di depan tempat ini, tempat yang menurutnya salah untuk dipijaki. Untuk pertama kalinya setelah dua tahun berada di sekolah yang sama, teman sekelasnya memberikan Nira sebuah undangan. Undangan yang ia kira pesta ulang tahun biasa, undangan yang ia kira sebagai tanda sebuah persahabatan yang nyatanya tak pernah ada. Ia sendiri tak tahu kenapa anak-anak nakal di kelasnya menganggapnya teman, apa mungkin karena Nira murid pindahan di SMA elit mereka? Murid pindahan di tengah semester, murid yang berasal dari sekolah lain di kota yang sama dengan mereka, pastinya itu sebuah pertanda tentang kecurangan yang ia lakukan.

Ia sendiri tidak tahu pasti kecurangan apa yang sudah Papanya lakukan agar ia bisa masuk ke sekolah ini, tapi pastinya ia mengerti bahwa itu sesuatu yang menyulitkan Papanya. Mengingat ekspresi mengerikan yang ditunjukkan padanya hari itu, sudah pasti Papanya mengeluarkan banyak uang, dan sekali lagi Nira merepotkan.

Hari ini ia sempat senang, mungkin ia dianggap lebih dari sekedar siswa pecundang, tapi ternyata ia diberi undangan untuk masuk ke kandang singa. Tempat yang penuh lampu kelap-kelip dan musik yang memekakkan telinga, tempat yang orang-orang itu rasa cocok untuk gadis seperti dirinya. Nira bersumpah ini kali pertama dan terakhir kalinya ia menolehkan kepala ke arah tempat ini!

Saat hendak berbalik dan mengabaikan segala keresahan hatinya, ada sebuah tangan yang menahan langkah Nira. Mata itu menatapnya dengan penuh kengerian, mata yang tak pernah ia harapkan untuk menatapnya seperti itu. "Kamu ngapain?! Ayo ikut aku!" dengan satu hentakan Ethan menyeret Nira dari jangkauan suara musik tempat itu. Lelaki itu menariknya menyebrangi jalanan hingga berhenti di depan sebuah mobil dan meminta Nira masuk ke sana.

Dengan wajah yang masih tidak percaya, Ethan memutar kunci mobilnya, menancap gas untuk pergi sejauh jauhnya dari tempat yang sudah terkenal seantero Jakarta itu. Keheningan yang ada di antara mereka membuat Nira gelisah, ia tahu Ethan pasti sudah salah paham dengan apa yang diihatnya. Ingin sekali ia mengatakan dirinya tak seperti yang lelaki itu sedang bayangkan, tetapi Nira tak punya kekuatan untuk merangkai kata. Ia sendiri masih terkejut dengan perlakuan yang didapatnya.

Mendadak, Ethan menghentikan laju mobilnya, lelaki itu menatap gadis yang tengah duduk di sampingnya. Tak ada yang salah dengan penampilan gadis ini yang masih sama dengan biasanya, jeans dan sweater dengan rambut yang diikat tinggi. Tapi kenapa gadis ini pergi ke tempat haram itu? Tempat yang Ethan ragu ada kebaikan di sana.

"Kenapa kamu kesana? Ini yang ke berapa kalinya?"

Entah mengapa mendengar pertanyaan dari Ethan itu membuat mata Nira berkaca-kaca, "Ba-baru kali ini bang."

"Hah... bisa-bisanya kamu kesana, itu tempat maksiat Nir. Kamu pasti tahu di sana tempat barang haram diberdagangkan, bukan hanya minuan keras, mugkin juga narkotika. Jangan pernah lagi kamu menginjakkan kakimu di tempat itu, dan jangan biarkan siapapun tahu kamu ada di sana malam ini. Cukup aku aja yang tahu."

Ucapan penuh perhatian dari Ethan semakin menikam di kedalaman hati Nira, terbukti sudah, serendah itulah lelaki itu berpikir tentang dirinya. Tangannya yang sedari tadi meremas sebuah kertas putih, semakin menguatkan remasannya selagi kepalanya mengangguk untuk menjawab perintah Ethan. Setelah sampai di depan rumahnya, Nira segera turun dengan tergesa-gesa, hingga tanpa sadar menjatuhkan undangan yang sedari tadi ia genggam. Secarik kertas yang jatuh itu tak Ethan sadari hingga mobil ia kendarai sampai di garasi rumahnya. Ethan mengaati kertas yang telah kusut karena diremas itu, dan setiap kata yang ada di sana membuat Ethan sadar akan kesalahannya.

Di undangan itu tertulis kapan acara dimulai, tepatnya jam delapan malam, tetapi saat ia melihat Nira dari seberang jalan tadi masih pukul tujuh empat puluh, yang berarti acara bahkan belum dimulai. Gadis itu belum sempat masuk kesana, mungkin memang karena ia tidak berniat untuk pergi kesana sedari awal. Tapi dengan kasarnya Ethan berasumsi, sekarang ia tidak tahu bagaimana ia akan menarik lagi kata-kata yang sudah ia ucapkan pada Nira.

Gadis yang sudah ia anggap adiknya itu pasti sakit hati dengan perlakuannya barusan. Jika sudah begini, apa yang harus ia lakukan sekarang....

"Bang!" panggilan Tara membuatnya menoleh ke arah lelaki yang sedang duduk di kursi teras itu.

"Apa?" Dengan wajah serius Tara menyuruh Ethan untuk duduk di sebelahnya.

"Jangan masuk dulu, Mama lagi nangis."

"Hah?! Kenapa emang?"

"Lagi nonton sama Papa."

"Lahh... kukira ada apaan, emang ya selalu aja aneh ni bocah."

"Bang?"

"Apa lagi?"

"Dah sholat belom?"

"Udah."

Krik... Krikk.... Percakapan yang garing terjadi antara dua saudara yang tengah duduk di teras itu. Pasti ada yang saah dengan kepala Tara sekarang, pria dengan IQ 145 itu memang terlalu sering melakukan hal aneh daripada hal normal. Seperti saat ini, Ethan tahu pasti ada sesuatu yang tengah mengganjal di pikiran adiknya itu.

"Emang Mama nonton apaan?" tanya Ethan, mencoba untuk mengusir keheningan.

"Jerapah lahiran?"

"Hah?"

"Nggak tau sih, tadi ada hewan nyanyi-nyanyi, kayaknya."

"Gimana sih? Masuk aja ah..."

"Jangan bang!"

"Napa sih? Yang jelas deh Tar."

"Abang lagi suka sama seseorang nggak?" Deg! Jantung Ethan maraton seketika, ia yang dengan hati-hati menyembunyikan perasaannya, tiba-tiba mendapat pertanyaan aneh dari adiknya ini. Apa mungkin ia ketahuan?

"Ngomong apaan sih Tar, nglindur pasti ni anak!"

"Serius bang, jawab!"

"Buset dah! Apaan coba? Kayak pertanyaan cewek pas lagi mangkal."

"Tinggal jawab aja susah."

"Gak ada! Puas?"

Tanpa menjawab, Tara segera beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam rumah. Ethan sontak kebingungan dan mengikuti adiknya yang menghampiri kedua orang tua. Ternyata kedua sejoli itu tengah asik menonton Lion King season kedua, yang entah mengapa tidak mustahil untuk membuat Mamanya berurai air mata.

"Abang aja Ma," ujar Tara yang membuat Ethan keheranan.

Melihat kedua orang tuanya yang langsung menoleh ke arahnya dengan pandangan penuh antusiasme, Ethan semakin curiga. "Apaan?"

"Masyaallah... sini anak Mama," walaupun bingung, Ethan menurut saja pada Mamanya.

"Ethan yakin nih?" tanya Papanya dengan serius.

Belum sempat menjawab, Mamanya sudah berkata terlebih dulu, "Harus yakin dong Pa. Mama sempet sedih tadi, waktu Tara bilang udah suka seseorang. Tapi syukurlah Ethan mau."

Ethan semakin gelisah dan curiga, ia melayangkan pandangan penuh tanya pada adik lelakinya yang hanya dibalas dengan kedikan bahu. "Hari Minggu nanti kita silaturahmi ya sayang," ujar sang Mama.

"Tu-tunggu, dalam rangka apa ini Ma?"

"Apa gimana? Mama mau jodohin kamu sama anak temen Mama. Besok Minggu kita ketemu sama keluarganya, nanti kamu pasti terkejut."

Tidak perlu menunggu Minggu, sekarang saja Ethan sudah terkejut Mama!

----


Untuk SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang