3. Untypical

600 156 14
                                    

Pagi menyapa, sinar mentari memasuki sela - sela jendela kamar milik Saskia. Dia terbangun karena sinar matahari mengenai retina matanya. Sepertinya semalam ia lupa menutup tirai jendela. Saskia meregangkan kedua tangannya, mencoba mengumpulkan puing - puing nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul sempurna.

Setelah kesadarannya sudah kembali terkumpul sempurna, ia segera beranjak dari ranjang. Saskia berjalan ke arah jendela. Menghirup aroma alami sisa - sisa saat hujan jatuh di tanah kering kemarin. Saskia menarik nafas dalam, aroma petrikor sangat menenangkan untuknya. Cukup lama ia berdiam disana, sampai akhirnya ia tersadar karena suara deringan telepon.

Saskia menghampiri nakas, mengambil ponselnya yang berada disana. Dia menyalakan layar ponselnya, nama Rey langsung tertera ketika ponselnya sudah menyala.

"Pagi, Tuan Putri!" Suara Rey menyapa dari seberang sana.

"Pagi, Rey! Untuk apa kau menelepon ku sepagi ini?" Saskia bertanya memainkan kukunya dengan ponsel di samping telinga kanan.

"Aku hanya ingin memastikan hari ini kau tidak terlambat lagi! Apakah hari ini kau ingin aku menjemputmu?" Rey berucap dengan ajuan di akhir kalimatnya.

"Tidak perlu Rey, mobilku sudah selesai dibenahi. Kita langsung bertemu di Gereja saja!" Saskia kembali menuju jendela, memastikan jika mobilnya sudah kembali.

"Baiklah Tuan Putri! Segera bersiaplah, see you!" Rey berucap dengan nada riangnya.

"See you." Saskia mengakhiri panggilannya dengan Rey.

Saskia meletakkan ponselnya kembali, kemudian berjalan ke arah kamar mandi untuk mempersiapkan diri. Hari ini ia akan melakukan pemotretan bersama musuh bebuyutannya, jadi ia harus tampil lebih sempurna.

Saskia keluar dari kamar mandi. Dia berjalan menuju almari untuk mengambil dan berganti baju. Pakaian kasual berwarna merah menjadi pilihannya, serta sepatu sendal yang senada dengan pakaiannya. Dia tidak ingin mengambil resiko dengan menggunakan sepatu ber hak tinggi lagi, kakinya saja masih terlihat memar akibat berjalan menggunakan sepatu hak tinggi kemarin.

Setelah bersiap, Saskia mengambil ponselnya lalu memasukkan ke dalam tas. Dia berjalan keluar dari kamarnya seraya memakai tas selempang yang digantungkan pada pundak.

"Seharusnya Mama mengerti Papa!"

"Kurang pengertian apa lagi Mama sama Papa?!"

Saskia tersenyum miris. Seperti biasanya, pagi - pagi Mama dan Papa sudah bertengkar. Selain orang ketiga, entah apakah hal alin yang menyerang dan mengubah kedua orang tuanya secara drastis.

Saskia menatap nanar kedua orang tuanya yang tengah bertengkar di ruang tamu. Dulu, Saskia pernah melihat binar cinta pada dua pasang mata kedua orang tuanya, tapi saat ini semuanya sudah tidak ada lagi. Hanya ada tatapan kebencian di mata keduanya.

Dulu, Mama dan Papa pernah terlihat mesra dan saling menyayangi, sekarang semuanya pudar begitu saja. Sudah tidak ada lagi kecocokan di antara keduanya baik dari karakter maupun tujuan. Dulu, mereka pernah bersatu untuk menjaga Saskia, namun kini mereka berjalan sendiri - sendiri. Seolah - olah mereka melupakan sesuatu yang menyatukan mereka, yakni cinta. Mereka selalu berbeda pendapat dalam hal apapun, selalu saja ada masalah yang terlihat kecil namun dibesar - besarkan dan akhirnya menjadi bahan pertengkaran bagi keduanya.

Dalam hal adu mulut, mereka adalah jagoannya. Dalam hal membanting kaca dan barang - barang lainnya, tidak ada yang bisa menandingi mereka. Tidak ada lagi pelukan hangat dari keduanya untuk Saskia. Dalam hal memberi kesenangan, mereka adalah orang tua yang berada di jauh level bawah, paling bawah, terbawah.

K dan STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang