30 April 1940
Tahun 1940. Bagaimana mungkin? Indonesia saja belum merdeka dari Belanda pada tahun itu. Katakan sekarang jika Saskia sedang bermimpi?! Ini tidak mungkin! Bagaimana dia bisa berada di masa lalu, ia ingat sekali dirinya tengah melajukan mobilnya dan mengalami kecelakaan. Seharusnya dia tidak disini, melainkan di Surga bersama Tuhan. Atau ini hanya sekedar mimpi dan halusinasi nya saja? Saskia benar - benar tidak mengerti.
"Saskia, kau kenapa?" Suara dari Kiesha berhasil membuat Saskia berbalik menatap pria itu. Masih dengan wajah terkejutnya, dia menatap Kiesha dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Kemarilah!" pinta Saskia. Saskia melambai - lambaikan tangannya seakan memberikan isyarat agar Kiesha mendekat.
Kiesha dengan raut wajah herannya hanya menurut, lalu berjalan mendekat untuk menghampiri Saskia yang menyuruhnya mendekat.
"Ada apa?" Kiesha bertanya masih heran dengan Saskia yang terlihat terkejut saat melihat tanggal yang tertera di dalam kalender.
"Apa ini kalender lama?" Saskia bertanya untuk memastikan. Dia masih tidak percaya dengan tanggal yang tertera di kalender.
"Tidak. Ini adalah kalender baru." Kiesha menjawab dengan menunjuk kalender yang dipegang oleh Saskia.
"Kau tidak sedang bergurau kan?" Pertanyaan dari Saskia berhasil membuat Kiesha menautkan kedua alisnya bingung. Gadis ini memang benar - benar aneh menurutnya.
"Oh, ya..." Kiesha seperti mengingat - ingat. Saskia tersenyum, pasti ini adalah kalender lama.
"Aku lupa membaliknya, sekarang tanggal 1 Mei 1940." Senyum Saskia luntur seketika saat Kiesha melanjutkan kalimatnya. Tangan pria itu menggapai kalender di tangan Saskia, lalu membalikkan tanggal menjadi 1 Mei 1940.
Kiesha kembali meletakkan kalender tersebut pada nakas meja. Lalu menatap Saskia yang masih diam sembari membuka mulut karena masih terkejut.
"Tutup mulut mu, Saskia!" Kiesha beringsut menutup mulut Saskia dengan tangannya menyentuh sebentar bibir menganga gadis itu.
Saskia segera menutup mulutnya, untung saja tidak ada lalat yang masuk ke dalam mulutnya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi sekarang. Orang - orang dengan pakaiannya yang kuno, kendaraan - kendaraan keluaran lama dan rumahnya yang masih rata oleh tanah, sepertinya belum sanggup membuatnya percaya bahwa dirinya benar - benar berada di masa lalu.
"Tolong cubit aku!" Saskia menatap Kiesha dengan tatapan memohon. Pria itu semakin heran dibuat nya. Namun, dengan sigapnya Kiesha langsung menarik pelan pipi Saskia.
"Aww!" Saskia meringis pelan memegani pipi nya. Pipi nya terasa sakit. Itu artinya, dia tidak sedang bermimpi sekarang. Ini nyata, ini benar - benar nyata.
Saskia kembali berpikir. Dia ingat, tas miliknya masih terselempang di bahu. Dengan cekatan, Saskia segera membuka resleting tasnya dan dengan tak sabaran ia merogoh isi tas untuk mencari sesuatu. Saskia mengangkat tas miliknya tepat di depan mata untuk melihat isi di dalamnya. Nihil, tidak ada ponsel miliknya disana. Hanya ada MP3 Player, tidak ada apapun selain itu. Ralat, ada secarik kertas yang Saskia tak tahu isinya.
Tidak ingin terlalu memikirkan kertas tersebut, mungkin isinya tidak terlalu penting. Saskia kembali menutup resleting tas nya. Kemudian, beralih menatap Kiesha yang sama tengah menatapnya dengan raut wajah keheranan.
"Apa disini ada ponsel?" Saskia menampakkan wajah berharapnya. Dia harus menghubungi Mama dan Papa. Semoga saja kedua orang tua nya itu peduli padanya.
"Maksudmu telepon rumah?" Kiesha balik bertanya. Kemudian ibu jarinya menunjuk sebuah telepon rumah yang terletak di atas sebuah meja sudut ruangan. Mata Saskia memicing untuk mengikuti arah ibu jari Kiesha. Telepon yang terlihat sangat antik menurut Saskia. Biasanya ia menemukan telepon tua seperti itu hanya ketika berkunjung ke museum atau kolektor barang antik.
KAMU SEDANG MEMBACA
K dan S
FanfictionK dan S, dua abjad dari banyaknya barisan alphabet yang membuat Saskia bertanya-tanya. Lukisan sosok dirinya bersama seorang pria yang tak dikenalinya cukup membuatnya pusing, siapa pria itu? Siapa yang melukis lukisan tersebut? Hanya ada satu kunc...