10. Penjelajah Waktu

442 161 67
                                    

Kiesha tengah menemani Safira yang sedang mencuci pakaian-pakaian miliknya. Setelah mengikat rambut panjangnya, gadis itu berjongkok di pinggiran sungai. Mulai mencuci bajunya sambil kadang-kadang bersenandung sedikit. Ia menggosok-gosok bajunya dengan batu khusus yang dibawa nya.

Kiesha duduk di sampingnya sembari memandangi Safira yang tengah disibukkan dengan cuciannya, gadis itu memang manis sekali. Sesekali ia tersenyum sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya saat Safira balik menatapnya. Bukannya dirinya enggan untuk membantu, namun rasanya ragu saja untuk menawarkan bantuan.

"Kang, Safira sudah selesai mencuci. Safira bade pulang ya!" Safira beranjak dari duduknya seraya menenteng wadah anyaman yang berisi pakaian-pakaian yang telah selesai dicuci nya.

"Biar aku antar ya?" tawar Kiesha ikut bangkit.

Safira menggeleng pelan. "Nggak usah kang, Safira pulang sendiri saja. Kasihan nanti teh Saski nungguin!" tolak Safira halus. Kiesha seketika tersadar, ia melupakan Saskia.

"Ya sudah, Safira duluan." Kiesha hanya mengangguk, membiarkan Safira berjalan pergi meninggalkannya.

Setelah kepergian Safira. Kiesha berjalan menuju seberang sungai tempat cangkulnya berada, dan Saskia berada tentunya.

Sesampainya di sana, ia tak mendapati Saskia maupun sepatu gadis itu di sana. Hanya ada cangkulnya dan anak-anak yang masih asyik bermain air. Seketika rasa cemas menghantuinya, kemana gadis itu pergi? Ia sedikit menyesal karena telah membiarkan gadis itu sendirian.

"Kalian lihat teteh yang main air tadi nggak?" Kiesha berjalan menghampiri anak-anak tadi untuk menanyakan keberadaan Saskia pada mereka.

"Oh, teteh geulis tadi pergi naik delman." jawab salah satu dari mereka. Kiesha terkejut, kenapa Saskia berani sekali pergi tanpa dirinya? Katanya ia tak tahu-menahu tentang Batavia, bagaimana jika gadis itu tersesat dan hilang?

"Nuhun ya." Kiesha segera mengambil cangkulnya, lalu berjalan menuju rumahnya. Siapa tahu Saskia mengingat jalan pulang ke rumahnya, dan gadis itu sudah ada di sana. Kiesha segera berjalan dengan tergesa-gesa.

Sesampainya di rumah, Kiesha segera masuk dan mencari Saskia. Dia memanggil-manggil nama gadis itu berulang kali.

"Saskia!"

"Saskia!"

Nihil, tak ada jawaban dari sang pemilik nama. Rasa khawatir kembali menderanya, ini salahnya telah membiarkan gadis itu sendiran. Entah mengapa ia sepeduli ini pada Saskia, padahal mereka hanyalah dua orang asing yang belum terlalu saling mengenal. Dia takut kejadian yang menimpa adiknya akan menimpa Saskia juga.

Kiesha berjalan menuju pintu belakang, siapa tahu Saskia tengah mandi di sana. Lagi-lagi tidak ditemukan nya Saskia di sana, ia berjalan menuju pintu luar kembali. Di rumah ini hanya terdengar suara racauan Ibunya yang masih memanggil-manggil nama ayahnya maupun adiknya.

Kiesha memutuskan untuk mencari Saskia ke Kota dengan motor Vespa miliknya, siapa tahu gadis itu meminta sang kusir delman untuk berkeliling-keliling Kota. Tapi bukankah Saskia tak memiliki uang sepeserpun? Berani sekali gadis itu menaiki delman tanpa membawa uang.

Kiesha mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri jalan untuk mencari Saskia. Sepanjang perjalanan, ia tak menemukan Saskia. Hanya ada beberapa orang pribumi maupun orang Belanda tengah berjalan-jalan, tidak ada Saskia di antara mereka.

K dan STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang