Tumpukan kertas putih yang sudah bernoda tintah berjejer rapi di atas meja, dibaliknya ada Hongjoong menghela napas. Memijat pangkal hidungnya pelan berharap rasa pusing serta bosannya menghilang.
Terlalu banyak pekerjaan hingga dia lembur tiga hari sudah lamanya. Dan terhitung sudah 15 jam ia berada dikantor, seharusnya sudah 3 jam yang lalu ia pulang tak berurusan dengan lembaran menjengkelkan ini. Tapi seenak jidatnya sekretarisnya ijin dan membuang semua perkerjaannya pada dirinya.
Belum lagi dia ada janji dengan Seonghwa malam ini. Mungkin kucing betina miliknya sudah siap mengeluarkan cakarnya. Tinggal dirinya menerima cakaran dengan pasrah, lengkap sudah penderitaannya.
Layar lebar menampilkan data berisi diagram rumit menjadi tontonan Hongjoong. Disebelahnya terdapat layar yang sama lebarnya, ada dua laptop saling berjajar menghadap ke arahnya.
Hongjoong menghela napas. Akhir-akhir ini banyak masalah dikantornya. Begitu juga dengan masalah percintaannya.
Andai saja ada mesin waktu, biar Hongjoong yang mengaturnya. Kalian tinggal request.
Kruukk..
Lupakan bunyi nyaring ditengah keheningan ruangan. Walau berusaha dilupakan, rasanya rasa lapar terus menghantui dirinya. Mengejarkan bagai singa buas yang kelaparan.
Tapi keinginannya hanya satu untuk sekarang. Berharap ada yang mengantarkan makanan padanya.
Berharap, bahkan sangat berharap dengannya. Salahkan kenapa batrai hpnya malah mati disaat yang tidak tepat dan baru saja dia chas.
Hongjoong memutar kursinya menghadap kaca pembatas ruangan dengan view kota Jakarta.
Seandainya dititik sebelah kiri, ditengah kerumunan bagunan, dirinya dengan seonghwa terduduk manis berdua disana. Awalnya untuk tadi, tidak untuk sekarang.
Disebelah kanan sedikit ke tengah, disana rumah Seonghwa berada.
Kalian mungkin bertanya-tanya, emang bisa ngelihat segitu telitinya?
Bisa. Jawabannya bisa. Hongjoong menggunakan insting bukan penelitiannya.
Hamparan lagit begitu luas bernuansa warna biru tua, dihiasi bintang bertabur, dengan titik pelimg terang seperti sparklenya menjadi pusat indahnya langit malam Rabu.
Tak sadar hingga waktu menunjukan jam sebelas malam, ketukan pintu di kaca buram tak mengindahkan ketertarikannya pada view di depannya.
"Hongjoong..?"
Itu Seonghwa.
Ya, malam-malam begini dia datang menemui Hongjoong dengan bungkus plastik di tangan kirinya.
Begitu masuk pandangannya tertuju di balik meja kaca, Hongjoong dengan pemandangan di depan memunggunginya.
Omong-omong jika dilihat dari belakang, Hongjoong cakep juga!
Puk
Hongjoong tersentak kaget. Pikirannya sudah traveling kemana saja karena tepukan di bahunya. Apalagi sekarang sudah jam sebelas lebih, kantor juga sepi. Hanya dirinya di dalamya.
Jangan-jangan benar rumor yang dibicarakan karyawannya. Ada arwah tak tenang di dalamnya.
No! Jangan sampai!!
Mesin fotocopy.. pemotong kertas..
Pikirannya sudah tak mampu ia kontrol, Hongjoong merapalkan semua do'a yang di hafalnya saat itu juga.
Tetapi aroma parfum yang tak sengaja terciumnya memberhentikan aktifitas rapalan do'anya, sangat familiar, Seonghwa.
Saat itu hanya terlintas dibenaknya. Seonghwa, kekasihnya.
"Hwa?" Perlahan dengan gemetar, Hongjoong membalikan kepalanya
"Ya? Kamu ngapain berdiri terus? Nggak capek?"
Hongjoong bernapas lega, usahanya lerapal do'a tak sia-sia.
"Kamu ngapain disini? Ini udah malem loh Hwa,"
"Kamu belum makan. Laper kan?" Seonghwa berjalan menuju sofa di sudut ruangan Hongjoong, disamping pas pintu.
"Iya sih.. kamu kenapa nggak ngabarin?"
Ohh.. ayolah Tuan Kim. Apa kau lupa? Baterai hpmu habis asal kau tau dan ingat sekarang.
"Lagian kamu nggak lihat hp. Jadi ku bawain ini aja, malas memasak, tidak apa kan Hongjoong?" Tanyanya sedikit ragu
Hongjoong memang suka masakan Seonghwa, bukan suka, tapi sangat sangat sangat dan sangat suka, cinta kalau perlu dengan masakannya. Seonghwa takut mengecewakannya.
Melihat raut wajah Seonghwa yang sedikit sedih bercampur khawatir dan takut, Hongjoong tersneyum tipis.
Tak apa jika Seonghwa tak memasak, tapi ini malam. Seonghwa juga jarang sekali keluar malam-malam, apalagi ini tengah malam.
Terbesit satu kata di benaknya. Hongjoong berdeham mencari posisi myaman di sofa.
"Nggak enak ya?"
"Nggak. Cuman... cuman.. ehmm.."
"Ya, cuman?"
"Cuman.. cuman maaf nggak bisa jalan bareng hari ini,"
"Iya gapapa kok. Aku juga tau kamu sibuk, makan gih. Biar besok bisa jalan,"
Berkali-kali dan untuk kali ini juga, Hongjoong menghela napas. Beruntung dia punya pacar pengertian seperti Seonghwa. Ia akan berjanji tak melepaskan miliknya, cukup kedua adiknya saja.
"Hwa, boleh nggak aku minta kamu dari orang tua kamu?"
-END-
Belum end one book, khusus chapter ini aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
hilang?✔
Fiksi PenggemarJangan di BACA. Udah dibilangin loh ya😌 penuh ke anehan, tuangan imajinasi author. .. "Apa? Lo bilang apa?! Hah?! Mop??" . "Lo tau kan kalau lo dilahirin buat dimatiin?" . "Maaf udah ngehilangin sesuatu yang berharga" .. ~.~.~.~.~ B × B ATEEZ + B...