04

280 64 3
                                    

"Eh, Ra, Vin!" Sandi meletakkan kardus yang tadi akan dibawa ke dalam unitnya ketika melihat Ara dan Kevin yang terdiam di depan lift.

Sandi berjalan ke arah mereka dengan senyum manisnya. Langkahnya begitu santai, seolah dia tengah berjalan ke arah teman yang baru saja bertemu setelah sekian lamanya.

Berbeda dengan Ara yang sudah membeku di samping Kevin. Tangannya digenggam sangat erat sampai Ara merasakan kesakitan akibat genggaman itu.

"Vin, sakit." keluhnya yang membuat Kevin reflek melepaskan genggaman tangannya dari Ara.

"Kalian tinggal di sini juga?" tanya Sandi antusias, tentu saja mengabaikan tatapan mematikan dari Kevin.

Ara terus berdo'a supaya Kevin tidak banyak bertanya dan membiarkan mereka masuk ke dalam apartemen Ara. Karena Ara tidak bisa menjamin sehabis ini dia bakal lolos dari Kevin. Dia hanya tidak ingin membayangkan cercaan Kevin nanti. Dan yang paling parah maka dia harus...

Tidak. Kevin tidak mungkin kekanakan dengan menyuruh Arah pindah kan?

"Maksudnya 'juga'?" tanya Kevin dengan nada tidak suka, menekankan kata 'juga'.

"Gue tinggal di sini sekarang. Dan gue tebak salah satu di antara kalian pasti ada yg tinggal di sini. Iya kan?"

Ara hanya terdiam sambil mengalihkan pandangannya dari Sandi. Dia tidak ingin mencari masalah dengan Kevin saat ini. Diam adalah pilihan paling aman untuknya. Setidaknya dia tidak akan memperkeruh keadaan dengan diamnya itu.

"Bukan urusan lo." sentak Kevin sebelum menarik tangan Ara untuk segera pergi dari hadapan Sandi.

Sandi hanya mengedikkan bahunya dan menatap dua orang yang terlihat buru-buru masuk ke dalam unit yang ada didepannya. Sandi hanya bisa tersenyum saat Ara menatapnya sekilas sebelum masuk ke dalam unitnya.

Baru saja masuk ke dalam apartemen, Kevin langsung berjalan cepat ke arah kamar Ara. Ara mengikuti dari belakang, memperhatikan setiap pergerakan Kevin. Dan saat Kevin menurunkan koper besar yang ada di atas almari, Ara berjalan cepat ke arah Kevin.

"Kamu mau ngapain sih?" Ara menahan tangan Kevin yang sudah mau membuka koper besar itu.

"Kamu tidur di rumahku. Besok kita cari apartemen baru." Kevin melepaskan tangan Ara dan kembali membuka koper tersebut.

Besok kita cari apartemen baru.

Satu hal yang sejak tadi Ara takutkan sekarang menjadi kenyataan. Kevin benar-benar memintanya untuk pindah. Hanya karena Sandi berada di apartemen yang sama dengannya. Bukankah ini sangat kekanakan?

Mereka sudah di usia yang cukup dewasa hanya untuk merasakan kecemburuan tanpa alasan. Di usia mereka sekarang, harusnya mereka tidak mengkhawatirkan sesuatu yang bahkan tidak perlu untuk dikhawatirkan.

"Aku nggak mau!" Ara merentangkan tangannya untuk menghalangi saat Kevin hendak membuka almarinya.

"Aku nggak mau kamu tinggal satu gedung sama Sandi."

Ara sudah sangat lelah hari ini. Dia hanya ingin istirahat. Bukan malah berdebat kaya gini. Di mana Kevin yang ia kenal? Yang bahkan membebaskan dirinya untuk bergaul dengan siapa saja. Kenapa hanya dengan bertemu Sandi sikapnya jadi kekanakan seperti ini?

"Vin, aku capek. Kamu ngerti nggak? Aku bener-bener pengen istirahat sekarang." Ara tidak bisa lagi membendung air matanya. Ara terlalu capek bila harus melanjutkan pertengkaran yang menurutnya tidak seharusnya dipermasalahkan.

Masalah bertemu dengan Sandi jelas Ara tidak sengaja karena Sandi yang tiba-tiba sudah berada di kantornya. Dan sekarang apartemen, Ara juga kaget saat melihat Sandi berada di gedung yang sama saat ini. Dan itu semua tentu saja karena kebetulan.

LASSITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang