10

215 42 9
                                    

Ara baru saja selesai membaca surat dokter milik Kevin tepat saat Kevin masuk ke dalam rumahnya. Ara menatap Kevin dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya. Kevin yang tidak tau akan kehadiran Ara hanya bisa menatap Ara dengan bingung saat melihat pacarnya itu menangis. Melihat Kevin yang masih diam, Ara berjalan ke arah Kevin dan langsung memeluknya erat.

Kevin yang masih tampak bingung hanya bisa membalas pelukan Ara. Tatapannya kini beralih pada Rini yang saat ini menundukkan kepalanya. Rini merasa bersalah karena Ara akhirnya tau tentang penyakit Kevin.

"Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalo kamu sakit?" Ara melonggarkan pelukannya demi bisa menatap wajah Kevin.

Mendengar pertanyaan Ara, Kevin langsung melepaskan pelukannya. Matanya jatuh kepada selembar kertas yang ada di tangan Ara. Rahangnya mengeras setelah sadar apa yang membuat Ara menangis. Dengan satu kali hentakan, Kevin berhasil mengambil surat itu dan menyobeknya.

"Maaf a, aku nggak tau kalau teh Ara ternyata nggak tau tentang hal ini." Rini akhirnya bersuara meski dilanda ketakutan.

Sebagai seorang sepupu, Kevin memang tidak pernah marah. Tetapi melihat ekpresi Kevin yang menahan emosi, Rini tau kalau Kevin marah besar saat ini. Dan itu adalah akibat dari perbuatannya.

Rini semakin mendekat ke arah Jevan yang saat ini berada di sampingnya. Sedikit memundurkan tubuhnya demi menutupi dirinya di belakang tubuh besar Jevan

"Ra, dengerin aku." Kevin memegang oembut kedua bahu Ara, menatapnya dalam seolah mengatakan bahwa dia baik saja saat ini. "Aku nggak papa. Aku baik-baik aja, Ra. Kamu liat kan saat ini?"

"Kita udah pacaran lama, tapi aku sendiri nggak tau kejadian apa yang bikin kamu sampai trauma, bahkan sampai harus ditanganin sama dokter."

Kevin kembali memluk Ara, "Engga Ra, aku udah nggak papa. Aku udah sembuh, kamu nggak usah khawatir ya?"

***

Setelah Ara tenang, Kevin membawa Ara ke halaman belakang rumahnya. Kevin masih terus menggenggam tangan Ara erat. Satu tangannya terangkat untuk mengusap pipi Ara.

"Kenapa kamu nggak pernah cerita sama aku?" Ara menatap Kevin dengan mata bengkaknya.

"Karena aku udah sembuh Ra. Tadi aku ketemu dokter dan dokter bilang aku udah sembuh. Makanya aku nggak kasih tau kamu." Kevin mencoba untuk meyakinkan Ara bahwa dirinya sudah baik-baik aja.

Ara melepaskan tangan Kevin dari pipinya. Dia menggulung lengan kemeja Kevin dan mengusap garis cokelat yang ada di pergelangan tangannya. Air matanya kembali menetes begitu paham bekas luka itu. Dulu Kevin bilang kalau itu hanya goresan yang ia dapat saat mengganti kaca kamar mandi yang pecah. Tapi sekarang Ara tau, bekas luka itu akibat pertengkaran Kevin dengan Ara.

Ara masih ingat jelas bagaimana pertengkaran hebat mereka saat pertama membicarakan perihal menikah. Ara yang saat itu iri dengan teman-temannya mengutarakan keinginannya untuk segera menikah. Tapi Ara tidak tau jika saat itu Kevin tengah ada masalah di kantornya, jadilah mereka bertengkar hebat.

"Maafin aku Vin." Ara kembali terisak.

"Aku yang salah karena nggak bisa mengendalikan diri aku." Kevin kembali merengkuh tubuh Ara ke dalam pelukannya.

"Janji sama aku, kamu nggak akan sembunyiin masalah ini lagi." Ara menatap Kevin sendu.

"Iyaa aku janji." Kevin tersenyum sebelum mengecup dahi Ara lama.

"Udah kangen-kangenannya. Makanannya keburu dingin. Kasian Rini udah masak banyak." kata Jevan yang saat ini sudah berdiri di samping Ara dan Kevin.

LASSITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang