08

239 56 10
                                    

"Martabak red velvet kesukaan kamu. Dari tetangga yang udah diijinin tidur di sini."

Ucapan Kevin berhasil membuat pergerakan tangan Ara yang baru kan membuka paper bag terhenti. Ara membeku di tempatnya. Dia benar-benar belum siap untuk menceritakan hal ini pada Kevin. Masalah tadi saja belum selesai, dan ini ditambah lagi.

"Vin, aku bisa jelasin sama kamu." Ara menahan tangan Kevin saat ia beranjak dari tempatnya.

"Aku nggak nyangka kelakuan kamu kaya gini Ra. Aku benar-benar kecewa sama kamu." Kevin melepaskan tangan Ara dan masuk ke dalam kamar.

Ara mengikuti langkah Kevin dengan air mata yang kembali berjatuhan.

"Yang, aku jelasin tapi kamu duduk dulu." pintanya saat melihat Kevin tengah memakai memakai jaketnya.

"Jelasin apa lagi?" Kevin menatap Ara begitu selesai memakai jaketnya. "Kamu mau jelasin kalau kamu baru aja tidur sama cowok lain?"

"Aku nggak tidur sama dia yang,"

Kevin menatap Ara yang saat ini terisak di depannya. Dadanya terasa sesak melihat Ara menangis. Tapi hatinya terlalu kecewa dengan kenyataan yang baru saja ia ketahui. Harusnya Ara cerita lebih awal, dan tidak seharusnya juga dia membiarkan Sandi menginap di apartemennya.

Baru pergi dua bulan sudah seperti ini, bagaimana Kevin akan menghadapi Ara 7 bulan ke depan?

"Aku nggak tau apa aja yang udah kamu lakuin selama nggak ada aku di sini. Aku percaya sama kamu tapi kamu ngerusak kepercayaan aku." ucapnya lembut yang berhasil membuat Ara semakin terisak.

"Yang, Sandi cuma tidur di sofa depan. Itu juga karena ac dia mati."

"Perkara ac mati itu bukan urusan kamu, Ra. Aku juga nggak akan tinggal di tempat tetangga hanya karena ac di rumah mati." sentak Sandi tanpa bisa dibantah.

"Aku cuma-"

"Aku capek, Ra. Aku ke sini cuma mau istirahat, tapi kayanya aku malah makin lelah setelah ketemu kamu." Kevin menatap Ara sekilas sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ara.

"Yang, maafin aku." Ara menahan tangan Kevin dan berhasil membuat langkahnya terhenti.

Melihat Ara yang masih saja terisak, Kevin semakin tidak tega. Kevin melepaskan tangan Ara dan membawa Ara ke dalam pelukannya. Membiarkan Ara menumpahkan tangisnya di dalam pelukannya. Tapi rasa kecewa itu belum juga hilang dari hati Kevin.

"Masih ada sisa 7 bulan buat kamu mikirin semuanya Ra." Kevin melepaskan pelukannya. Tangannya terangkat untuk mengusap pipi Ara. "Kasih tau aku kalau kamu berubah pikiran."

"Nggak, Vin. Sampai kapanpun aku nggak akan berubah pikiran. Aku cuma mau sama kamu." Ara menggeleng mantap.

"Perasaan nggak ada yang tau, Ra." Kevin memundurkan kakinya untuk memberi jarak di antara mereka.

"Vin,"

"Minggu depan aku mulai sibuk, kamu jaga diri baik-baik di sini."

Ara tidak bisa lagi menghentikan langkah Kevin. Lututnya terasa lemas saat melihat Kevin menghilang dari balik pintu. Ara terduduk di lantai dengan memeluk lututnya. Tangisnya semakin pecah.

Harusnya memang Ara harus jujur dari awal.

Harusnya memang Ara tidak pernah membiarkan Sandi masuk ke dalam apartemennya, apa lagi sampai menginap.

Dan seharusnya Ara tau akibat yang akan dia dapatkan setelah Kevin tau semuanya. Dan sekarang, ara sedang menerima ganjarannya.

***

LASSITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang