Bagian 32

1.7K 196 72
                                    

Kringgg

Kringgg

Kringgg...

"Ih maafin gue Lalis..," Chika menyeimbangi langkah Lalisa ketika semua murid berhamburan keluar kelas untuk pulang.

Ya, Lalisa tengah mendiami Chika yang sepanjang waktu meminta maaf terus sampai ia harus menutup telinga karena risih mendengar rengekan temannya.

Chika memelaskan raut wajahnya sembari memegang lengan Lalisa. "Kan gue udah jelasin di chat kalo gue terpaksa ninggalin lo!"

Lalisa berhenti melangkah, begitu juga Chika.

Lalisa menghela nafas pelan lalu menoleh dengan tajam ke sahabatnya itu. Kecuali Chika, dia malah nyengir memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapih.

"Lo tuh bisa diem nggak sih?!" Lalisa geram, ia masih kecewa dengan Chika karena telah meninggalkannya di bar.

Sementara Chika, langsung merubah raut wajahnya kembali pout karena mendapat bentakan dari Lalisa. "Gue tau gue salah, tapi apa nggak cukup lo diemin gue selama dua hari, chat gue aja lo hirauin." balasnya.

Lalisa memutar bola matanya.  "Ya lo pantes dapet itu. Ini belum seberapa ya sama masa depan gue. Gara-gara lo ninggalin gue, gue jadi kejebak masalah! Gue kehilangan masa depan gue, ih!" Lalisa ngoceh sendiri seraya menghentakkan kakinya kesal.

Chika kebingungan, otomatis dahinya berkerut mencerna baik-baik ucapan Lalisa barusan. "Emang ada yang ngapain lo? Lo gak digandol om om kan disana?"

Lalisa melotot. "Lebih dari itu!"

Chika auto terbelalak. "Hah!" mulutnya yang terbuka lebar segera ditutupnya pakai tangan. Ia khawatir dan langsung meraba-raba tubuh Lalisa dengan panik. "Lo diapain anjir? Lo masih perawa—

Lalisa kaget mendengarnya, ia segera menjitak Chika yang otaknya tidak pernah berpikir jernih. Sontak, Chika langsung memegang kepalanya. "Kok lo jitak sih?! Gue lagi panik juga."

"Gila ya lu! Otak lu tuh bersihin deh, masa depan gak melulu tentang itu. Gue bilang gue kehilangan masa depan, bukan kehilangan perawan bodoh.." caci Lalisa sambil memajukan wajahnya tepat ke wajah Chika ketika menyebut kata 'bodoh'.

"Ya, maap," ucapnya datar. "Terus maksud lu apa kehilangan masa depan?" tanya Chika.

Lalisa diam, tidak menjawab. Matanya dialihkan, tidak mau menatap Chika.

"Woi, jawab—

"Ayo, pulang."

Dua perempuan itu segera mengalihkan pandangan ketika Niko muncul dari belakang dan kini sudah berdiri tepat di samping Lalisa.

Niko melirik keduanya bingung, merasa situasi sedang canggung. "Kalian berdua kenapa? Masih marahan?"

Lalisa tidak menjawab pertanyaan Niko, ia segera menoleh ke Chika. "Gue balik dulu ya Chik, dadah...," pamit gadis itu lalu menoleh ke Niko. "Ayo, pulang."

Niko mengangguk, lalu mereka berdua pun pergi meninggalkan Chika yang masih penasaran akan maksud dari Lalisa.

*****

Niko memparkirkan motornya tepat di halaman rumah Lalisa, sebelum akhirnya mereka berdua masuk ke dalam rumah.

"Aku pulang..." suara Lalisa menggelegar ke seluruh penjuru ruangan, sedangkan Niko mengikut di belakang gadis itu, ia masih merasa canggung harus menganggap rumah sendiri.

Fellyana turun dari tangga menyambut anaknya yang baru pulang sekolah itu dengan senyuman. "Wah..., dua anak Mama kok udah pulang sih?" tanyanya ketika berada di dekat Lalisa.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang