"Woi sini!" teriak Niko pada Revan yang terus mendrible bola basket sendiri, tanpa mau membaginya, padahal Niko sudah melambaikan tangannya berkali-kali dan meminta untuk dioper. Tapi, Revan malah mengabaikannya.
Sementara yang lain, teman setim Revan langsung menghentikan aktivitasnya dan saling bertukar pandang saat Revan hanya asyik sendiri.
Revan loncat dan melempar bola itu hingga tepat masuk ke ring dengan mudahnya, kemudian setelah itu ia membalikkan badannya sembari melihat temannya satu persatu.
"Kenapa?" tanya Revan sambil menaikkan alisnya sebelah.
"Woi Revan!"
Revan mengalihkan pandangannya pada Niko yang sekarang berjalan mendekati cowok itu. Sontak, ekspresi Revan pun langsung berubah menjadi datar dan tajam saat mereka bertatapan dengan sengit.
"Lu sendiri yang minta gua masuk tim lu bukan?" tanya Niko memastikan.
"Iya," jawab dingin dari Revan seraya berkacak pinggang dengan songongnya. "Kenapa? Lu merasa dibutuhkan banget gara-gara gua minta lu masuk tim gua?" Revan menaikkan alisnya sebelah.
Niko tersenyum miring, ia menampilkan ekspresi tak kalah songong dari Revan. Sementara teman-teman setimnya hanya diam menyaksikan pembicaraan sengit dari kedua orang itu.
"Kenapa tuh? Lerai bego!" bisik salah seorang cowok yang berada di samping Dimas.
"Hooh," sahut Dimas lalu berlari mendekati Revan dan Niko. "Udah weh udah!" cowok itu melerai dengan mendorong kedua bahu Revan dan Niko.
"Kita itu setim! Mana solidaritasnya?" Dimas menoleh secara bergantian sembari mengingatkan.
Niko menoleh pada Dimas. "Dim, bilang temen lu!" titahnya seraya menunjuk wajah Revan.
"Kalo setim harusnya gak egois! Dan, kalo bukan karena sahabat kecilnya yang mohon-mohon? Gua gak akan masuk tim egois kaya gini!" kata Niko dengan nada tinggi, kemudian menepis tangan Dimas dari bahunya lalu pergi meninggalkan lapangan basket.
Revan hanya diam sambil memandangi punggung Niko yang sudah menjauh. Sedangkan Dimas langsung memegang bahu temannya itu, dan menatap serius Revan yang sepertinya sedang sangat emosi.
"Lu kenapa si jing?!" tanya Dimas frontal.
Revan segera menepis tangan Dimas dengan kasar. "Gua gak suka aja dia sok merasa paling dibutuhkan di tim!"
Dimas berdecih. "Cih, gua yakin bukan karena itu kan?"
Dimas menjadi sangat menyebalkan di mata Revan saat ini. Mungkin karena cowok itu sedang emosi jadi siapapun yang membela musuhnya akan terlihat menyebalkan.
"Karena tadi pagi si Niko bareng Nina, kan?" terka Dimas yang nyatanya memang karena itu.
Revan hanya diam, justru ia menundukkan kepalanya.
Dimas kembali memegang bahu Revan. "Van, gua yakin lu cukup dewasa buat bedain mana urusan pribadi dan urusan tim. Sekarang lu tenangin diri dulu deh! Gua gak mau nanti latihan kita jadi berantakan, cuma gara-gara kapten enggak fokus." kata Dimas menasehati sembari menepuk-nepuk bahu temannya itu.
Revan hanya mengangguk. Ia pun menyetujui untuk mengakhiri latihan, karena perasaannya pun sedang kacau. Kemudian, Dimas berbalik menghadap teman setimnya.
"Bro, kalian boleh balik. Latihan sampe sini dulu." Dimas menitah semuanya.
"Yo, gua balik dulu, Van, Mas." pamit mereka lalu membubarkan diri di lapangan.
🔥
"Lalis, Lalis!!!" teriak Nina dan Chika di tribun paling depan sambil menepuk-nepukkan kedua balon panjang berlogo sekolahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Yours
Ficção Adolescente[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa yang dulunya tentram dan damai kini berubah menjadi kacau saat kehadiran tetangga barunya. Ditambah, ternyata tetangga barunya itu adalah tema...