Bagian 22

8.8K 798 173
                                    

Sore harinya, setelah berpikir panjang, Niko memutuskan untuk ke lapangan basket dekat kompleknya. Ia hanya tidak ingin gadis bawel nan cengeng itu malah semakin mengancamnya dengan cara memberitahu kedua orangtuanya jika Nikolah yang mencium bibir Lalisa. Padahal, cowok itu korban dari mimpi-mimpi bullshit Lalisa.

Niko pun hanya bisa pasrah mengikuti kemauan gadis itu. Seperti sekarang ini, dirinya sudah memakai kaos basket tanpa lengan berwarna biru dongker, dengan nomor punggung 14.

Dengan helaan nafas panjang, cowok itu melangkahkan kakinya berat sembari membawa bola yang akan didrible nanti disepanjang jalan menuju lapangan.

"Ayo... Revan semangat!"

Niko bisa mendengar teriakannya walau gadis itu belum terlihat sama sekali. Yaps, itulah Lalisa.

Hingga tiba dimana Niko menapakkan kakinya, ia berhenti sebentar dan kedua pandangnya langsung tertuju pada Lalisa.

Si gadis yang tengah terduduk di pinggir lapangan dengan wajah merah padamnya, yang Niko duga Lalisa pasti sudah dari siang menemani sahabatnya itu latihan basket, sampai keringat pun ikut bercucuran di keningnya. Dan, sudut bibir Niko pun tertarik sedikit melihat kebucinan teman sebangkunya itu sambil menggeleng tanpa sadar.

Kemudian, tanpa basa basi cowok itu menghampiri Lalisa yang daritadi sibuk mengelap keringatnya sendiri walau gadis itu belum menyadari keberadaan Niko yang kini sudah duduk di sampingnya.

Yaps, Lalisa masih bermain dengan pemikirannya sendiri. Apalagi, ketika melihat Revan men-shoot bola ke ring dengan mudahnya tanpa cacat sedikitpun, rasanya ingin sekali gadis itu berteriak, "AAAA...., HEBATNYA PACAR AKU!"

Tapi, lagi-lagi yang keluar hanya kalimat. "WAHHH... INI BARU SAHABAT GUE!" Dengan sedikit senyuman getir.

Menyedihkan.

Lalisa menjatuhkan wajahnya, menatap kedua kakinya dengan gusar nafas yang terdengar berat. Sementara Niko yang daritadi memperhatikan gadis itu dari samping langsung mengernyit bingung.

Pasalnya, Lalisa yang baru saja menampilkan senyum penuh semangat tiba-tiba menyusut begitu saja dengan helaan nafas yang seakan menunjukkan sesuatu tengah membuatnya sesak.

Niko mengintip sedikit, ia melihat mata gadis disebelahnya itu tengah menyiratkan keputus-asaan.

"Pftt......, Kapan Revan mau ngubah statusnya dari sahabat ke—

"Pacar maksud lo?"

Bola mata Lalisa membulat seketika. Ia masih belum menoleh, bahkan tubuhnya mendadak kaku seperti patung, seakan seseorang telah meretas rahasianya. Sedangkan, orang yang merasa telah mendengar gumaman gadis itu langsung tertawa puas, sampai tubuhnya hampir terjungkal ke belakang.

"Hahahaha....,"

Menyebalkan. Ketawanya saja membuat Lalisa naik pitam, sampai kedua telapak tangan gadis itu sudah terkepal kuat-kuat. Dan, matanya terpicing tajam, seperti siap memangsa seseorang.

"Lalis...., Lalis.... Gua merasa kasihan sama lu." Kata Niko masih menghadap depan sambil memainkan bola basketnya.

Lalisa menoleh dengan kedua alis yang terangkat. "Kenapa harus kasihan? Gue gak butuh kasihan dari orang kaya lo!"

Niko memutar kepalanya menghadap wajah Lalisa yang merah bukan karena kepanasan lagi, melainkan tengah marah sekaligus malu karena ketahuan bergumam. Dan, bukannya takut ditatap horror oleh gadis itu, Niko malah makin melebarkan senyumannya. Yaps, lebih ke devil.

Cowok itu menaik-turunkan alisnya, menggoda gadis dihadapannya itu. "Masa sih perlu diperjelas lagi kenapa lu harus dikasihanin? Gak ah, ntar lu malu lagi. Makin kasian deh gua."

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang