-P R O L O G-

442 53 15
                                    

KAKI mungil itu melangkah dengan cepat seraya membawa bola plastik yang baru saja dibelikan papanya sore ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


KAKI mungil itu melangkah dengan cepat seraya membawa bola plastik yang baru saja dibelikan papanya sore ini. Wajahnya terlihat riang, dan mulutnya tampak berkomat-kamit menyenandungkan lagu asal yang tiba-tiba muncul dalam ingatan.

Hanya menghabiskan satu atau dua menit, dirinya sudah tiba di hadapan sebuah rumah bercat biru muda dengan kusen berwarna putih. Senyumnya mengembang kala pria berkacamata yang tengah membaca koran di sana, menyadari kedatangannya.

Pria itu membalas senyum anak itu, sebelum berteriak memanggil sebuah nama yang dia kagumi sejak satu tahun yang lalu. Anak itu turut memanggil namanya dengan antusias, mengajaknya bermain bola.

“Jani! Ayo, katanya mau main bola, ini papaku udah beliin bolanya!” teriak anak itu tanpa menyurutkan semangat dalam wajahnya.

Gadis kecil berlari dari dalam rumah dan menghentikan langkahnya di mulut pintu. “Tapi, jangan keras-keras nendangnya, sakit!” rengek gadis itu.

Anak itu mengangguk seraya memulai tendangannya. Gadis kecil itu kembali berlari, mengejar bola yang ditendang temannya selama setahun ini. Dia selalu bermain dengannya, entah sudah berapa banyak permainan yang telah mereka mainkan, dan semuanya seru-seru. Saking serunya, mereka pernah menangis dalam kekalahan dari sebuah permainan. Mungkin ini adalah dendam dan sakit hati pertama yang mereka rasakan pada saat itu.

“Jani, Langit! Udahan mainnya, mau hujan ini!” seru pria itu seraya beranjak ke dalam rumah, meninggalkan sepasang anak kecil yang bermain di bawah langit masam.

Namun, mereka mengabaikannya. Mereka sudah tenggelam dalam keseruan permainan saling tendang bola ini, hingga sebuah guntur yang teramat keras serta guyuran hujan dalam sekali entakkan menyadarkan mereka.

Keduanya berlari, balapan. Si gadis kecil terjatuh, beriringan dengan dentuman hebat dari langit. Dia menangis, mengaduh kesakitan, membuat anak itu membalikan badannya dan berlari menghampiri si gadis.

“Ayo!”

Anak itu meraih tangan mungil si gadis hingga ke beranda rumah, sialnya ekor kucing anggora milik si gadis terinjak dan membuat kaki si anak itu tercakar sekaligus tergigit. Si gadis tertawa dalam tangisnya, tapi, anak itu kalap dalam pertahanannya agar tidak menangis karena cakaran dan gigitan kucing itu mulai melahirkan bercak merah.

Keduanya menyenandungkan tangis, seolah sedang berlomba siapa yang paling nyaring dan lama ia adalah pemenangnya.

O0O
Bagaimana part ini? Semoga suka, dan jangan lupa dukungannya❤

O0OBagaimana part ini? Semoga suka, dan jangan lupa dukungannya❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kutunggu Kau Putus || OPEN PRE ORDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang