Rapunzel tidak terpenjara karena keadaan,
bahkan dirinya tidak sadar kalau dirinya sedang dipenjarakan secara lembut oleh ibunya. Berbeda dengan Rinjani yang seharian ini memenjarakan diri di kamarnya, tanpa sedikitpun memberikan tanda-tanda adanya kehidupan di sana. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan cantik itu, yang jelas dia berhasil membuat Rini dan Lia khawatir bersamaan.“Rinjani! Jangan buat ibumu khawatir, Nak! Tante tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kita cintai, ibumu juga tahu itu. Tapi, bersedih terlalu lama itu tidak baik, dan Tante yakin bapak juga akan sedih melihat kamu begini!” Lia berseru lirih, dengan tangan mengetuk-ketuk pintu kamar Rinjani pelan.
Isak tangis Rini semakin menjadi. Kakinya melangkah hingga ke depan pintu, pipinya perlahan bersandar di pintu dengan tangan mulai mengetuk. “Jani, bapak selalu bilang kepada kita kalau dia membenci kesedihan yang gak berujung. Kamu masih ingat, kan?”
Di ruangan yang bisa dikatakan gelap—hanya bias cahaya yang terhalang tirai—perempuan bermata sembap dengan lingkaran hitam masih memertahankan kesedihannya meskipun air mata sudah tak berpihak lagi padanya. Baru saja kalimat yang dilontarkan Rini berhasil menggertak di dada, dan membuatnya mengembuskan napas begitu panjang. Rinjani ingat betul apa yang Heri ucapkan itu, tepatnya ketika sang nenek meninggal.
“Iya, Bu. Aku hanya ingin sendiri, Ibu dan Tante enggak usah khawatir, aku cukup baik-baik saja di sini.” Suara serak itu merambat lurus menabrak pintu, membuat dua wanita yang dicintainya mengembuskan napas lega.
“Jani mau makan sama apa?”
Masih dengan posisinya, Rinjani kembali larut dalam bayang-bayang yang entah sudah ke berapa kali berputar dalam otaknya. Apalagi kesaksian dari orang-orang mengenai sesuatu yang terjadi pada Heri, membuat otaknya enggan untuk mengalihkan perhatian atas kenangan bersama Heri.
“.... Saat bapak itu menyeberang, tiba-tiba ada motor dengan kecepatan tinggi kayak menyerempet gitu. Bapaknya jatuh membentur pembatas jalan, sementara si motor agak oleng tapi enggak sampai jatuh terus ngebut lagi....”
“Bapak mengalami pendarahan yang hebat di kep—“
Mendadak telinga Rinjani berdengung ketika pikirannya memutar apa yang dokter katakan semalam. Matanya menyipit, sementara tangannya menutup telinga dan bangkit dari tidurannya. Rinjani mengepal tangan dan meniup lubang yang terbentuk di sana, lalu didekatkannya ke telinga; terus seperti itu hingga dengung di telinganya menghilang.
Karena hal ini, Rinjani mengabaikan percakapan terakhir dengan Rini sampai dua wanita hebat di sana beranjak. Kesedihan ini membuatnya ingin sendirian, bersandar pada kenangan yang dipertunjukkan dalam bayang-bayang indah nan mustahil untuk dilupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Kau Putus || OPEN PRE ORDER
Teen Fiction[Song Series] [on going versi revisi 1] Langit dan Rinjani telah bersahabat sejak kecil. Maka mustahil jika teman-temannya menganggap kedekatannya tidak terlibat dalam perasaan. Namun, semuanya berubah ketika Langit berpacaran dengan Anggita. Meskip...