4. Cerita

177 28 48
                                    

Tentang rasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tentang rasa. Sungguh aneh dan terasa geli jika sepasang manusia yang sudah menjalin pertemanan dari kecil hingga dewasa membahas hal ini. Mulut yang sering mereka gunakan untuk hal-hal receh tidak akan pernah berhenti mengelak, saat seseorang menanyakan perasaan di antara keduanya. Antara gengsi dan takut. Gengsi karena mereka sudah nyaman dengan status ini, hingga takut mendapatkan respons sebagai candaan, atau takut akan kehilangan momen yang sudah melekat pada diri keduanya.

Dalam situasi ini, waktu menantang keduanya siapa yang bisa menghancurkan gengsi tanpa merasa takut kehilangan. Pada saat itu pula waktu akan memberikan jawaban tak terduga, terpenting siapkan hati untuk menerima jawaban tersebut.

“Aku mau tanya tentang—“ Ardhan menggantung kalimatnya, berusaha mengingat topik beberapa jam lalu. “Lin-tang?”

Langit sedikit menahan napasnya, kemudian mengangguk. Sebelum Ardhan melanjutkan kalimatnya lagi, dalam diri Langit telah bersiap menata hati yang mendadak sensitif jika topik yang dibahas mengenai dunia percintaan.

“Benar, kalau Jani dekat dengan orang itu?” Ardhan memastikan jika apa yang diucapkan Langit beberapa saat lalu.

“Enggak tau. Tapi, baru kali ini Jani nongkrong sama laki-laki selain aku,” balas Langit.

Dalam perjalanan pulang ini, sosok Rinjani menjadi topik pembahasan dua laki-laki yang terpaut usia lima tahun. Hanya satu kesamaan yang melekat pada diri mereka, sikap protektif terhadap Rinjani.

“Waktu kamu dengan Jani lebih banyak dibandingkan aku, Lang. Tidak ada laki-laki lain yang bisa kupercaya selain kamu, terlepas dari keluarga kita.” Dada Langit menggema saat laki-laki berwajah tegas di sampingnya berkata demikian.

“Hampir tiap malam, kita sekeluarga tepatnya ketika kalian lagi bersama di kamar, entah itu ngerjain tugas, atau apa pun itu. Kita selalu tersenyum mendengar atau menyaksikan kalian, dan bapak bilang kalau Langit adalah langitnya Rinjani.” Ardhan menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah Langit yang turut berhenti. “Di saat Rinjani tidak di rumah, tolong jagain dia, ya? Meskipun dia selalu memperlihatkan rasa kuat, dia tidak benar-benar kuat jika sesuatu menggores perasaannya.”

Ardhan berlalu meninggalkan senyum dan tepukkan lembut di bahu remaja yang baru saja menginjak delapan belas tahun ini. Langit mengembuskan napas secara perlahan, menetralkan detak di dada yang semakin meronta ketika Ardhan bercerita lebih dalam tentang perasaan keluarganya terhadap apa yang dilakukan Rinjani dengannya.

Ya, Langit tahu apa yang dimaksud Ardhan. Ini adalah klarifikasi dari apa yang diucapkan sebelumnya. Maksudnya, Ardhan tidak benar-benar yakin dengan sosok Lintang dan meminta Langit untuk menyelidiki laki-laki tersebut supaya Rinjani tidak salah dalam memilih pasangan.

Perempuan seumurnya itu, memang memiliki gravitasi yang kuat. Apa yang telah Langit lalui dengannya, sudah melampaui batas dari apa yang disebut teman. Langit tidak pernah merasa kalau saat berantem, berdebat, atau jahil, menganggap Rinjani sebagai teman atau sejenisnya. Rasa ini telah melambung tinggi, Langit merasa kalau Rinjani adalah keluarganya.

Kutunggu Kau Putus || OPEN PRE ORDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang