Fast The Night

417 50 5
                                    


Terbangun di sebuah ladang bunga matahari. Di kanan, kiri, depan dan belakang hanya ada tumbuhan bunga matahari. Lalu seorang pria bersurai orange dengan membawa 2 tangkai bunga matahari.

"Hei hei lihat ini."
"Bunga matahari nya mirip sekali denganku, bukan?." Sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya yang kecil itu.

Saat ia ingin menyentuhnya tiba-tiba pria itu berubah menjadi bunga dandelion dan di sekitarnya berubah menjadi hitam tanpa cahaya apapun.


Kageyama terbangun dengan wajah ketakutan dan keringat dingin mengucur dari kepala sampai ujung kakinya, dia tak mau kehilangan apapun lagi, baginya Hinata lah yang bisa mengubah hidupnya menjadi berwarna. Ia melihat kearah jam dinding yang menunjukan pukul setengah 5 pagi. Ia bangun dari sofa dan bersiap untuk mandi.

Di kamar mandi ia terkejut dan tak percaya karena menemukan Hinata yang pingsan dengan darah di mulut dan tangannya. Kageyama yang panik berusaha menelpon ambulans untuk mengantarkannya ke rumah sakit.

Di rumah sakit, aroma yang dia pernah rasakan sebelumnya.

Aroma yang tidak ia sukai namun ia harus mendatanginya lagi.

Dokter keluar dari ruangan Hinata dan mengatakan hal yang sangat tidak ingin Kageyama dengar, ia ingin sekali memukul dokter itu namun ia bisa apa? Takdir yang telah menentukan nasib mereka.

Kageyama masuk dan melihat Hinata di penuhi selang infus di setiap tubuh bagian atasnya. Ia tak kuat melihatnya menahan kesakitan yang merenggut nyawanya perlahan itu. Ia teringat dengan perkataan Sugawara-san.

"...Hinata.. Aku pernah melihatnya muntah darah dan hampir pingsan.. Namun aku masih tidak tahu apa yang sebenarnya dia sembunyikan.. Wajahnya mengatakan ia tidak apa-apa namun tubuhnya berkata lain... Kageyama tolong jaga Hinata sampai dia tidak merasakan sakit lagi, okay?..." Kageyama menahan air mata yang ingin mengalir.

Tidak.

Ia tak sanggup untuk menunjukkan tangisannya kepada pria yang sedang berbaring lemah dan sekarat itu.

Ia pergi ke jendela dan menatap keadaan sekitar. Langit mendung yang menandakan sebentar lagi hujan dan tampak bunga matahari tertanam di depan jendela kamar Hinata, ia teringat mimpinya dan menangis di situ.

Kageyama sangat lemah, ia tidak ingin kehilangan Hinata.

Ia tidak ingin kehilangan kekasih yang ia cintai.

Ia tidak ingin hidup tanpa warna lagi.

Ia ingin Hinata kembali.

Hujan turun dengan deras, Kageyama menggenggam tangan Hinata yang masih hangat menandakan ia masih di sana. Ia meletakkan tangan Hinata di atas kepalanya dan menaruhnya di dadanya. Kageyama tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mulutnya seakan terkunci rapat.

Hujan turun membuat seluruh ruangan menjadi dingin, setiap detiknya ia selalu berdoa agar Hinata bisa bertahan lebih lama. Ia tidak menelpon siapapun saat itu di pikirannya hanya ada kekesalannya karena tidak bisa membuat Hinata bahagia dan tidak merasa kesakitan.

Pintu kamar terbuka, Kageyama melihat ke arah pintu ternyata itu Natsu yang sedang membawa sekotak susu untuk Kageyama dan sebuah buku harian Hinata. Natsu memberikan buku itu pada Kageyama dan ia membacanya. Baru saja 1 halaman ia tak sadar kalau ia sedang menangis, Natsu mencoba menenangkan Kageyama yang sedang duduk di sebelah tempat tidur Hinata itu.

"Nee..Kageyama-san... berikan aku toss mu."

Kageyama terkejut terheran.

"Toss ku? Tidak.. Aku yakin kamu tidak bisa menerimanya seperti kakakmu.." Kageyama memegang kepala Hinata yang sedang terbaring lemah tanpa suara.

Natsu terdiam dan memegang tangan kakaknya.

"Tapi itu permintaan terakhir dari nii-chan.." Sambil membuka halaman terakhir buku harian kakaknya tersebut.

"...Tapi..setelah kakakmu tidak merasakan sakit lagi... Aku akan memberikannya padamu." Sambil tersenyum menahan air mata yang ingin keluar lagi dari matanya.

Sudah 2 jam mereka berdua tidak saling berbicara lagi, Kageyama tertidur sambil memegang tangan Hinata yang masih hangat sementara Natsu berdiri menatap langit dan bunga matahari di jendela yang terbuka. Seekor kupu-kupu putih menghampiri bunga tersebut. Kupu-kupu yang indah namun entah mengapa Natsu sangat tidak menyukainya. Ia menatap wajah kakaknya dan perlahan ia duduk di lantai yang dingin dan menangis di situ. Entah berapa lama ia duduk dan menangis disitu. Kageyama terbangun kerena suara tangisan Natsu.

"Hei.. Ada apa?." Tangannya masih memegang tangan Hinata untuk memastikan pria yang sedang tertidur itu masih ada.

"Kupu-kupu putih.. Aku tidak menyukainya.. Nii-chan.. Nii-chan akan baik-baik saja kan?!! Nii-chan pasti kuat iya kan?!!...nee Kageyama-san katakan padaku!!." Suaranya makin membesar dan petir menyambar dengan kencang membuat suasana semakin tidak terkendali.

"Oi oi pelankan suaramu!! Dia pasti bisa bertahan!." Kageyama bangkit dari kursinya dan menghampiri Natsu

"Kenapa dia harus menghadapi ini semua?..."

"...Karena.. Tuhan sedang mengujinya.."

Lalu rasa tidak enak tiba-tiba muncul.
Alat deteksi detak jantungnya tiba-tiba melemah. Kageyama lalu berteriak memanggil dokter sementara Natsu berusaha membuat kakaknya bertahan sampai dokter tiba.

Mata Hinata terbuka sedikit dan pelan-pelan berusaha untuk mengatakan sesuatu. Kageyama yang melihat itu lalu menggenggam erat tangan Hinata sambil mengeluskan tangannya di wajah Hinata.

Hinata mengatakan. "...Sayonara... Kage..yama.. Tobio.. A.. Aku.. Mencintaimu... Sampai.. Ju.. Jumpa.. Di.. Kehidupan.. Selanjutnya..." Tangan Hinata di setiap detiknya tiba-tiba mendingin walau seperempat matanya masih terbuka.

"Oiii oii bertahanlah boke!!." Kageyama berteriak-teriak agar Hinata kembali namun sayang Hinata sudah tidak ada lagi disana.

Kupu-kupu putih itu terbang dan hinggap di tangan Kageyama yang sedang memegang erat tangan pria bersurai orange tersebut.

"Terbang lah bebas dan sampai jumpa lagi akhirnya kamu tidak merasakan sakit lagi." Kageyama dan Natsu menangis sejadi-jadinya di samping tempat tidur Hinata.

My Sunflower (KageHina) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang