Chapter 6

7.5K 287 5
                                    

Hal aneh dapat dirasakan Bella ketika dia pulang setelah berkunjung ke makam mendiang bunda-nya. Nadia masak begitu banyak dibantu oleh tante Disa— adik dari ayah. Saat ditanya untuk apa masak sebanyak itu, Nadia hanya menjawab akan ada tamu yang datang nanti malam. Entah se-istimewa apa tamu itu.

"Mandi sana, nanti malam kamu harus tampil cantik. Ibu udah siapin pakaiannya." Kata Nadia membuat rasa penasaran Bella menambah.

Dan mengapa Nadia menyuruhnya berpenampilan cantik? Sebenarnya siapa tamu itu? Sepertinya tamu tersebut sangat special, sudah disuguhkan makanan yang menggugah selera dan memanjakan mata sebab melihat kecantikan Bella. Aish, level kepercayaan dirinya meningkat.

Bella berjalan lesu menuju kamar lalu membanting tubuhnya ke kasur. Embusan napas kasar berulang kali timbul dari indra pernapasan Bella. Perempuan itu bergerak kesana kemari mencari posisi nyaman. Rasa bosan melanda, untuk sekadar bersih-bersih diri pun malas melangkah.

Namun setelah beberapa menit, Bella bangkit karena teringat sesuatu yang harus dituntaskan. Selepas berkunjung ke makam sang ibunda, Bella mampir sebentar ke apotek. Bella mengambil barang yang dia beli kemudian berjalan ke kamar mandi. Sekalian mandi.

•••••

Malam tiba, Nadia dan Disa telah selesai mempersiapkan segalanya. Dari beberapa aneka kue yang disusun rapi dimeja ruang tamu dan makan malam hanya tinggal disantap saja. Bella tidak dibiarkan untuk ikut tangan dalam urusan ibu-ibu.

Ibu dan tante Disa seumuran, hanya selisih beberapa bulan. Tante dari Bella itu sudah menikah lima tahun yang lalu namun baru dikarunia anak tahun kelima. Saat ini tante Disa tengah mengandung anak pertamanya yang berusia dua bulan.

"Bell," panggil ayah sembari mengetuk pintu kamar putrinya.

"Kenapa ayah?" sahut Bella yang tengah memoles diri.

"Boleh ayah masuk?"

"Masuk aja."

Ayah membuka pintu kemudian duduk disamping ranjang dekat meja rias Bella. Ayah masih diam, ragu untuk mengutarakan suatu hal yang mustahil putrinya itu tidak akan marah.

Bella mengernyit melihat diamnya sang ayah dengan raut muka serius, "Ayah mau bicara apa? Kayanya serius banget."

Ayah bangkit mendekati Bella, mengelus sayang puncak rambut putrinya. "Anak ayah udah besar ya, cantik banget kaya bunda nya."

Bella menyunggingkan senyuman saat mendapat pujian dari sang ayah, "Lebih cantik aku atau bunda?" tanya Bella.

"Ya bunda lah."

Bibir Bella mengerucut lucu tak terima perkataan ayahnya, "Males aku sama ayah."

Merajuknya Bella membuat ayah gemas, pria paruh baya itu mendekatkan pipinya meminta kecupan dari Bella. "Cium dulu dong," kata ayah masih tak berhenti tersenyum.

"Muachh," Bella memberikan apa yang ayah pinta. Suara kecupan itu terdengar jelas, siempunya itu seketika tertawa riang.

Tawa Bella mengingatkan ayah ketika pada masa kanak-kanak putrinya. Bella merajuk jika tak dibelikan apa yang dia mau, setelah terkabulkan maka Bella akan dengan senang hati memberikan kecupan untuk sang ayah.

"Cantik banget kalau ketawa gitu. Kaya waktu kamu kecil. Ayah sayang Bella." Ayah memeluk putrinya.

Bella membalas pelukan sang ayah, "Bella jugaaa, sayang ayah banyak-banyak."

"Bell, ayah mau bicara serius." Mendengar ucapan tegas sang ayah, refleks Bella menegakkan badannya. Pelukan keduanya sudah terlepas.

"Ayah nggak sanggup kalau harus berjauhan sama putri kesayangan ayah. Ayah nggak rela melepaskan kamu untuk laki-laki lain." Bella tak paham maksud dari perkataan ayahnya. Ayah berbicara seolah dirinya akan pergi jauh setelah menemukan laki-laki sejatinya suatu saat nanti.

Romance At The First MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang