Act 04

698 157 17
                                    

Jakarta, Indonesia20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, Indonesia
20.15 WIB

Malam ini, Jakarta sangat dingin. Angin bertiup kencang. Daun-daun berguguran ke tanah. Bulan yang biasanya terang, tidak terlihat batang hidungnya karena tertutup awan. Sepertinya, Jakarta sedang sedih. Lihat saja, langit teramat kelam, berbeda dengan hari-hari sebelumnya.

Kronisnya, angin yang berhembus  membuat decitan pada jendela kamar Jata. Dia yang sedang sibuk berkutat dengan skripsi dan buku-buku referensi, merasa sangat terganggu.

Jelas mengganggu karena Jata merupakan tipikal orang yang butuh ketenangan saat kerjakan  sesuatu. Akhirnya, Jata pejamkan mata sesaat. Kedua tangannya menutup daun telinga karena gemerisik daun  yang berderu dengan angin membuat atmosfer serasa tidak nyaman.

Dua puluh detik kemudian, Jata membuka mata. Atensi beralih pada jendela lalu menggerutu, " Erg Luidruchtig¹(Berisik sekali), aku tidak bisa fokus mengerjakan skripsi kalau begini."

Buru-buru Jata berdiri dari kursi. Melangkah menuju jendela untuk dikunci. Jata sempatkan melihat sebentar pemandangan di luar kaca. Hiruk pikuk Jakarta tampak seperti anai-anai yang berbondong memakan kayu.

Dari lantai sepuluh tersebut, Jata dengan jelas  melihat panorama Jakarta pada malam hari. Memang, hari ini Jata berada di apartemen, bukan rumah keluarga Ardelt yang lain di Jakarta.

Sehabis landing di bandara Soekarno Hatta kemarin, Jata memilih pulang ke apartemen alih-alih rumah. Selain jarak apartemen yang dekat dengan bandara, rumah Jata terlalu luas apabila ditinggali sendiri.

Selepas puas memandangi malam Jakarta, Jata kembali ke meja. Dia tarik kursi kemudian duduk kembali. Jata melirik layar macbook di depannya yang menyala terang.

Skripsi hampir delapan puluh persen selesai, tetapi suasana seolah-olah menginginkan Jata menunda. Jata merasa pening. Mantiknya seolah-olah  terasa kaku, tak bisa diajak kompromi untuk menulis untaian demi untaian kalimat guna memadatkan ruang kosong dalam skripsinya.

"Ayolah otak, mana idemu." Jata memegangi kepala dengan kedua tangan. " Kapan skripsiku selesai kalau begini?"

"Aish dasar. Lanjut besok saja lah."

Lantaran inspirasi telah hilang, Jata putuskan berhenti dulu  sampai di sini. Menutup macbooknya, dia akan meneruskan pengerjaan skripsi esok hari. Setelahnya, tangan Jata terulur pada sisi meja paling kanan untuk mengambil ponsel.

Hasta seputih susu itu bergulir mengecek satu persatu pesan yang masuk. Banyak sekali. Rata-rata, Jata  sering mendapat pesan via instagram dari orang-orang asing yang katanya Jata's Fansclub. Kebanyakan wanita.

Sulit dipercaya karena Jata sendiri  tidak tahu, kenapa banyak orang yang mengaguminya padahal bukan artis? Yah meskipun followers Jata bisa dikatakan melebihi beberapa selebram Indonesia.

Renjana [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang