Act 07

568 111 12
                                    

Notes : +/- 6700 kata. Semua terungkap di chapter ini.

Suasana sunyi padatkan seisi ruangan putih yang bercampur aroma khas obat-obatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana sunyi padatkan seisi ruangan putih yang bercampur aroma khas obat-obatan. Denting jam dinding di sudut ruangan menjadi satu-satunya sumber suara. Agaknya semesta beri konklusi bahwasanya antariksa tengah bersedih. Langit dari luar jendela saja terlihat sangat suram. 

Saat ini telah menunjukkan pukul enam sore. Terhitung dua jam, wanita muda bernama Rosena berada di bangsal ini. Menunggu Alin yang masih belum sadarkan diri. Bukan tanpa alasan, selepas perbincangan dengan Veedan beberapa saat lalu, kekasihnya putuskan pergi ke bangsal tempat sang mama di rawat yang ternyata berada di rumah sakit sama seperti Alin. Jadilah Rose menawarkan agar dirinya menjaga Alin dan Veedan bisa bertemu sang mama. 

"Veedan, apa kamu sekarang baik-baik saja?" Tanya Rose pada udara yang berlalu. Rasa khawatir  membabat habis kewarasan. Sedari setengah jam selepas Veedan beranjak dari ruang ini, Rose tidak henti mengkhawatirkan lelaki itu. Tentu saja sebab bagi  Rosena, Veedan adalah hal yang paling berarti. Lelaki itu pendaran matahari yang beri cahaya dalam hidup Rose. Veedan adalah padang bunga yang beri warna pada setiap tarikan nafasnya.

"Mama—mama."

Rose yang baru merenung mendadak bertempiar tatkala mendengar suara lirih. Atensi  buru-buru pandangi Alin yang mulai membuka mata. Senyum simpul Rose menjadi isyarat betapa dia senang melihat Alin terbangun.
Buru-buru, Rose melangkah ke ranjang Alin.

Dia menggenggam tangan Alin seraya berujar, "Syukurlah kamu sudah bangun. Alin."

Sementara di sisi lain, Alin bingung. Dia melepas genggaman tangan Rose. Kepala Alin pening seperti ditekan dengan balok kayu. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Lalu tiba-tiba, seorang wanita muda berada di sampingnya. Alin tidak tahu apa yang terjadi kecuali setitik impresi perihal dirinya yang hampir, tertabrak truk?

Apakah sekarang Alin berada di nirwana dan sosok di sampingnya adalah seorang dewi? Tidak—tidak. Alin menggeleng. Dia menoleh ke kiri, melihat infus tertancap di tangannya. Segera Alin lepas begitu saja. Sejurus kilat memposisikan diri guna duduk alih-alih tetap terbaring.

"Apakah nirwana juga memiliki fasilitas rumah sakit?" Tanya Alin. Dia kembali pandang Rose di samping kanan. "Apakah kamu dewi yang akan adili aku? Aku benar-benar mati? Tertabrak Truk itu? Ini tidak benar. Harusnya aku tidak datang menemui kak Veedan jika aku justru berakhir mati seperti ini. Mama—maafkan aku,"

Rose yang sedari tadi dilanda pilu karena memikirkan Veedan, sontak merasa perutnya dikelilingi kupu-kupu karena tingkah lucu Alin. Dia tertawa beberapa saat, sebelum kembali memandang Alin yang masih gaduh.

"Apa kamu tidak mengingat apapun selain truk melaju?"

Alin berpikir sejenak. Barangkali ada ingatan yang tersempil di otaknya. Lalu Alin menepuk kedua paha dengan kedua tangan. Dia berbicara sedikit berteriak. "Tunggu! Seorang wanita meyelamatkanku seperti super hero." Ujarnya.

Renjana [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang