Act 09

380 99 18
                                    

      

           Veedan terus menelfon Rose, tetapi tidak satupun panggilan di jawab oleh kekasihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

           Veedan terus menelfon Rose, tetapi tidak satupun panggilan di jawab oleh kekasihnya. Langkah kaki Veedan kini terasa berat, mencari Rose hampir seisi rumah sakit dan tidak bisa menemukan sosok itu. Kemudian untuk kesekian kali, Veedan menekan panggilan pada nomor Rosena. Sembari terus berjalan, Veedan penuh harap agar Rose beri dia kesempatan untuk menjelaskan.

Akhirnya, saat panggilan diterima setelah sekian kali mencoba, Veedan berhenti. Berhenti di depan pintu ruang dokter. "Rosena? Kamu di mana?"

Veedan mengawali pembicaraan via telfon itu. Jauh diseberang sana, Rose masih terdiam hingga pada detik kesepuluh, hembusan nafas menjadi hal pertama yang Veedan dengar. "Rosena...kamu harus dengarkan dulu—"

"Kenapa menelfonku? Apa sekarang kamu baru ingat ada aku." Jawab Rose ketus.

Hal itu tentu membuat Veedan yang mendengar kaget bukan main. Rose gadis yang lembut sepanjang dia mengenal sosok itu. "Rose aku minta maaf. Mari bertemu dan selesaikan kesalahpahaman ini." Mohon Veedan.

"Jangan hubungi aku . Aku sedang tidak ingin mendengar atau bahkan melihatmu."

Tut....Tut....Tut....

Panggilan dimatikan sepihak oleh Rose. Kontan Veedan sugar rambut ke belakang. Dia meninju udara karena merasa kesal. Bukan pada Rose melainkan dia sendiri yang tidak bisa menjaga perasaan gadis itu. Lantas setelah menetralkan perasaan, Veedan melangkah pergi dari tempat itu. Namun, tanpa sengaja dia menabrak seseorang.

Brak......Kedabruk

Veedan menabrak seorang dokter hingga membuat berkas-berkas milik dokter berkacamata itu jatuh ke lantai. "Astaga. Maafkan saya. " Kata Veedan, lalu setengah jongkok guna membantu dokter lelaki itu. Akan tetapi, Veedan tidak sengaja melihat pin nama milik sang dokter.

dr. Jinan. Bukankah itu orang yang menelfon Rose pagi tadi?

"Tidak papa. Aku bisa sendiri." Ucap dokter itu seraya memunguti berkas yang berceceran di lantai.

Veedan tergagu, lalu dia tidak sengaja melihat berkas yang terlihat jelas dari mata. Dengan seksama, Veedan membaca lembar itu saat dokter di hadapannya masih memunguti yang lain. Detik itu pula, akal waras Veedan seakan tidak bisa diajak kompromi lantaran sebuah nama yang tertulis di sana.

Rosena Biru Prasetya
Dissociative Identity Disorder

Veedan hendak mengambil berkas tersebut, tetapi sang dokter lebih dulu mengambilnya. "Kupikir anda benar-benar ingin membantuku. Lain kali hati-hati ya mas." Ujar  dokter itu kemudian beranjak, mengambil langkah memasuki ruangan tempat Veedan tadi berdiri di depan pintu guna mengangkat telfon.

Seketika, Veedan menatap ruangan  beserta dokter Jinan yang masuk. Pandangan Veedan tidak lepas dari papan di atas pintu. Dari situ, Veedan tahu bahwa dokter Jinan adalah seorang dokter syaraf dan neurotika. Akan tetapi, kenapa nama Rose ada disalah satu berkas yang dia bawa? Sepersekon setelah bertanya pada dirinya sendiri, Veedan menggeleng. Dia bergegas buka ponsel lalu mengetikan nama Bagas untuk dihubungi.

Renjana [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang