Act 10

436 102 38
                                    

Coba komen yang banyak xixixi! Biar author semangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Coba komen yang banyak xixixi! Biar author semangat.

××|××

"Kenapa baru memberiku kabar? Kamu tahu aku seperti hampir gila karena mencari keberadaanmu?"

Veedan terengah-engah. Dia baru saja berlari. Singkat cerita, Veedan dapat telfon lagi saat dia masih dalam pencarian Rosena. Disaat tahu bahwa Rose yang menelfon dan beritahu perihal keberadan, Veedan buru-buru tancap gas. Langkah kaki membawa dia ke sebuah taman kota yang sudah sepi. Tentu saja, hari sudah masuk pukul lima sore.

Veedan putuskan duduk di samping Rosena. Dia meraih tangan gadisnya, tetapi pandangan sang gadis hanya tertuju ke depan alias kosong. Hembusan nafas Veedan terdengar parau lantas dia berkata, "Rose, kamu harus dengarkan aku. Aku minta maaf atas kejadian tadi. Dia namanya Erin, mantanku dulu. Kami putus tiga tahun lalu karena dia selingkuh. Sungguh tadi aku hanya syok. Aku juga tidak lagi ada rasa dengan wanita itu."

Rose tetap diam, masih tidak hiraukan Veedan yang terus membujuknya. "Kamu marah? Maafkan aku sungguh Rose." Pinta Veedan.

"Benar sekali," ucap Rose menoleh pada Veedan, "Aku sangat marah sampai rasanya ingin membakar seisi rumah sakit itu. Hanya saja, aku tidak bisa lama-lama marah padamu."

"Wanita jelek itu yang kurang ajar. Ingin sekali aku menjabak rambut wanita itu." Emosi Rose meluap-luap. Ah salah, emosi Biru. "Akan tetapi, aku sudah memaafkanmu kok."

Ekspresi Rose berubah. Dia gandeng lengan Veedan lantas bergelayut di sana. Sontak Veedan membelalakkan mata, dia lirik Rose dengan manik mata yang berkaca-kaca. Veedan seperti berhadapan dengan orang baru. Rose bukan gadis  penuh emosi ataupun suka bermanja-manja.

"Rose, kenapa kamu tiba-tiba," gagap Veedan. Dia ingin patahkan presepsi buruk pada Rose atas fakta-fakta yang dia dapat hari ini. Akan tetapi, Veedan justru mendapati perubahan sikap luar biasa dari kekasihnya. Agaknya, nama dalam berkas itu adalah benar nama kekasihnya, Rosena Biru Prasetya.

"Aku sudah sejak lama ingin melakukan ini. Bermanja dengan lelaki yang aku suka."

Stagnan ditempat, jantung Veedan berdebar tak karuan. Ada kata yang agaknya bisa Veedan koreksi dan menjadi bukti bahwa sosok yang bersamanya berbeda. Rose selalu mengatakan Veedan adalah lelaki yang dia cintai ( c-i-n-t-a-i ). Sangat jarang kekasihnya itu mengatakan lelaki yang dia sukai. Tak butuh waktu lama, Veedan melepaskan pegangan tangan Rose. Dia menatap manik mata gadisnya yang semburatkan rona berbeda.

Veedan berujar, " Apakah kamu benar-benar sudah maafkan aku?"

Kepala Rose mengangguk-angguk. Dia memegang pipi Veedan dengan kedua tangannya sesaat kemudian. " Veedan, tatap mataku. Aku memaafkanmu, sayang." Akhir perkataan Rose  diawali dengan labium gadis itu yang sengaja dia tempelkan pada milik sang lawan bicara.

Mutlak detik itu juga, bola mata Veedan seperti akan keluar dengan sendirinya. Dia tidak percaya Rose akan menciumnya di tempat terbuka seperti ini. Rosena bukanlah orang yang bisa dengan berani melakukan itu, kalaupun iya—Veedan adalah sosok yang mengawali terlebih dahulu ( seperti saat di pantai ). Bergegas, Veedan menarik mundur kepala Rose. Dia mengatur nafas baik-baik hingga akhirnya kembali menatap Rose penuh tanda tanya.

Renjana [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang