Act 15

367 89 18
                                    

××|××

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

××|××

Rose sampai rumah sekitar pukul tiga sore. Veedan tidak mampir karena ada suatu hal penting. Rose  tidak mempersalahkan itu. Lagipula, sejak pagi bersama Veedan sudah cukup.

Saat Rose memasuki rumah, dia disuguhkan pemandangan papa dan mama yang duduk bersantai di ruang keluarga.

Papa membaca koran dan mama entah melakukan apa dengan ipadnya. Rose berjalan pelan. Kini dia berdiri kurang dua langkah dari orang tuanya. Sepersekian detik, Rose memberikan salam pada mereka.

"Rose pulang." Kata Rose pelan, tetapi nada bicaranya terdengar amat larat.

Mendengar suara putrinya, papa langsung mengalihkan atensi. Dia tatap Rose lalu meminta anak itu duduk.

"Kamu sudah pulang? Duduk. Papa mau bicara."

Bungsu Prasetya itu mengangguk. Dia teruskan langkah lalu duduk di sofa yang berseberangan dengan orang tuanya. Pandangan mata tidak lepas dari papa yang tengah bertampang serius. Firasat Rose,  papa hendak membahas tentang operasi itu. Oleh sebab itu, Rose putuskan memulai kata terlebih dahulu.

Namun, belum sempat Rose berbicara, papa sudah meletakkan lembaran di atas meja. "Tanda tangani. Kamu harus bersiap untuk operasi dua hari lagi."

Tunggu. Rose tertegun. Dia kontan ambil berkas itu dan membaca setiap poin didalamnya. Mendadak jantung Rose berdebar saat dia memindai seisi kertas itu. Aliran darahnya berdesir dan benaknya meraung kesakitan.

Rose langsung memandang papa setelah selesai dengan berkas itu. Dia menggeleng pelan. "Aku tidak mau operasi."

Papa dan mama saling melempar pandangan. Papa sampai geleng kepala mendengar jawaban Rose.

"Kenapa? Operasi ini satu-satunya jalan untukmu, Rosena." Kata Papa berusaha menyakinkan Rose.

Mama menutup mata saat tahu papa sudah mulai naik emosinya. Bisa dilihat dari cara suaminya memandang putrinya. "Pa, mungkin kita menunda—

"Diam kamu! Ini demi Rosena. Jangan pikir untuk menunda pembahasan ini."

Atensi papa kembali pada Rosena. Tapi sang putri hanya menunduk tanpa menatapnya. Total amarah papa makin memuncak.

"Kamu harus lakukan operasi itu!"

Papa berteriak keras pada Rose. Lelaki itu tidak peduli sang istri yang sudah memohon agar tetap tenang. Baginya kesembuhan Rose adalah penting dalam hidupnya. Kendati berat saat nanti dia juga akan dilupakan, tetapi lebih baik ketimbang rasa malu yang akan mengikuti setiap langkahnya sebab Rose penderita gangguan mental.  Padahal anak itu calon dokter.

"Tidak ada masa depan ditanganmu! Kamu tidak bisa jadi dokter. Kamu gila!"

Mata Rose terbelalak. Rose pikir papa lakukan itu lantaran masih punya sedikit kasih sayang  untuk dirinya  Ternyata papa memikirkan karier yang dia agung-agungkan.

Renjana [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang