Act 11

351 97 6
                                    

××|××

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

××|××

Sepanjang hidup, Veedan sering bertanya apa romansa antara Romeo dan Juliet adalah sebuah realita atau sekadar bualan belaka? Memang manusia ada yang mau berkorban atas dasar kata cinta? Sangat tidak masuk akal. Sayangnya, semua presepsi itu terpatahkan sebab Veedan sudah terjebak dalam kubangan memabukkan yang disebut cinta itu sendiri.

Veedan jatuh hati pada gadis biasa yang  jauh dari kata sempurna. Ralat, mungkin bisa digaris bawahi kalau gadis pujaan hati Veedan berasal dari golongan terpandang. Akan tetapi, gadis itu teramat sederhana dan berhati lembut. Oh tentu, dia adalah Rosena Biru Prasetya, gadis manis yang bubuhkan bibit cinta dalam setiap langkah Veedan.

Rose cantik, senyumnya seteduh rona senja dikala sore menjelang malam. Tutur kata gadis itu juga halus bak benang sutra. Bahkan menurut Veedan, Rose gadis penuh afeksi yang pernah dia kenal. Rose tak pernah absen ingatkan Veedan  melakukan hal baik sepanjang dia bisa. Gadis itu selalu beri wejangan kalau Veedan harus makan dengan baik dan teratur. Tidak lupa juga kesehatan harus dijaga karena itu nomor satu.

Orang mana yang tak luluh dengan semua perhatian itu? Telak bahkan tidak bisa lagi dielak, Rose sudah hancurkan ego kolektif dalam hati Veedan. Rose membuat Veedan kembali percaya cinta. Sebab Rose pula, Veedan mulai memberi ruang untuk berdamai dengan diri sendiri. Veedan tidak lagi salahkan hidup atau sang mama.

Namun, siapa sangka bahwa sesosok yang teramat dia puja selama ini bersembunyi dalam topeng baik-baik saja? Rose telah menggores hati Veedan kala dia merasa tidak berguna sebagai seorang kekasih karena sama sekali tidak tahu tentang semua rasa sakit gadis itu. Memang benar mereka  berbagi cerita terlampau banyak. Pun Veedan pikir dia sudah tahu  pasti semua tentang rasa sakit Rose seperti tentang sang saudara kembar dan perbedaan kasih sayang dari orang tua. Akan tetapi, apa yang selama ini Veedan tahu ternyata hanya sebagian kecil dari semua rasa sakit gadis itu.

Ibaratkan sebuah donat, maka hal yang Veedan tahu tentang Rose selama ini baru seperempat bagian alias belum seluruhnya. Bodoh, selama ini Veedan pikir Rose sudah berdamai dengan rasa sakit seperti dirinya. Ternyata semua salah dan Veedan merasa gagal menjadi bahu tempat gadis itu bersandar. Rose terlalu kuat dengan persona 'baik- baik saja. Menangis setiap hari? Tidak pernah tidur nyenyak dalam tidurnya? Lalu luka lain dari kekasih Melisa? Veedan benar-benar ingin memecahkan teka-teki itu. Kendati hanya warna abu yang Veedan dapati untuk saat ini.

Perlahan Veedan menutup mata sejenak. Selepas beradu pikir dengan segala gaduh dalam kepala, lelaki itu menatap sendu gadis yang kini masih tertidur di kasur miliknya. Padahal hari sudah menjelang pagi, tetapi Rose tidak kunjung membuka mata sejak kemarin malam. Veedan dilanda khawatir luar biasa. Takut sekali saat melihat Rose dalam keadaan seperti ini.

"Rose, kapan kamu bangun hmm?" Veedan mengecup tangan gadis itu. Setetes air mata turut membasahi. Detik berikutnya, Veedan menaruh tangan Rose di dadanya. "Bisa kamu rasakan degup jantungnya kan? Detak ini hanya buat kamu Rose."

Renjana [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang