Bab.14

14 4 0
                                    


Perasaan dan pikiran Lili masih tak tenang sejak tadi mereka dikantin apalagi pas Seno dateng dan berbicara kalo anak Amrio ada yang terbunuh. Membuat Lili ketakutan dan mengingat kejadian dimana Vincen terluka saat berhadapan dengan Kezil dulu. Lili gak mau Vincen sampai terluka lagi walau Lili tau Vincen kuat dan ketua Glansine yang melindungi anggotanya.

Vincen merasakan Lili memeluk tubuhnya dengan erat saat Vincen telah sampai didepan rumah Lili. Membuat Vincen binggung dan menenggok kebelakang dan membuka helmnya.

"Kenapa?" tanya Vincen menggengam tangan Lili yang melingkari tubuhnya.

Lili hanya mengelengkan kepala masih dengan memeluk tubuh Vincen dengan erat seakan tidak ingin Vincen pergi.

Vincen mengerutkan alisnya dan merasakan tangan Lili yang dinggin digengamannya.

"Lili!" kata Vincen lagi.

"Aku takut." lirih Lili. Dan turun dari atas motor Vincen.

Vincen yang melihat raut wajah kekasihnya yang pucat menarik tubuhnya kedalam dekapannya. Vincen tau apa yang sedang Lili pikirkan terlihat dari raut wajahnya Vincen juga merasakan sejak tadi di kantin Lili hanya diam saja walau Vincen sudah mencoba untuk mengajaknya berbicara. Namun Lili hanya tersenyum menangapinya.

"I'll be fine?" ucap Vincen mengelus punggung Lili dengan lembut.

"Tapi..." balas Lili. Melepas pelukannya.

"Kamu percaya sama aku kan." Vincen membawa tangan Lili menjadi satu dan mengecupnya.

Lili menganggukan kepalanya walau masih ada terbesit rasa takut dan kuatir.

"Janji sama aku kalo kamu gak akan terluka lagi seperti dulu." kata Lili.

"I promise."

Vincen tersenyum saat melihat wajah Lili yang sudah tidak pucat lagi dan membelai rambut panjangnya.

"Aku masuk dulu yah. Kamu hati-hati yah pulangnya jangan ngebut juga" tanya Lili.

"Ya, sayang aku gak ngebut."

Lili membuka gerbang rumahnya dan berjalan masuk tapi saat sampai pintu Lili menengok untuk melihat Vincen yang masih duduk di motornya. Vincen melambai tangannya menunggu Lili sampai benar-benar masuk kedalam Lili pun membalaslambaian tangan Vincen dan masuk kedalam rumahnya.

Setelah memastikan Lili benar-benar telah masuk kedalamrumahnya baru lah Vincen pergi. Tapi sebelum itu dia mengeluarkan handphonenya menelpon Bellen yang mungkin sedang menunggunya.

"Halo, lu dimana?" tanya Vincen.

"Biasa, di warung bu Indun sama anak-anak nungguin lu." balas Bellen disebrang.

"Okay. Gue otw." kata Vincen menutup sambungan telponnya dan memasukannya disaku. Dan berjalan pergi.

Sedangkan Lili yang sudah didalam kamar merebahkan tubuhnya walau Lili mencoba untuk tidak kuatir dan percaya dengan Vincen meski perasaannya takut. Lili mencoba memejamkan matanya untuk tidur namun semakin lama matanya Lili pejamkan semakin besar rasa takutnya. Takut terjadi yang tak mengenakan kepada Vincen kekasihnya walau Vincen sudah mengatakan bahwa dirinya bakal baik-baik saja. Lili menarik napas dalam dan menghempuskannya secara pelan-pelan berharap perasaan takutnya menghilang dalam hati Lili berdoa semoga Vincen dan yang lainnya akan selalu dilindungi dan akan baik-baik saja tidak akan ada yang terluka lagi.

Hingga tidak terasa Lili pun pergi kealam mimpinya dengan memeluk boneka koala pemberian Vincen.

Vincen memakirkan motornya berjalan ke warung Bu Indun yang sudah ada Nevan, Bellen, Eros Gaian dan anak Glansine lainnya yang sudah kumpul Vincen pun duduk disamping Nevan.

"Apa lu udah ketemu siapa dalang dari pembunuh Amrio." tanya Vincen ke Nevan.

Nevan mengelengkan kepala."Sepertinya mereka sengaja menghilangkan jejak pembunuh salah satu anak Amrio." balas Nevan.

"Serius lu Van?" sahut Gaian.

"Hmn. Gue mencoba cari bukti dan kebenaran tapi nihil hasilnya."

"Sialan, mang sih Amrio cari mati beneran." emosi Bellen yang udah gak sabar ingin menghajar Amrio.

"Tahan emosi lu Len. Kita gak boleh gegabah." ujar Eros menahan Bellen.

"Bener apa kata Eros Len. Kita gak boleh gegabah." timbal Gaian.

"TERUS KITA MESTI DIEM AJA GITU DIFITNAH SAMA AMRIO? KALO KITA YANG MEMBUNUH SALAH SATU ANAK AMRIO?!" bentak Bellen.

"Bukan begitu Len maksud gue." balas Gaian.

"TERUS MAKSUD LU GIMANA? GUE GAK TERIMA KALO KITA DIFITNAH TANPA ADA BUKTI."

"GUE JUGA SAMA GAK TERIMA LEN?! BUKAN LU DOANG, YANG LAIN JUGA SAMA?" Gaian membalas bentakan Bellen ikut emosi.

"BERHENTI?!" bentak Vincen membuat Bellen dan Gaian diam. Begitu pun yang lainnya kecuali Nevan.

"Gue disini mau diskusiin bukan saling membentak." lanjut Vincen melihat Bellen dan Gaian bergantian.

Mereka semua pada diam jika Vincen sudah berbicara tidak ada yang berani untuk bersuara begitipun Bellen dan Gaian.

"Maaf, Vin Gue ke bawa emosi tadi." maaf Bellen menyesal.

"Gue juga sama Vin maaf." Gaian juga ikut meminta maaf.

"Gue rasa mulai sekarang kita mesti kudu hati-hati Vin, dan jangan bertindak secara gegabah. Gue merasa ada mata-mata disekitar kita." jelas Nevan.

Vincen mengangkat alisnya melirik mereka semua satu persatu seakan yang diucapkan Nevan ada benarnya. Membuat semua yang berada disitu diam dan tubuh mereka kaku saat ditatap oleh Vincen yang sangat menakutkan. Walau Vincen masih belom yakin seratus persen bahwa anak buahnya ada yang menjadi mata-mata Amrio. Karna Vincen yakin anak buahnya gak ada yang berani mengkhianati dirinya atau pun Glansine tapi jika sampai itu benar terjadi dan ada salah satu anak buahnya yang menjadi mata-mata Vincen gak akan segan-segan untuk menghajarnya hingga tak bisa untuk bangun lagi. Karna Vincen sangat membenci orang yang berani mengkhianati dirinya yang udah dipercaya.

"Maksud lu, diantara kita ada yang bekerja sama dengan Amrio?" tanya Eros penasaran.

"Maybe?" Nevan mengangkat bahunya.

"Gue rasa cukup sampai disini dulu. Besok kita lanjutin lagi, hari juga udah semakin sore." ucap Vincen menutup pokok pembicaraan.

Mereka semua lantas pamit dan pergi satu persatu untuk pulang. Namun tidak dengan Vincen dan keempat temannya yang masih ditempat belom beranjak untuk pulang.

"Apa lu yakin dengan omongan lu yang tadi Van." tanya Vincen. Saat hanya tinggal mereka yang tersisah.

Nevan menganggukan kepalanya."Hmn. Gue yakin dan gue juga mencurigai seseorang, tapi gue belom mastiin apakah bener dia orangnya apa bukan." jelas Nevan.

"Bangsat. Beneran lu Van ada dari salah satu dari anak Glansine." sahut Eros.

"Vin kalo bener sampai ada yang jadi mata-mata Amrio kita mesti bertindak." kata Bellen. Eros, Gaian dan Nevan juga setujuh dengan Bellen.

"Gue tau. Tapi kita juga gak boleh nuduh orang tanpa ada bukti. Gue juga mau mastiin apakah bener salah satu dari anak Glansine ada yang jadi mata-mata apa tidak." jelas Vincen.

"Van gue mau lu cari tau siapa orang yang udah bekerja sama dengan Amrio." pinta Vincen ke Nevan.

"Hmn."

Nevan, Bellen, Eros dan Gaian mengangukan kepalanya dan mencari tau siapa dalang dari ini semua.

"Gue gak akan ngelepasin orang yang udah berani mengkianati gue." ucap Vincen. Mengepalkan kedua tangannya menjadi satu.

*
*
*
*
*
To be continued

Vincenzo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang