Bab. 16

18 4 0
                                    


Vincen berjalan cepat memasukin rumah mewah bahkan hampir bisa dikatakan berlari. Vincen juga tak menghiraukan pelayan yang menyapanya karna dikepalanya hanya ada kata neneknya. Saat Rudy mengabari dirinya bahwa neneknya jatuh sakit Vincen tanpa bak bibu langsung untuk pergi kerumahnya yang dimana neneknya tempati.

Vincen berpaasan dengan Rudi yang memang sudah ada di depan pintu kamar Luna majikannya.

"Tuan muda." sapa Rudi.

"Bagaimana keadaan nenek saya?" tanya Vincen tanpa basa basi.

"Nyonya hanya kecapean tuan." jawab Rudi. "Nyonya juga lagi tidur didalam." katanya lagi.

Vincen langsung masuk kedalam kamar neneknya yang sedang tidur denganselang infus ditangannya. Vincen menarik kursi kecil yang disamping meja rias. Yang dimana neneknya sering untuk berdandan.

Vincen memperhatikan wajah neneknya yang sudah berumur walau  umur Luna sudah berumur tapi wajahnya masih awet muda itu terlihat sangat jelas sekali. Vincen mengenggam tangan neneknya Luna dan membelainya entah sudah berapa lama saat Vincen kecil dulu tangan ini yang selalu membelai pala Vincen saat Vincen sedang sedih atau kesepian. Sangat jelas dalam ingatan Vincen dulu tangan neneknya tidak sekurus ini dan berkerut dulu neneknya mempunyai badan yang sangat bagus dan langsing bahkan tangannya juga mulus tanpa ada bulu. Neneknya dulu sangat cantik bahkan ibunya kalah dengan neneknya Vincen kecil dulu mengira neneknya adalah seorang bidadari yang jatuh dari bumi untuk menjaga dirinya.

Hinga suatu hari dimana saat Vincen masih kanak-kanan dan Vincen pulang sekolah menunggu jemputan sopirnya. Dan Neneknya Luna yang menjemput dirinya membuat semua orang bahkan gurunya pun terpesona oleh kecantikan Luna neneknya. Membuat Vincen marah bahkan Vincen juga mengomeli satpam dan orang yang berani melihat kecantikan meneknya. Vincem tidak mau ada orang lain yang berani untuk mendekati neneknya atau pun melirik neneknya. Mungkin dulu Vincen sangat posesif dengan neneknya walau Vincem masih berumur tujuh tahun.

Karna baginya yang pantas bersanding dengan Luna neneknya hanya Leonard Lysander kakek Vincen yang sudah meninggal saat Vincen masih berumur lima tahun. Leonard adalah sosok kakek yang sangat tegas dan penyanyang. Leo juga sering mengajak Vincen ketempat yang banyak sekali permainannya. Membuat Vincen betah dan tidak ingin pulang Leo sangat memanjakannya apa pun yang Vincen mau akan dikabulkan oleh Leo. Walau Luna neneknya dan kedua orang tuanya menegur Leo untuk tidak selalu menuruti kemauan Vincen cucunya yang sangat Leo sayangi.

Vincen dulu ingin sekali seperti kakeknya Leo yang setia dengan Luna istrinya, sayang dengan cucu menantu dan anaknya. Leo juga mengajarkan Vincen untuk tidak selalu sombong dengan apa yang kita punya bahkan Leo juga selalu mengajarkan Vincen untuk saling berbagi dengan orang yang membutuhkan. Hari-hari itu yang selalu menjadi kenangan yang tak pernah Vincen lupakan seumur hidupnya. Jika saja kakeknya masih hidup mungkin Vincen tidak akan menjadi seperti ini. Yang kejam dengan orang dan tidak mempunyai hati sama sekali Vincem juga yakin jika kakeknya melihat dirinya ini pasti kakeknya akan kecewa dengan dirinya.

Luna merasa ada tangan yang membelainya. Bulu mata lupa perlahan terbuka melihat siapa yang menjenguknya. Bibir pucat Luna tersenyum saat cucunya yang tampan berada disampingnya.

''Nenek senang bahwa cucu nenek tidak melupakan nenek." kata Luna dengan suara serak.

"Vincen tidak pernah melupakan nenek yang sangat Vincen sayangin nek." balas Vincen dengan senyum lebarnya.

"Apa nenek masih ada yang sakit biar Vincen panggilkan dokter lagi? Atau kepala nenek masih sakit? Vincen sangat takut jika kehilangan nenek yang sangat Vincen sayangin." ucap Vincen bertubi-tubi.

Luna hanya tersenyum melihat cucunya yang sangat mengkhawatirkan dirinya.

"Nenek sudah tidak sakit lagi karna disamping nenek sudah ada cucu nenek yang selalu ada buat nenek." Luna tersenyum dan tertawa bebarengan.

"Nenek! Vincen sangat khawatir dan takut sekali. Vincen mohon jangan seperti ini lagi. Karna hanya nenek seorang yang Vincen punya." isak Vincen melihat Luna neneknya yang sedang sakit.

Tangan Luna menghapus air mata Vincen cucunya bahkan hatinya pun ikut menanggis melihat cucunya yang sangat mengkhawirkan dirinya.

"Rasanya seperti baru kemarin nenek mengendong kamu dan sekarang nenek gak nyangka kalo cucu nenek ini sudah tumbuh semakin dewasa." ucap Luna tersenyum melihat Vincem cucu kesayangannya.

Vincen pun balas tersenyum walau dengan sisa-sisa jejak air mata dipipinya.

Vincen membantu Luna untuk duduk dan menaroh bantal dibelakang tubuhnya untuk menganjalnya. Agar Luna neneknya tidak terlalu sakit saat menyender dikasurnya.

Luna mengenggam tangan Vincen." Umur nenek sudah semakin tua dan bertambah bahkan nenek juga tidak tau kapan Tuhan akan memanggil nenek." Tutur Luna.

Vincen kaget dan mengelengkan kepala saat neneknya berbicara hal yang tidak mengenakan." Kenapa nenek berbicara seperti itu?" tanya Vincen.

"Vincen, nenek sekarang sudah rapuh dan tua nenek juga sudah tidak mungkin untuk bisa banyak beraktivitas seperti biasa."

"Nek, Vincen." ucap Vincen berhenti saat tau kearah mana neneknya berbicara.

"Nenek tau mungkin ini sangat cepat buat mu. Tapi nenek ingin kamu meneruskan perusahaan keluarga Lysander." Jelas Luna. Mencoba untuk membujuk cucunya untuk mau menjadi penerus perusahaan miliknya.

Walau harapan Luna sangat tipis tapi Luna menyakinkan dirinya bahwa Vincen cucunya mau menjadi penerus perusahaannya. Luna juga sudah sering membujuk Vincen agar mau meneruskan perusahaan miliknya. Tapi Vincen selalu menolaknya dengan halus Vincen tidak ingin tergantungan dengan kekayaan yang bukan atas nama dirinya ucapnya saat Luna makan malem bersama Vincen cucunya.

Vincen selalu berfikir suatu hari nanti jika dia besar dan dewasa Vincen ingin membangun perusahaannya sendiri dengan jerih payahnya. Seperti Almarhum kakeknya yang mulai dari nol sampai menjadi berjaya hingga detik ini yang masih dipegang oleh Luna neneknya. Vincen juga tau keadaan neneknya sekarang yang memang sudah cukup tua dan benar apa yang diucapkan neneknya bahwa sudah tidak mungkin lagi buat Luna neneknya untuk bisa bekerja lagi seperti dulu diperusahaannya.

"Iya. Vincen akan mempertimbangkannya nek." ucap Vincen.embuat Luna tersenyum senang.

"Tapi sekarang ini Vincen mau fokus untuk sekolah dulu. Hingga Vincen lulus dan bisa memberikan nilai yang memuaskan untuk nenek." lanjut Vincen.

"Iya, makasih sayang kamu memang cucu tersayang nenek. Nenek juga yakin pasti kamu bisa memberikan nenek nilai yang terbaik dan bisa membangakan nenek." balas Luna. Vincen puembalas dengan senyuman.

Dilain tempat berdiri sepasang suami istri yang menunggu didepan ruang rawat. Sekar sang istri tak hentinya menanggis disepanjang perjalanan kerumah sakit. Bahkan Ferdi pun juga sama cemasnya seperti sang istri berbagai doa Ferdi ucapkan untuk keselamatan putri tercintanya.

Tak lama dokter pun keluar dari ruangan tersebut. Dengan cepat Ferdi menghampiri dokter tersebut Disusul dengan Sekar yang juga ingin tau keadaan anaknya.

"Dok, gimana keadaan putri saya?" tanya Ferdi. Dan sekar disampingnya dengan tangan terkepal dan berkeringat.

"Putri anda..."

*
*
*
*
*

To be countinued

Vincenzo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang