Bab. 22

6 1 0
                                    


Lili membuka matanya perlahan melihat sekeliling ruangan yang bernuansa putih semua. Apakah dirinya sudah tiada ataukah Lili sedang berada di surga batinnya. Namun saat matanya melihat wanita paru baya menghampirinya Lili tersadar kalo dirinya masih hidup terlihat jelas dari suara Sekar ibunya yang memanggil namanya.

"Sayang syukurlah kamu siuman mama sangat takut sekali jika kamu meninggalkan mama." kata Sekar. Mengenggam tangan putrinya.

Tengorokan Lili sangat kering bahkan bibirnya pun terasa kaku saat ingin berbicara.

"Apa kamu mau minum. Sini mama bantu." Lili menganggukan kepala sebagai jawaban.

Sekar mengambil air dimeja membantu putrinya untuk minum membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Setelah itu sekar membaringkan putrinya lagi mengelus kepalanya.

"Sayang." panggil Ferdi saat dirinya sudah kembali berjalan mendekati istrinya.

"Sayang putri kita sudah sadar." ucap Sekar dengan mata berkaca-kaca.

"Alhamdullilah, sayang akhirnya kamu sadar juga papa dan mama sangat khwatir dan takut." Ferdi bahagia melihat anaknya yang sudah siuman bahkan Ferdi sampai meneteskan air mata saking bahagianya.

Ferdi mengelus rambut putrinya." Jangan pernah melakukan hal bodoh lagi. Papa dan mama tidak akan sanggup jika harus kehilangan kamu putri kami satu-satunya hanya kamu yang kami punya dan kami sayangi." ucap Ferdi.

Hati Lili seperti tersayat ribuan jarum saat mendapati kedua orang tuanya yang benar-benar khwatir dan takut kehilangan dirinya. Lili seperti orang bodoh yang tidak memikirkan bagaimana kedua orang tuanya saat dirinya ingin mengakhiri hidupnya Lili seakan tidak memikirkan bagaimana perasaan kedua orang tuanya sungguh egois sekali dirinya.

"Maaf. Mama papa Lili minta maaf udah bikin papa mama khwatir." tangis Lili menyesal sudah membuat orang tuanya sedih atas dirinya.

"Jangan minta maaf. Yang harusnya minta maaf adalah mama dan papa yang belom bisa jadi orang tua yang baik buat kamu." sela Sekar.

"Gak mah. Papa dan mama orang tua yang hebat jangan bilang seperti it. Lili yang salah disini yang gak memikirkan perasaan papa mama hingga Lili udah bikin mama dan papa menanggis." potong Lili.
Lili mencoba mengerakan tubuhnya yang ingin memeluk mamanya dengan susah paya.

"Sayang sebaiknya kamu berbaring saja. Jangan terlalu banyak bergerak apalagi kamu baru siuman." sela Ferdi membaringkan tubuh putrinya lagi kekasur.

"Maaf." ulang Lili lagi.

Sekar membelai rambut putrinya." apa kamu mau buah. Mama potongin yah pasti kamu lapar kan." kata Sekar. Lili menganggukan kepalanya sebagai jawabannya.

Sedangkan Ferdi pamit keluar karna ada panggilan telpon dari orang kantor.

Sekar memotong buah apel menjadi dadu diatas piring yang terletak dimeja kecil.

"Oh iya, mama mau tanya tadi sebelom kamu siuman mama mendengar kamu memanggil nama seseorang sayang." tanya Sekar. Menyuapin potongan apel kemulut putrinya.

Lili menautkan alisnya binggung." Siapa mah?" ucap Lili.

"Kalo gak salah Vin, Vin apa yah Vince  dia siapa sayang." Sekar menanya kembali.

Tubuh Lili menjadi tegang saat mamanya menyebut Vincen kekasihnya yang Lili tutupi. Apakah Benar Lili memanggil nama Vincen saat dirinya belom sadar bahkan Lili sendiri sampai melupakan Vincen orang yang selalu ada dan melindunginya. Bagaimana jika Vincen tau sekarang keadaan dirinya yang seperti ini apakah nanti Vincen masih memcintainya ataukah akan membenci dirinya. Memikirkannua saja sudah membuat Lili takut akan kebodohannya.

"Sayang." Sekar memanggil Lili dari lamunannya.

"Eh iya mah apa." jawab Lili gugup.

"Kamu kenapa sayang dari tadi mama panggil-panggil gak denger bahkan kamu melamun." tanya Sekar khwatir.

"Eh, maaf mah tiba-tiba aja pala Lili sakit." Lili mengalihkan pembicaraannya dengan ibunya yang penasaran dengan Vincen karna Lili belom siap jika harus bilang yang sebenarnya.

"Apakah sakit sekali. Apa mama harus panggil dokter." kata Sekar bertubi-tubi.

"Gak usah mah. Lagian gak begitu sakit banget hehe cukup mama yang nemenin Lili disini pasti sakit Lili ilang." Lili mencegah mamanya yang hendak memenggil dokter.

Sebenernya Sekar ingin sekali memanggil dokter untuk melihat kondisi putrinya namun diurungkannya saat melihat Lili yang tersenyum kepadanya.

"Sebaiknya kamu istirahat lagi sayang. Mama akan selalu disampingmu." Sekar mengelus pala Lili.

Lili memejamkan matanya saat Sekar ibunya menyayikan lagu nina bobo seperti saat dirinya masih kanak-kanak membuat dirinya terlelap.

*****

Sekar melipat pakaian kedalam tas karna hari ini putrinya sudah dibolehon untuk pulang. Bahkan dokter juga sudah mengecek kembali kondisi tubuh putrinya yang sudah sehat membuat Sekar dan Ferdi bernapas legah.

"Mah. Apa masih lama aku pulangnya." tanya Lili.

"Sebentar sayang papa lagi bayar admistrasi dulu. Kita tunggu papa dulu yah."

Sekar duduk disamping putrinya merapihkan rambut Lili yang panjang.

"Dulu mama sering banget pasangin kamu pita-pita kecil dirambut kamu." Sekar mengenang kembali saat Lili masih kecil.

"Iya Lili juga masih inget saat pertama kali Lili masuk Tk mama sering banget beliin Lili macam-macam bando sampai Lili binggu mau pakai yang mana. Bahkan sampai waktu pertama kali Lili mos juga mama pakaiin pita warna-warni dirambut Lili." Lili tertawa saat menggingat kembali bagaimana antusias ibunya yang memakaikan bermacam-macam pita dirambutnya. Membuat dirinya seperti boneka.

"Tapi sekarang anak mama sudah besar dan dewasa. Mama masih tidak menyangka. Dulu kamu masih sangat kecil dan imut."

"Apa sekarang Lili gak imut mah." Lili cemberut danengembungkan sebelah pipinya.

"Apa yah? Mungkin sedikit imutnya." goda Sekar mencubit pipi Lili gemas melihat anaknya.

"Mama, sakit tau." Ucap Lili.

"Ada apa nih kok. Anak papa cemberut sih." Tanya Ferdi yang baru dateng.

"Papa. Mama nih masa Lili dibilang udah gak imut lagi." adu Lili memeluk Ferdi ayahnya.

"Masa sih. Coba sini papa Liat apa benar putri papa udah gak imut lagi."

Ferdi memperhatikan wajah putrinya yang cantik seperti Sekar istrinya.

"Hmn." Ferdi pura-pura meneliti wajah putrinya dengan jari di dagunya.

"Putri papa bukan cuma imut tapi cantik seperti mamanya." kata Ferdi melirik Sekar yang duduk. Membuat Sekar tersipu malu dibuatnya walau mereka sudah berumur. Namun Ferdi masih saja membuat dirinya memerah seperti waktu mereka masih remaja.

"Ekhem." deham Lili. Membuat kedua orang tuanya jadi saling tingkah.

"Ah. Iya kayanya udah waktunya kita pulang sayang ayok." ajak Sekar kepada suami dan anaknya.

"Iya mah."

"Ayok pak Dido juga mungkin udah nungguin kita." kata Ferdi. "Biar aku aja yang bawa tasnya sayang." sambungnya.

"Makasih sayang." balas Sekar. Berjalan duluan dengan Lili anaknya.

Ferdi menenteng tas di bahunya. Berjalan Menyusul istrinya dan anaknya yang sudah pergi duluan.

*
*
*
*
*
To be countiued

Vincenzo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang