23. Bahaya

2 3 0
                                    

"Kita bertemu lagi."

"Ya." Depp menyunggingkan bibirnya, sementara tangannya masih menggenggam erat tangan Tesa di belakangnya.

Sosok itu mengangkat jemarinya dari tuts piano yang baru saja ditekannya. Kepalanya yang tertutup tudung jamper membuat wajahnya semakin terlihat tidak jelas, selain karena tidak ada cahaya yang menyorotinya.

Perlahan, sosok itu berjalan maju. Membuat ruangan tersebut ramai oleh bunyi sepatu kets-nya yang disemir hitam pekat. Kepalanya semakin terangkat, hingga membuat wajahnya terlihat jelas menyembul dari kegelapan.

Tesa mengigit bibir bawahnya, takut, sedangkan Depp semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Tesa. Mencoba menenangkan Tesa agar Tesa tidak perlu merasa takut, meskipun Depp juga tidak sepenuhnya berani.

"D-Depp." Tesa terbata, tidak ada ruang bagi mereka berdua untuk bergerak maju ataupun mundur.

"Nggak apa-apa, Sa." Depp menoleh sekilas, kemudian kembali menghadap sosok itu.

"Kenapa kamu kemari dengan membawanya? Kupikir, kamu akan datang sendiri. Tidakkah bisa kubilang, kamu ini begitu―pengecut?"

Depp kembali tersenyum miring mendengar ucapan sosok itu yang terdengar seperti ledekkan untuknya. "Lalu, bagaimana dengan lo? Terus bersembunyi, mana yang lebih pengecut?"

"Aku tidak bersembunyi. Kalian saja yang tidak bisa menemukanku."

"Emangnya lo sebenarnya siapa?" Tesa menyahut, nada suaranya terlihat gemetar. Terlebih, begitu ia melihat kilatan pisau aluminium yang bersembunyi di balik jubah yang dikenakannya.

"Biar gue yang bicara. Lo diam aja, Sa."

"Nggak, Depp. Kita harus tahu siapa ia, sebelum sesuatu yang buruk terjadi."

"Kalau begitu, biar jadi urusan gue."

"Kenapa kalian ingin tahu siapa aku? Apakah aku begitu penting untuk kalian?" lanjut sosok itu yang kemudian dijawab oleh Depp.

"Nggak penting lo siapa, yang penting adalah kenapa lo membunuh mereka?"

"Hahaha. Jadi, mana yang lebih penting bagimu, aku atau mereka?" Sosok itu tertawa, langkah kakinya terhenti, ia berdiri tepat satu meter di depan Depp dan Tesa.

"Jawab aja pertanyaan gue."

"Kamu akan kehilangan jawaban penting kalau hanya bertanya salah satunya." Sosok itu mengeluarkan pisau aluminium dari dalam saku jubahnya, kemudian mengacungkannya kepada Depp dan Tesa. "Kuulangi lagi, mana yang lebih penting bagimu, aku atau mereka?"

"Depp," ucap Tesa lirih. Mengisyaratkan agar Depp tidak bertindak lebih jauh.

"Jangan menelpon bantuan," cegah sosok itu sebelum Depp memerintahkan Tesa untuk menelpon bantuan.

"Ya. Cuma akan ada kita. Nggak perlu khawatir," jawab Depp kemudian.

Sosok itu tersenyum miring di balik maskernya, tanpa dapat dilihat oleh siapapun. Kemudian ia kembali menyimpan pisaunya.

"Kamu tidak perlu bersembunyi di belakangnya. Aku tidak akan melukaimu," ucap sosok tersebut kepada Tesa.

"Gimana gue bisa percaya, sementara lo pengen membunuh kami semua," jawab Tesa.

"Semua? Ya, kamu benar. Aku hampir saja lupa." Sosok itu terkekeh. "Tapi, jangankan membunuhmu, menyentuhmu saja tidak akan pernah kulakukan."

"Apa maksud lo?"

"Kalian seharusnya tidak lupa denganku." Suara sosok itu melirih. "Kalian semua sangat menyedihkan."

"Bicara lo nggak jelas, apa yang lo coba katakan?"

HASTA MANANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang