3. Riam dan Buku Catatan

3 4 2
                                    

Rumah Riam sepi seperti biasa. Hanya ada dirinya seorang di dalam rumah. Berulang kali dirinya mondar-mandir ke sana kemari, menyusuri seluruh bagian rumahnya untuk memastikan semuanya telah terkunci. Dilangkahkan kakinya cepat, semua pintu dan jendela dikuncinya. Lihat saja, Riam tidak lumpuh. Ia terlalu takut kepada Sn. Bot sehingga terpaksa berbohong bahwa kakinya lumpuh. Ia berharap Sn. Bot akan melepaskannya ketika tahu dirinya sudah celaka. Tapi, seperti di awal, Sn. Bot selalu mengawasi. Ia tahu semuanya.

Gedoran keras di pintu belakang menyadarkannya. Astaga, Riam lupa belum mengunci pintu itu. Segera ia berlari ke arah gedoran tersebut berasal. Pintu belakang terbuka lebar, namun tidak didapatinya seorang pun yang tadi menggedor-gedor pintu. Dengan panik Riam lekas menguncinya. Aman, rumahnya sudah terkunci seluruhnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Riam bersandar di pintu belakang yang baru saja dikuncinya, namun tiba-tiba saja di depannya ia mendapati seorang sosok berpakaian serba hitam dengan memakai topeng badut menghadap ke arahnya, topeng badutnya tadi tampak menyeringai mengerikan.

"Terima kasih sudah menutup pintunya. Kamu jadi tidak bisa kabur kemana-mana."

"Sn. Bot?" Riam gemetar. Tangannya mencoba membuka pintu belakang tadi, tapi meleset, kuncinya berulang kali jatuh. Ia terlalu takut.

"Oh, atau kamu ingin bermain-main di luar, ya? Mari, biarkan aku yang membukakan pintunya untukmu." Sn. Bot mengeluarkan sebilah pisau dari sakunya, lalu berjalan mendekat ke arah Riam.

"Mau apa kamu? Jangan mendekat!" teriak Riam, ia hanya bisa berdiri gemetaran, kakinya seakan benar-benar lumpuh dan tidak bisa digerakkannya lagi. Kedatangan Sn. Bot benar-benar menakutinya.

"Aku hanya ingin membantumu. Bukankah kamu ingin keluar dari kandangmu sendiri?" Sn. Bot berdiri di sebelah Riam, wajah Riam semakin memucat, ia ambruk ke sisi kanan tanpa bisa mengalihkan pandangannya dari Sn. Bot. Seketika Sn. Bot menusukkan ujung pisaunya pada lubang kunci, kemudian memutarnya ke arah kiri. Pintu belakang langsung terbuka.

"Tidak perlu berterimakasih, dengan senang hati aku membiarkanmu pergi."

"G-gila!" Riam langsung bangkit berdiri, mustahil Sn. Bot akan melepaskannya begitu saja. Riam pun segera berlari ke luar lewat pintu belakang. Sn. Bot pasti akan mengejarnya, ia pasti tidak serius dengan ucapannya barusan.

Buk.

Sn. Bot menjegal kaki Riam dari belakang, membuat Riam jatuh tersungkur, segera Sn. Bot menindih punggung Riam dan mengarahkan pisaunya tepat di leher Riam. Kalau Riam memberontak sedikit saja, dengan mudah Sn. Bot akan memotong urat lehernya.

"Lepaskan! Kamu bilang sudah membiarkanku pergi!"

"Aku berubah pikiran. Tidak asyik aku membiarkanmu bebas sementara temanmu yang lain sudah habis di tanganku."

"Aku mohon, jangan bunuh aku. Aku masih ingin hidup!"

"Itu memang harapan setiap orang. Tapi, khusus untukmu, aku akan mengabulkan satu harapanmu yang lain. Aku cukup baik, bukan? Hahaha."

"Kalau begitu lepaskan aku! Aku ingin pergi!"

"Baiklah, melepaskan kepalamu dan membiarkanmu pergi ke neraka maksudmu? Hahaha." Sn. Bot menggoreskan pisau itu ke leher Riam, namun hanya menggores kulitnya saja tidak sampai memotong urat nadinya. Riam mengerang, darah segar langsung mencuat. Persis seperti ayam yang sedang disembelih.

"AAAKKK!!! SAKIT!!!"

"Sst, jangan berteriak. Kamu ini berisik sekali. Sudah kubilang bukan, badut tidak suka banyak bicara."

"Apa sebenarnya maumu, hah?!"

"Pertanyaan konyol lagi. Aku tidak suka menjawab pertanyaan yang sudah bisa kamu pikir sendiri jawabannya. Tentu, keinginanku adalah membuat kalian semua berkumpul seperti dulu. Reuni di neraka adalah hal yang menarik, bukan?"

HASTA MANANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang