25. Astral Projection

3 3 0
                                    

Tesa tidak asing dengan ruangan tempatnya kini berada, yakni sebuah kamar dengan minim furnitur. Hanya ada sebuah ranjang big size yang terlalu besar untuk ditidurinya seorang, lemari pakaian, sebuah nakas, dan sebuah meja belajar. Selebihnya, dinding kamar tersebut dicat putih polos.

Itu adalah kamar Depp.

Di atas nakas di samping tempatnya berbaring, ada sebuah album foto. Foto itu membekukan kenangan lampau seorang pria dan wanita paruh baya serta dua orang anak laki-lakinya.

Depp, Dika, Evan, dan istrinya.

Tesa bangkit dari tidurnya, kemudian memilih duduk di tepi ranjang. Ia meraba seluruh tubuhnya, ia baik-baik saja.

Tesa tidak terluka.

"Kenapa gue tiba-tiba ada di sini?" gumam Tesa, kakinya yang tanpa alas mulai menjelajah kamar tempatnya berada.

Tesa menyibak gorden yang menutupi jendela, namun bukannya cahaya matahari yang menyambutnya, melainkan sebuah lempengan aluminium yang terpasang di luar jendela dan menghalangi cahaya matahari menembus masuk, serta menghalanginya pula untuk mengetahui apa yang ada di baliknya.

Tesa merasa aneh, karena sebelumnya ia tidak mendapati lempengan seperti itu terpasang di luar jendela kamar Depp.

Rasanya, ada yang tidak beres.

Tesa melangkah keluar dari kamar, diputarnya kenop pintu lalu ditariknya, kemudian Tesa segera beranjak keluar dari kamar Depp setelah berhasil membuka pintu kamar.

"Sumpah, Depp kemana, sih? Nggak biasanya dia ninggalin gue." Tesa memaki seorang diri, sambil menuruni anak-anak tangga yang membawanya ke lantai bawah.

Sesampainya di lantai bawah, Tesa tak juga menemukan Depp, membuatnya semakin getir.

"Depp!" Tesa mencoba berteriak memanggil Depp, entah-entah lelaki itu bersembunyi darinya atau berada di salah satu sisi rumahnya yang tidak Tesa ketahui.

"D―" teriakan Tesa terhenti, begitu matanya menemukan sosok yang tadi dijumpainya di ruang musik SMP, kini berdiri di samping tangga tengah menghadapnya.

"S-Sn. Bot?" Tesa terbata, lantas menjauh. "Kenapa lo bisa ada di sini?"

"Kenapa tidak boleh? Ini rumahku."

"Rumah lo? Ini rumah Depp."

"Ia setelahku."

"Setelah lo? Maksudnya dia penghuni rumah ini setelah lo?"

Sosok itu mengangguk samar.

"Jangan bilang lo itu Danial?" tebak Tesa, dan dijawab oleh kekehan tawa dari sosok itu.

Sosok itu berjalan mendekati Tesa, membuat Tesa reflek berjalan mundur ke pintu depan. Berada di dekat sosok tersebut berbahaya baginya.

"Dimana Depp? Kenapa lo bawa gue ke sini? Apa yang udah lo lakuin pada Depp?"

Sosok itu tidak menjawab, ia malah semakin menyudutkan Tesa ke pintu depan.

Tesa berbalik, kemudian mencoba membuka pintu depan yang nahasnya terkunci.

"Depp! Depp, tolongin gue! Depp!" Tesa menggedor-gedor pintu, begitu sosok tadi semakin mendekatinya.

"Depp! Tolongin gue! Om Evan, tolong!" pekik Tesa lagi, namun kemudian mulutnya dibekap oleh sosok tadi dengan sapu tangan.

Aroma dari sapu tangan itu perlahan menidurkannya.

...

Tesa bangkit dari kasur Depp, kemudian langsung menoleh ke sekelilingnya. Kepalanya pening, yang didapatinya pun juga hanya hening.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HASTA MANANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang