4. Anonim

7 4 2
                                    

Kali ini Tesa datang ke rumah sakit dengan ditemani Evan. Tak lupa, Tesa juga membawakan bingkisan buah jeruk untuk diberikan kepada Hisyam. Didorongnya pintu ruang ICU pelan, terlihat Yasmin masih terbaring di ranjang dan menutup matanya, sementara Hisyam duduk di samping ranjang Yasmin dan terus memperhatikan putrinya. Dilihat dari dekat, kantong mata Hisyam tampak hitam, sepertinya pria paruh baya itu tidak bisa tidur nyenyak atau tidak tidur sama sekali.

Evan mengetuk pintu pelan, membuat Hisyam menoleh dan tersadar akan kedatangan mereka berdua. Kemudian Hisyam berjalan menghampiri Evan dan Tesa yang masih berdiri di ambang pintu.

"Mau apa?" tanya Hisyam dengan nada tidak suka, terutama ketika melihat kalau dikunjungi Tesa.

"Saya membawakan Om Hisyam buah." Tesa menyerahkan kantong plastik berisi jeruk yang dibawanya kepada Hisyam, mau tak mau Hisyam tetap menerimanya sambil berujar terima kasih pelan.

"Terima kasih," kata Hisyam singkat yang kemudian dijawab anggukan oleh Tesa.

"Sebaiknya kalian segera pulang saja, Yasmin masih koma," lanjut Hisyam menyuruh Evan dan Tesa untuk segera pergi.

"Om Hisyam masih marah sama saya?"

"Menurut kamu? Sudah jelas bukan."

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Om Hisyam."

"Tentang apa lagi?"

"Bukan saya yang mencelakai Yasmin."

"Kamu pikir saya percaya dengan ucapan kamu? Tidak. Hanya ada kamu waktu itu, tentu saja kamu yang mencelakai Yasmin. Bahkan ada sidik jari kamu di tubuh Yasmin."

"Justru saya yang menemukan Yasmin celaka. Saya sahabat Yasmin, nggak mungkin saya mencelakainya."

"Lalu siapa? Apa kamu mau menuduh orang lain?"

Tesa mengeluarkan buku catatan Riam dari tasnya, kemudian menunjukkan catatan itu kepada Hisyam.

"Lihat, yang mencelakai Yasmin bukan saya."

"Omong kosong apa ini? Kamu mencoba membohongi saya? Sampai kapan pun saya tetap tidak akan percaya sama kamu."

"Saya nggak bohong sama sekali, ini buktinya."

"Cukup. Saya juga sudah mengatakannya di awal, jangan pernah temui Yasmin lagi. Sekarang pulanglah. Dan Anda, tolong jangan ijinkan anak ini kemari lagi."

Evan dan Tesa hanya bisa pasrah, kemudian Evan mengajak Tesa keluar dari ruang ICU. Mengetahui Hisyam yang tidak mempercayai Tesa lagi, membuat Tesa begitu kecewa karenanya, padahal jelas itu bukan kesalahan Tesa yang membuat Yasmin celaka.

"Om, apa Tesa salah, ya?"

Mereka berdua berbincang di dalam mobil, Evan sibuk menyetir mobilnya sedangkan Tesa duduk di kursi depan di samping Evan.

"Tidak ada yang salah dan tidak ada juga yang benar, semua tergantung sudut pandang masing-masing."

"Saya merasa saya nggak salah. Saya memang nggak mencelakai Yasmin, tapi Om Hisyam tetap aja salah sangka. Ia nggak percaya sama saya."

"Menjadi orangtua itu susah, mungkin Hisyam sedang sangat tertekan oleh keadaan Yasmin saat ini. Maklumi saja, nanti Hisyam pasti akan mempercayai kamu."

"Lalu sekarang apa yang bisa saya lakukan?"

"Jaga dirimu baik-baik, hanya itu yang bisa kamu lakukan sekarang. Kami masih belum bisa menangkap Sn. Bot, ia terlalu rumit."

"Saya ingin pulang aja."

"Baiklah, saya akan mengantarkanmu."

Mobil Evan melaju ke rumah Tesa. Sepanjang jalan itu Tesa hanya termenung. Hidupnya seakan buntu. Ia tidak tahu harus apa. Hanya berdiam diri sama saja seperti sedang menunggu kematian menjemputnya.

HASTA MANANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang