Between Us 7

5.4K 1.1K 252
                                    



Voter ke berapa nih?

Anne tahu seharusnya ia tidak diam saja kala itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Anne tahu seharusnya ia tidak diam saja kala itu. Seandainya Anne memiliki sedikit keberanian untuk mengatakan apa yang ia rasakan, mungkin dia tidak perlu sendiri. Lantai flat masih terasa sama setiap harinya, dan Eris yang tengah berdiri di samping ranjangnya sendiri tersenyum bahagia. Seolah baru saja menghancurkan harapan hidup seseorang yang dibencinnya setengah mati.

"Aku tidak ingin pergi Anne."

"Apakah kita tidak bisa melakukan sesuatu?"

Pertanyaan seperti itu selalu Anne dapatkan setiap saat, dan apa yang membuatnya semakin menyedihkan, Anne selalu menggeleng tidak yakin dengan jawabannya sendiri.

"Tapi aku ingin tetap bersamamu."

"Suster bilang, ini hal yang baik. Jadi, apakah kau tidak mau mencobanya?"

Keheningan. Hanya itu yang Anne dapatkan tanpa ada sepatah kata lagi di sana. Sejenak membuatnya berpikir, Anne hanya menganggap apa yang dibicarakan orang dewasa barangkali memang bisa dipercaya. Dipercaya oleh ketulusan hati gadis cilik.

Tapi, ya...pada akhirnya Anne tidak tahu jika skenario yang ia percayai seakan menghianati dirinya dengan begitu luar biasa. Anne seharusnya tetap menggenggam apa itu sebuah rasa hangat satu-satunya yang ia dambakan. Anne bisa mengingat ia berdiri diambang pintu, meremat gaun putih lusuhnya dengan bibir bawah terkulum erat. Air matanya hampir jatuh dan suster malah membawanya pergi masuk setelah satu pelukan hangat Anne terima. Pelukan yang bahkan Anne sekarang tidak yakin akan bisa merasakannya. Kehangatan itu, Anne benar-benar merindukannya.

Lagi-lagi, Anne ditinggalkan seorang diri. Menikmati aroma apek yang selalu membuat hidungnya gatal sampai entah kapan. Sampai batas waktu yang bahkan Anne tidak ingin repot-repot untuk mengingatnya. Tetapi memangnya apa yang bisa dilakukan oleh gadis cilik yang bahkan tidak bisa memprotes kala mendapatkan perlakuan kasar dari teman kepada suster?

Seperti anak-anak yang memasukkan semua hal ke dalam ember untuk diaduk menjadi satu bersama air dari selang, kepingan memori, mimpi, angan, keinginan dan juga bisikan hati yang terkubur dalam seakan mencarut-marut persaaan secara perlahan, secara pasti. Suara keriut dari lantai kayu yang terinjak, roda koper yang menggelinding, menggesek permukaan hingga meninggalkan jejak samar. Dan Anne di sana, berdiri dengan mata yang perlahan sembab, tanpa bisa melakukan apapun.

"Apa yang kau lakukan di rumah Choi sampai tidur di perpustakaan?"

Kedua mata Anne seketika terbuka sempurna, kepalanya terkesiap kala melihat Hera perlahan menarik kursi kayu di bawahnya. Anne sukses mengerang, menutup mata perlahan dengan sedikit decakan tipis, "Bisakah kau datang dan membangunkan aku dengan sedikit lembut?" keluh Anne, sejenak merapikan rambut memastikan ia tidak terlihat memalukan di sana.

Tapi Hera tertawa saja, meletakkan beberapa tumpukan buku besar di atas meja dan melanjutkan. "Lagi pula, sekarang aku cukup jarang melihatmu ada di kampus. Sedikit rindu untuk mencari gara-gara denganmu."

Resilience-Between Us ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang