Part 11

21 2 0
                                    

Hanum, kamu pulang duluan aja ya. Maaf banget, hari ini ada bimbel dadakan sama Bu Dede, pulangnya juga pasti agak maleman. Pesen ojek online aja ya Han. Sorry banget. ☹

Oh ya, hati-hati di jalan. Stay safe ya.

Tepat setelah bel pulang berbunyi nyaring, Hanum mendapat WhatsApp dari Faisal. Gadis itu mendesah, sahabatnya akhir-akhir ini memang dibuat sibuk karena olimpiade yang akan diikutinya. Dengan terpaksa, kali ini Hanum pun harus pulang sendirian.

Setelah sebelumnya menunaikan salat ashar, Hanum kemudian mengambil helm miliknya terlebih dulu di parkiran. Tepatnya di motor Faisal. Suasana sekolah sudah tidak berjejalan seperti tadi. Sebagian dari murid-murid di sini telah pulang, menyisakan sebagian lagi yang tengah mengikuti kegiatan ekskul.

Gadis itu lantas membuka aplikasi untuk memesan ojek. Namun naasnya, saldo yang ia miliki hanya tersisa lima ribu rupiah. Hanum kemudian memeriksa kantongnya, berharap uang jajannya masih tersisa banyak. Sayangnya, di kantongnya kini hanya ada selembar uang lima ribu dan dua ribuan. Itu tidak akan cukup untuk membayar ongkos ke rumahnya.

Hanum berdecak kesal. Rasanya ia ingin menangis saja. Jika menunggu Faisal, pasti akan sangat bosan. Jika ia minta dijemput ayahnya, itu juga akan memakan waktu yang lama. Karena Rama baru akan pulang pada pukul lima sore. Belum lagi ayahnya harus menempuh perjalanan dari kantor menuju sekolah Hanum yang berlawanan arah.

"Masa harus naik angkot, sih," keluh Hanum. Ia kemudian duduk di atas motor Faisal. Merenungi nasibnya sendiri.

"Woi!"

"Astagfirullah!" Seruan seseorang membuat Hanum melonjak kaget. Dilihatnya dari samping Satria yang kini tengah nyengir padanya.

"Satria! Bikin kaget aja, ish!" rutuknya kesal.

"Hehe ... lo ngapain di sini sendirian? Nungguin si Bujang Lapuk lagi?"

Satria berjalan mendekat, lalu duduk pada jok motor yang entah milik siapa.

"Nggak." Hanum menggeleng.

"Terus? Lo lagi ngapain kalau nggak nunggu Faisal? Mau pulang naik motor sendiri?" Satria bertanya bingung. Biasanya gadis itu ke mana-mana selalu menempel bersama sepupunya.

Setelah senyap beberapa saat, Hanum bercerita, "Tadinya aku mau pesen ojek online, soalnya nggak pulang bareng sama Faisal. Tapi ternyata uangnya nggak cukup. Saldo Ovo aku juga tinggal lima ribu lagi."

"Terus, kenapa nggak naik angkot aja?"

Hanum menggeleng. Satria mengernyit bingung, hingga beberapa detik kemudian ia menepuk jidatnya sendiri.

"Oh iya, gue lupa. Lo kan nggak bisa naik angkot sendirian, ya."

Laki-laki itu nampak berpikir. "Gimana kalau lo naik angkot bareng gue aja?" cetusnya.

"Hah? Terus kamu pulangnya gimana? Kan kita nggak searah."

"Gampang kalo itu. Ntar gue bisa mampir dulu di rumah Faisal, jam pulang bisa diatur. Gue mau balik kapan aja nggak masalah." Satria tersenyum lebar.

Namun berbanding terbalik dengan Hanum, gadis itu justru khawatir.

"Sat, kamu kalau nggak nganter aku juga nggak papa, kok. Aku bisa nunggu dijemput sama ayah. Nggak enak, nanti kamu pulangnya kesorean, ntar dicariin orang tua kamu."

Satria terkekeh, gemas dengan semua perkataan Hanum.

"Hanum, gue tuh udah gede. Lo nggak usah segitu khawatirnya sama gue. Nanti kan gue bisa WhatsApp mama, bilang kalo pulang telat soalnya main dulu ke rumah Faisal, atau apa kek. Masalah itu nggak usah lo pikirin. Lagian, emangnya lo mau nunggu di sini sampe jamuran? Ayah lo pasti masih kerja kan sekarang?"

Hanum mengangguk membenarkan.

"Tuh. Ntar lo jadi makin lama pulangnya. Udah ayo, jangan banyak alesan. Balik sama gue aja, naik angkot. Soalnya gue nggak bawa motor, hehehe."

Tanpa babibu, Satria lantas turun dari jok motor yang didudukinya dan segera menarik Hanum agar mengikuti langkahnya. Hanum yang terkejut hanya bisa mengikuti langkah Satria yang lebar. Gadis itu memegang erat helm baymaxnya agar tidak jatuh.

Perlahan ia mencoba mengimbangi langkah Satria. Masih dalam posisi yang sama, dengan Satria yang menggenggam erat lengannya. Tanpa sadar, bibir Hanum membentuk sebuah lengkung.

***

Mereka berdua menunggu angkot di depan sebuah kios dekat sekolah. Di sana terdapat sebuah bangku, Hanum dan Satria duduk berdampingan. Kata Satria, untuk menuju daerah rumah Hanum setidaknya harus menaiki angkot sebanyak dua kali. Hanum baru tahu jika serumit itu.

"Udah jam berapa, Han?" tanya Satria.

Hanum melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul empat lewat lima belas menit.

"Jam empat lebih lima belas."

Satria mengangguk. "Sebelum pulang ke rumah, lo mau temenin gue jalan dulu nggak?"

"Eh? Jalan?" Hanum menatap bingung pada Satria. Maksudnya, Satria akan mengajaknya jalan-jalan terlebih dahulu?

"Yuk, ah. Gue nggak nerima penolakan. Anggap aja ini bayaran karena gue udah bersedia buat nganterin lo pulang."

Laki-laki itu menyunggingkan senyum. Kemudian kembali menarik lengan Hanum kala sebuah angkot melaju mendekati mereka berdua.

Gadis berlesung pipi itu mendudukkan diri di pojok dekat supir, sementara Satria duduk di sampingnya. Sepanjang jalan, laki-laki itu terus berceloteh yang hanya ditanggapi Hanum dengan singkat.

Sepuluh menit berlalu, Satria memberhentikan angkot di sebuah pertigaan yang berdekatan dengan sebuah pasar.

"Kita mau jalan ke pasar, Sat?"

"Yoi. Lo nggak anti sama pasar, kan?" Satria menyelidik.

Hanum menggeleng. "Nggak, kok. Udah biasa ke pasar sama bunda soalnya."

"Good." Satria memimpin langkahnya memasuki pasar tersebut. Hanum mengekorinya di belakang. Entah Hanum akan dibawa ke mana, tapi ia tak merasa khawatir. Sama seperti saat ia bersama Faisal, Hanum merasa aman ketika dengan Satria.

"Eh, lo bawa-bawa helm dari tadi?" tanya Satria ketika ia baru menyadari bahwa gadis yang bersamanya kini terus saja menenteng helm.

"Iya."

Satria berdecak. "Ya ampun, Han ... ngapain juga lo bawa helmnya. Kan bisa lo simpen aja di motornya si Bujang."

Hanum meringis. "Kebiasaan, Sat."

Satria menggeleng. Namun tak urung ia juga tersenyum. "Gemes banget, sih, lo," ujarnya, lantas tangannya mencubit pelan pipi Hanum.

Tak ayal perbuatan Satria membuat Hanum membelalak kaget. Tangan lancang itu hampir saja membuat jantungnya terperosok.

"Yaudah, sini biar helmnya gue bawain. Ribet liatnya."

Satria segera mengambil helm Baymax milik Hanum. Namun diluar dugaan, pemuda itu justru malah memakainya. Hal itu sontak membuat Hanum tergelak. Gadis itu tertawa geli melihat tingkah Satria.

"Satria, apa-apaan sih, hahaha ... ini kan di dalem pasar. Masa kamu mau pake helmnya, sih."

Satria sempat terpesona kala melihat Hanum tertawa lepas. Gadis itu tampak lebih manis, ditambah lagi dengan kedua lesung di pipinya.

"Ah, hahaha .... nggak papa. Daripada ribet dibawa-bawa, kan. Mending gue pake aja."

Pemuda itu menatap Hanum dengan intens. "Han," panggilnya.

"Ya?" sahut Hanum yang masih belum lepas dari tawanya.

"Lo makin cantik kalau ketawa lepas kayak tadi."

***

Hai, semoga masih ada yang nunggu cerita ini. *ngarep

Udah 2 tahun tapi masih belum tamat, hehe, susah banget ngumpulin mood buat nulis Hanum.

Anyway, hope you like this chapter. Selamat bertemu Hanum dan dua cogannya kembali.

Cianjur, 5 Mei 2021

HanumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang