Part 6

228 8 0
                                    

Hanum terbangun dari tidurnya ketika alarm dengan alunan lagu I Love You 3000 dari Stephanie Poetri berbunyi nyaring. Pukul 04.45 pagi. Setelah mematikan alarm, Hanum terduduk dengan mata yang setengah terpejam. Gadis itu mengumpulkan nyawanya yang masih setengah sebelum pergi ke kamar mandi untuk berwudhu dan melaksanakan salat subuh.

Setelah kantuknya hilang, Hanum bergegas berwudhu dan melaksanakan salat sebelum waktu subuh habis. Kemudian membereskan tempat tidurnya yang acak-acakan dan membuka gorden kamar meskipun keadaan di luar rumah masih gelap. Gadis itu menuju balkon, menikmati udara yang masih segar. Ia lalu melihat pada kamar Faisal yang tepat bersebelahan dengan kamarnya di lantai dua.

Lampu di kamar Faisal menyala, itu artinya laki-laki tersebut sudah bangun dari tidurnya. Hanum mengambil sebuah kerikil pada pot bunga yang ada di sana. Kemudian melemparkan kerikil tersebut pada jendela kamar Faisal.

"Sal! Faisal!" seru Hanum. Tak ada tanggapan dari sang empu kamar. Hanum kembali melempar kerikil sambil terus memanggil sahabatnya, kali ini lebih nyaring. "Faisal! Bangun woy! Udah jam tujuh!"

Akhirnya, setelah dua kali percobaan, Faisal pun keluar dari kamarnya menuju balkon dengan setelan sarung kotak-kotak serta kaos berwarna putih bertuliskan yaudah gapapa. Ia baru saja selesai salat subuh.

"Apaan jam tujuh?! Orang masih gelap. Asal kamu tahu, ya, sebelum kamu bangun aku udah bangun duluan."

Faisal duduk pada pembatas balkonnya tanpa merasa takut akan ketinggian.

Hanum mencibir, tak percaya. "Bohong banget. Buktinya, aku keluar balkon duluan daripada kamu. Berarti aku yang bangun dan salat lebih dulu."

Tak menghiraukan ucapan Hanum, Faisal meledek menjulurkan lidahnya.

"Eh, mau CFD nggak?" tawar Faisal.

"Ayok. Sambil naik sepeda, ya. Sepeda aku udah buluk, lama nggak dipake."

"Aku dibonceng?"

"Ya nggak, lah. Enak aja."

"Sekali, deh. Ya?"

"Nggak, ih. Nggak mau."

"Atau kamu yang aku boncengin? Mau nggak?"

"Ogah. Naik sendiri-sendiri aja."

Faisal mengembuskan napas, pasrah. Sulit sekali membujuk Hanum untuk berinteraksi lebih dekat dengannya. Asal tahu saja, menggandeng tangan Hanum bisa terhitung jari oleh Faisal. Saat dibonceng pun Hanum tak pernah berpegangan padanya. Lebih sering pada tepian jaket, tas atau pada pegangan di belakang motor.

"Yaudah. Siap-siap sana. Aku tunggu di bawah jam setengah enam."

"Oke." Hanum mengacungkan jempol, kemudian meninggalkan balkon dan masuk ke kamarnya.

Faisal turun hati-hati dari pembatas balkon. Agak sedikit sulit karena ia masih memakai sarung. Pemuda itu pun segera berganti baju dengan training hitam dan hoodie warna biru dongker. Kemudian turun ke bawah untuk mengeluarkan sepeda dan mengambil dua helai roti untuk sarapan.

***

Hanum memakai setelan training biru, kerudung biru dan kaos berwarna marun. Tak perlu mandi karena nanti pun ia akan berkeringat. Ia baru akan mandi setelah sepulang bersepeda dari CFD.

Saat turun ke dapur, ia mendapati Rama—ayahnya—tengah menikmati secangkir teh sembari mengobrol bersama Haifa di meja makan.

"Ayah, Bunda, Hanum mau ke CFD bareng Faisal, ya. Sambil sepedahan juga."

"Sekarang?" tanya Rama.

HanumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang