Hanum terlambat. Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Faisal pasti akan mengomel. Dengan gerakan cepat, gadis dengan balutan seragam putih abu itu mengambil sehelai roti yang sudah disiapkan bundanya lalu menggigitnya. Sedangkan tangan yang satunya mengambil paper bag berisi bekal untuk ia bawa ke sekolah.
"Ayah, Bunda, Hanum berangkat dulu. Kecup dari jauh, ya. Assalamualaikum," serunya dengan ucapan yang tidak jelas.
"Waalaikumsalam. Hati-hati," pesan Rama pada putri bungsunya yang sudah melesat pergi ke luar.
Di depan rumah, sudah ada Faisal yang sudah duduk di atas motornya. Raut wajahnya terlihat kesal.
"Kamu lama banget, sih," gerutunya pada Hanum.
"Maaf, ya, Sal. Tadi abis shubuh tidur lagi," jelas Hanum, kemudian cengengesan.
Faisal balas mendengus. Kemudian menyerahkan helm bogo dengan gambar Baymax kesukaan Hanum. Setelah memakai helmnya, Hanum naik ke atas boncengan.
"Udah?" tanya Faisal memastikan.
"Udah."
Motor matic itu kemudian melesat meninggalkan pekarangan rumah Hanum. Faisal menambah sedikit kecepatannya, ia mengejar waktu. Setidaknya, saat bel masuk berbunyi nanti keduanya sudah tiba di sekolah.
Namun sayangnya, jalanan hari ini ramai. Banyaknya kendaraan umum dan pribadi memenuhi sepanjang ruas jalan raya. Dengan hati-hati, Faisal mencoba menyalip beberapa kendaraan di depannya.
"Sal, nyantai aja, ih! Jangan disalip! Takut!" seru Hanum sedikit menaikkan volume suaranya.
"Nggak bisa nyantai, udah telat, ini hati-hati kok nyalipnya. Kamu pegangan yang kuat," balas Faisal tak kalah nyaring.
Hanum menggerutu. "Nggak papa telat, yang penting selamat."
Faisal tak menjawab. Ia justru menambah laju motornya.
Salah satu tangan Hanum menggenggam tali tasnya, dan satunya lagi memegang bagian belakang motor dengan erat. Beruntung jarak sekolah sudah dekat, tinggal melewati jalanan kecil karena kawasan sekolah mereka berada dekat lingkungan perumahan.
Sayang, tak seperti dugaan mereka, pintu gerbang ternyata sudah tertutup. Dan hal penting lainnya yang mereka lupakan adalah, hari ini hari Senin. Otomatis, di lapangan sudah berkumpul murid-murid dan guru yang tengah melaksanakan upacara bendera yang kebetulan baru dimulai.
Faisal melihat jam tangannya, pukul tujuh lewat sembilan menit. Ia berdecak kesal. Hanum yang melihatnya sontak meraih tangan Faisal, matanya menatap penuh rasa bersalah.
"Maaf, ya. Gara-gara aku jadi telat," ucapnya pelan.
Faisal tak tahan. Tatapan itu, membuat rasa kesalnya menguap begitu saja. Dibalasnya Hanum dengan senyum. "Nggak masalah. Nggak usah dipikirin."
"Heh! Kalian berdua ngapain di situ? Cepet masuk, motor diparkir di luar sekolah!" seru Pak Jono, satpam sekolah.
Faisal dan Hanum terlonjak kaget. Segera mereka memasuki gerbang setelah Faisal memastikan dengan baik motornya terparkir aman.
"Simpan tas kalian di ruang piket. Jangan pake lama, langsung baris di sini." Pak Bambang, guru BP, menunjuk pada satu baris siswa yang tampaknya juga terlambat seperti Faisal dan Hanum.
Keduanya kemudian segera bergabung di barisan tersebut. Kebanyakan siswa yang terlambat adalah kalangan laki-laki. Dengan Hanum, siswa perempuan yang terlambat menjadi tiga orang.
"Pssst, kalian telat juga?" bisikan itu terdengar di telinga Faisal. Ia menoleh ke arah kanan, mendapati Satria nyengir padanya. Mereka terhalangi seorang siswa dari kelas lain.
"Udah tahu pake nanya," balas Faisal. Ia tak menghiraukan keberadaan Satria. Pemuda itu mendesah, hukuman ini belum berakhir. Selepas ini, mereka yang terlambat pasti akan menjalani hukuman tambahan dari Pak Bambang sebelum memasuki kelas.
***
Akhirnya, setelah berjibaku memungut sampah di area sekolah—sebagai hukuman, Faisal dan Hanum dapat melepaskan diri dari jeratan Pak Bambang. Mereka berdua mencuci tangan pada keran yang terdapat di dekat ruang piket.
"Langsung masuk ke kelas! Jangan ada acara mampir sana-sini!" seru Pak Bambang yang tidak terlalu dihiraukan oleh Faisal dan Hanum, juga murid lainnya yang terlambat.
"Hanum!"
Seruan seseorang membuat gerakan Hanum terhenti. Ia yang baru saja melangkah pergi dari ruang piket setelah mengambil tas lantas menoleh, diikuti oleh Faisal. Netranya bertumbuk dengan milik Satria, kemudian dihadiahi senyuman lebar oleh laki-laki itu.
"Lo telat pasti gara-gara Bujang Lapuk ini, ya?" Telunjuk Satria tertuju pada Faisal.
"Enak aja, lo!" Faisal bersungut tak terima.
"Nggak. Emang aku yang bikin telat. Bukan Faisal," jawab Hanum.
Satria mengangguk-angguk. Tak tertarik mengetahui alasan Hanum terlambat lebih jauh lagi. "Jam istirahat nanti kalian ke Lab. Komputer?"
"Lo mau ikutan juga?" sambar Faisal.
"Yoi, lah. Hanum bawa makanan buat gue juga, kan?" Satria tak sadar, ada nada tak suka dari ucapan Faisal padanya.
Hanum mengangguk. "Bawa. Kita nanti makan bertiga di sana."
"Tuh, Hanum mah baik. Yaudah, sampe ketemu jam istirahat nanti, Hanum." Sebelum pergi meninggalkan mereka berdua, Satria sempat-sempatnya mengedipkan sebelah mata pada Hanum. "Bye," ucapnya seraya melambaikan satu tangan.
Hanum menaikkan satu alisnya sembari tersenyum kecil. Sementara Faisal bergidik. Kemudian dua orang itu menuju kelas masing-masing. Sebelum Pak Bambang semakin marah karena mendapati muridnya masih berkeliaran bebas.
***
Di sana. Ujung koridor Lab. Komputer. Yang berhadapan langsung dengan luasnya pesawahan dan jejeran pohon menjulang. Teronggok sesosok laki-laki yang duduk di atas pembatas sembari memainkan ponselnya—bermain game Mobile Legend.
Faisal menyesalkan keputusan Hanum yang menerima dengan lapang dada kehadiran Satria di tengah-tengah mereka—saat jam istirahat. Di tempat favorit mereka berdua, dan kebiasaan mereka yang selalu makan bersama, dengan makanan yang spesial dibawa Hanum.
"Lo ke sini cuma buat numpang makan?" Faisal berkata sarkastis. Jujur saja, pemuda itu sebal karena waktunya dengan Hanum terganggu dengan kehadiran sepupunya.
Satria menatap melalui ekor matanya. "Salah satu alasannya ya itu," balasnya tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel.
"Geseran sana!" titah Faisal sembari mendorong pelan pundak Satria.
Satria bergeser. Menyisakan celah kosong yang cukup ditempati oleh Faisal dan juga Hanum. Faisal duduk diantara mereka berdua. Ia sengaja tidak membiarkan Satria dekat dengan sahabatnya.
"Hanum bawain apa?" tanya Satria setelah menyelesaikan permainannya. Fokusnya kini beralih pada gadis itu.
"Bawa nasi, ayam kecap, capcai sama kerupuk udang." Hanum mengeluarkan bekal yang ia bawa. Semuanya terdiri dari tiga wadah. Dua diantaranya diperuntukkan bagi Faisal dan Satria. "Nih, buat kalian. Habisin, ya."
"Waaahhh, enak nih."
Dengan mata berbinar, Satria menerima bekal tersebut. Kemudian mengucapkan terima kasih sebelum melahapnya.
Sementara itu, Faisal menoel jemari Hanum, bermaksud membuat gadis itu menatapnya. Hanum menoleh dengan pandangan bertanya,
"Makasih," bisik Faisal pelan, terbawa angin.
Hanum tersenyum, jempolnya terangkat. "Cepet dimakan," ucapnya tak kalah pelan.
"Kalian ngapain bisik-bisik?"
***
Cianjur, 23 September 2019
Salam, snrni
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanum
Teen FictionHanum tak pernah pacaran, teman laki-lakinya pun hanya Faisal. Entah karena ia terlalu cuek, atau memang tak menarik di mata laki-laki. Tapi, Hanum memang tak pernah benar-benar jatuh cinta. Pada siapa pun. Bahkan ketika Faisal menyatakan perasaann...