Part 7

166 8 0
                                    

Sudah hampir satu jam Faisal menelusuri sepanjang jalan CFD. Alhasil, kini di tangannya sudah tergantung sebuah kantung plastik yang berisikan empat pasang kaus kaki yang masing-masing harganya lima ribu rupiah. Fyi, semua kaus kaki milik Faisal sudah pada melar.

Kini, pemuda itu duduk di pinggir jalan bersama Hanum yang baru saja menyelesaikan senamnya. Seperti yang dikatakan sejak awal, Faisal tak mungkin ikut senam karena mayoritas yang mengikuti kegiatan tersebut adalah ibu-ibu dan remaja wanita.

"Lapar nggak?" tanya Faisal ketika Hanum selesai meminum infused waternya.

"Lapar. Jajan, yuk. Aku pengen sosis bakar."

"Nggak mau beli bubur aja?"

Hanum menggeleng. "Nggak. Makan beratnya nanti aja di rumah. Sekarang yang ringan-ringan dulu."

"Yaudah, ayo." Faisal bangkit, menepuk bagian belakangnya yang sedikit kotor, kemudian mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Hanum.

Keduanya berjalan mencari pedagang sosis bakar. Membeli dua buah untuk Hanum. Faisal tidak membelinya, katanya ia ingin makan ketoprak yang berada di ujung jalan.

Setelah mendapat sosis keinginannya, Hanum mengantar Faisal untuk membeli ketoprak. Tenda pedagang tersebut cukup ramai. Pas sekali, tersisa dua kursi plastik kosong yang bisa ditempati oleh Hanum dan Faisal.

"Kamu yakin nggak mau beli?" tanya Faisal setelah memesan satu porsi ketoprak. Mereka duduk di kursi plastik, tepat samping gerobak di pinggir jalan.

"Nggak. Makan ini aja udah bikin aku kenyang," tolak Hanum.

"Pantesan kamu nggak gemuk-gemuk. Orang makannya aja cuma ginian."

Hanum mendelik. "Kapasitas perut aku tuh nggak kayak kamu. Habis makan nasi sama mi goreng, dilanjut makan seblak satu mangkok gede, terus baso mercon."

Faisal nyengir. "Namanya juga masih lapar."

Hanum mendengus. Ia kembali memakan sosisnya sementara Faisal asyik melahap ketoprak yang baru saja disajikan. Mereka baru memutuskan untuk pulang pukul sembilan, setelah hampir dua jam berkeliling di CFD.

***

Menyebalkan. Itu yang dirasakan Faisal ketika mendapati Satria sudah berada di dalam kamarnya. Memetik gitar miliknya sembari melantunkan lagu barat yang Faisal tak tahu apa judulnya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Faisal setelah ia membaringkan tubuh di atas kasur. Menunda niatnya untuk mandi.

"Main gitar lah, lo nggak lihat apa?"

Mendengar jawaban sepupunya, Faisal otomatis melempar guling pada Satria. "Ya gue juga tahu kalau lo lagi main gitar, Bahlul! Maksud gue lo ngapain tumben-tumbenan dateng ke sini? Biasanya juga hari Minggu lo ngapel, atau pergi ke sanggar."

Ya, Satria memang tergabung dalam sebuah sanggar. Di sanggar itulah ia belajar bermain gitar dan berlatih vokal. Biasanya, hari Minggu adalah jadwalnya pergi ke sanggar. Namun entah apa alasannya Minggu ini ia absen.

"Pengen aja." Satria menjawab tak acuh. "Lo abis dari mana?" lanjutnya bertanya.

"Kepo, lo."

"Eh, gue serius nanya, Bujang!" Satria melempar kembali guling yang tadi sempat menimpanya tepat pada perut Faisal.

"Dari CFD."

"Sama siapa?"

Faisal menatap sejenak pada Satria, sebelum akhirnya ia menjawab, "Hanum."

Satria mengangguk-angguk. "Lo sama Hanum beneran nggak pacaran, Sal?" celetuknya tiba-tiba.

"Nggak." Faisal langsung bangkit dari posisinya, memandang Satria dengan penuh tanya. Ngapain dia nanya-nanya?

HanumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang