Part 3

295 8 0
                                    

"Bang Sat!" Seruan itu berasal dari Syifa, adik perempuan Faisal yang berusia lima tahun. Satria yang mendengarnya meringis, masih asing dengan panggilan yang Syifa berikan. Sebenarnya, yang menyuruh Syifa memanggilnya dengan sebutan 'Bang Sat' adalah Faisal. Bahlul memang.

"Hai, Syifa sayang. Gimana kabarnya?" Satria menangkap Syifa yang berlari ke dalam pelukannya.

"Alhamdulillah baik, hehe. Bang Sat sendiri gimana?"

"Baik juga, alhamdulillah. Mana mama kamu?"

"Ada di dapur. Abang mau ketemu sama mama?"

"Nggak, nanti aja, Syifa salamin ya sama mama. Abang mau ke kamar kakak kamu dulu."

Satria melepaskan pelukannya dari Syifa, kemudian mencubit kedua pipi anak tersebut setelah sebelumnya memberikan sekotak susu kacang hijau. Pemuda itu lalu naik ke lantai atas, ke kamar Faisal. Sembari menunggu sang empu, Satria mencari gitar yang biasanya disimpan Faisal. Meski memiliki gitar, namun Faisal tak pernah bisa memainkannya.

"Tadi lo ngapain aja sama Hanum?" Pertanyaan tersebut menghentikan Satria yang baru saja akan memetik senar.

Faisal duduk pada ranjang bergambar singa tepat di samping Satria, setelah menyimpan beberapa bungkus ciki di atasnya.

"Ya nganter dia ke Gramedia, lah. Emangnya ngapain lagi. Lagian, kok lo lebay banget sih, pake minta penjelasan dari gue segala. Kan dari awal lo yang minta gue anterin dia."

"Takut aja kalau lo gombalin dia. Ntar Hanum jadi korban lo yang ke sekian."

"Baru ketemu sekali, belum waktunya gue gombalin. Masih perlu pemanasan, takut dia terbang ketinggian."

Satria membuka bungkus keripik kentang rasa barbeque dan melahapnya.

"Lo nggak ngapa-ngapain Hanum, kan?" tanya Faisal lagi.

"Ya ampun. Nggak, Sal. Suer dah. Emang kenapa, sih? Segitu khawatirnya sama itu cewek."

Faisal menghela napas. "Hanum nggak pernah jalan sama cowok mana pun, kecuali ayahnya, kakaknya, sama gue yang termasuk sahabatnya."

"Seriusan, lo?"

"Asli dah. Temen dia nggak banyak. Yang paling deket mungkin cuma gue doang. Makanya gue khawatir waktu nitipin dia sama lo. Takutnya dia awkward, nggak nyahut waktu diajak ngobrol, atau nggak nyaman."

Satria manggut-manggut. Pantes aja tadi diem terus, pikirnya. "Kapan-kapan, lo ajak gue main bertiga sama Hanum, ya."

***

Bel tanda istirahat berbunyi, guru yang mengajar segera meninggalkan kelas dan membiarkan muridnya beristirahat. Karena Hanum tak terlalu dekat dengan teman-teman sekelasnya, gadis itu selalu menghabiskan waktu istirahatnya dengan membaca buku, memakan bekalnya ataupun berdiam diri di perpustakaan. Sesekali ia juga sering menghabiskan waktu istirahat dengan Faisal.

Seperti saat ini, gadis itu melenggang pergi meninggalkan kelas dan menghampiri Faisal yang berada di kelas 12 IPA 2. Berbeda jurusan dengannya yang berada di kelas 12 IPS 3. Dilihatnya Faisal yang tengah berkumpul di depan kelas dengan teman laki-lakinya sambil mengobrol dan sesekali tertawa.

"Faisal!" seru Hanum sambil melambaikan tangannya.

"Eh, gue cabut dulu, ya," ujar Faisal pada teman-temannya begitu ia melihat Hanum.

"Ah, bilang aja lo mau ngapel," kata Topan, salah satu temannya.

"Ngaco, lo!" Faisal tak menghiraukan seruan Topan, ia terus berjalan menghampiri Hanum yang berdiri tak jauh dari kelasnya. Di belakang, teman-temannya masih tak henti meggodanya dengan Hanum.

"Ekhem ... Ekhem ...."

"Ekhem ... Faisal sekarang gitu ya ...."

"Hanum, hati-hati, nanti kena gigit."

"Ekhem ...."

"Berisik!" tukas Faisal, dibalas tawa oleh seluruh temannya.

Hanum menekuk wajahnya. Ia tak suka dengan situasi seperti ini. "Sal, suruh temen kamu buat minum komik sana. Ham hem mulu dari tadi."

Faisal menurut. "Minum komik gih! Ehem ehem mulu. Kalau nggak punya duit entar gue beliin," serunya sambil berjalan menjauhi kelas.

Keduanya berjalan bersisian sepanjang koridor. Tanpa perlu bertanya satu sama lain, mereka berdua sudah tahu harus membawa diri kemana. Langkah keduanya terayun ringan, membawa mereka menuju lantai dua gedung sekolah.

Tempat favorit Hanum dan Faisal adalah ujung koridor di Lab. Komputer. Tempat itu jarang terjamah, bukan karena itu tempat yang horror, namun karena letaknya yang berada di lantai dua dan Lab. Komputer memang jarang digunakan kecuali memang sedang diperlukan.

Yang membuatnya istimewa adalah pemandangan di ujung koridor tersebut. Jika berdiri di sana, akan langsung menjumpai hamparan sawah yang terbentang luas dan pepohonan yang berjajar. Tak heran, karena sekolah Hanum dan Faisal memang berada dekat dengan pemukiman.

Istirahat berlangsung selama tiga puluh menit. Masih ada waktu dua puluh menit bagi mereka berdua untuk menghabiskan waktu di sana. Faisal melompat naik dan duduk pada pembatas, diikuti oleh Hanum.

Gadis itu membuka bekal yang ia bawa dari rumah. Sandwich keju, buah-buahan yang sudah dipotong dan dua kotak susu full cream. Hanum selalu membawa bekal dua kali lipat lebih banyak untuk dimakan berdua dengan Faisal. Sebab Hanum tahu, Faisal sulit sekali untuk makan dan tak pernah membawa bekal dari rumah dengan alasan gengsi.

"Hanum, maaf ya, kemarin nggak bisa nganterin kamu."

Hanum menelan potongan melon di mulutnya. Senyumnya terukir indah. "Nggak papa kali. Kan udah dianterin sama Satria."

"Kamu okay waktu jalan sama dia?"

"Oke, kok. Aku juga ngobrol sama dia. Mungkin karena dia sepupu kamu, jadi aku ngerasa aman-aman aja."

Faisal mengangguk, ia senang karena sahabatnya mau terbuka pada orang lain selain dirinya. Pandangan Faisal menatap lekat pada Hanum. Mulut pemuda itu gatal ingin bertanya satu hal.

"Kamu naksir sama Satria?"

Akhirnya, pertanyaan tersebut tersampaikan.

"Hah? Nggak lah." Hanum terkekeh kecil. "Atas dasar apa kamu nyangka kalau aku suka sama Satria?"

"Karena kamu bilang dia lebih ganteng dari aku." Faisal menekuk wajahnya, membenci kenyataan jika Satria memang menang tampang darinya.

"Pemikiran kamu dangkal banget, sih."

Jleb. Mata Faisal membulat, ringan sekali Hanum mengatakan itu padanya.

"Aku bilang dia lebih ganteng dari kamu itu emang fakta, aku ngomong kenyataan. Bukan berarti aku suka sama dia. Gimana sih kamu ini," jelas Hanum sambil berdecak heran.

"Siapa tahu gitu. Kamu langsung naksir begitu lihat wajahnya."

"Maaf-maaf nih ya, aku nggak semudah itu suka sama seseorang cuma karena modal tampang."

"Tapi Satria bisa main gitar."

"Masa!?" pekik Hanum tak menyangka.

Aduh, keceplosan. Faisal merutuki mulutnya yang bicara seenak jidat. Hanum memang suka laki-laki yang dapat memainkan gitar. Katanya, itu salah satu kriterianya dalam menyukai seseorang. Dan untuk alasan itu pula, Faisal memiliki gitar di rumahnya namun tak pernah bisa memainkannya. Faisal memang malas belajar.

"Iyaaa. Selain jago main gitar dia juga bisa nyanyi."

"Waaah ... Kapan-kapan ajak aku ketemu sama Satria dong. Pengen liat dia main gitar sambil nyanyi. Boleh ya, ya, ya?"

Kompak banget, dua-duanya minta ketemu. Faisal membatin.

***

Cianjur, 19 Juni 2019
Salam, snrni

HanumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang