12

1.5K 158 10
                                    

HAPPY READING

Bulan purnama begitu bersinar memancarkan cahaya yang begitu indah, hanya suara jangkrik yang terdengar menandakan betapa sunyi nya pada malam hari. Angin yang begitu dingin tidak membuat seseorang yang sedang terduduk merasa kedinginan. Ia masih berharap kalau semua kejadian ini hanya mimpi sebuah dongeng. Yang ternyata tidak dan benar-benar nyata.

"Hufft...gue bisa pulang nggak, ya? Apa kabar sama tubuh gue di sana? Bagaimana kabar, Bunda? Semoga baik baik aja." Gumam Airin sembari menatap bulan.

Jangan pergi. Jangan tinggalkan gue lagi, gue kesepian. Batin Lo Jingmi.

"Mi? Kira kira...gue bisa kembali lagi, nggak?" Tanya Airin didalam pikiran.

"...Gue nggak tahu" Jawab Lo Jingmi singkat. Airin menatap bulan dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ah, lebih tepatnya air mata nya sudah mengalir dengan perlahan membasahi pipinya.

Bagaimana ia bisa hidup di sini? Walaupun ia di sayang oleh Ayah dan kedua kakaknya. Tapi ia merasa jahat karena sudah membohongi mereka. Meminjam raga Putri kesayangan mereka demi melanjutkan hidupnya. Kalau seperti ini, lebih baik ia mati saja tenggelam dalam sungai. Tanpa merasa kan kehidupan seperti ini. Apakah, Tuhan sedang menghukum nya? Dosa apa yang pernah ia perbuat hingga ia bisa mengalami semua kejadian yang penuh di luar nalar ini?

Airin lelah memikirkan semuanya. Lebih baik ikuti saja alur kehidupan nya yang sekarang. Yang lebih penting, ia sekarang bukan tinggal di abad 21. Tetapi tinggal dimana masa-masanya kekuatan yang hebat bisa menindas kekuatan yang lemah. Jadi, mulai sekarang ia harus tingkatkan kekuatan nya lagi agar lebih kuat.

"Jangan merasa bersalah. Aku tak apa meminjamkan raga ku untuk mu. Sudah waktunya kamu untuk kembali ke dunia ini. Aku ingin menebus dosa dosaku yang begitu banyak. Kalau ada kesempatan kedua untuk hidup kembali lagi, aku akan gunakan kesempatan itu untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Tapi, Dewa tidak mengijinkan nya. Tak apa, pakailah raga ku. Karna hanya raga ku yang pantas untuk dirimu tepati. Gunakanlah sebaik baiknya. Anggap saja, Ayah dan kedua Gege ku adalah keluarga kandung mu. Kalau sudah waktunya tiba, kamu boleh memberitahu kan bahwa aku...sudah tiada di dunia ini untuk selamanya. Terimakasih, aku pamit." Perempuan itu tersenyum tulus lalu pergi menghilang ditelan cahaya yang begitu terang.

"Arghh! Hosh...hosh..Astaga. Demi apa gue mimpi Li Fen Mei asli? Lagian bisa bisanya gue ketiduran disini" Airin tertidur di bawah pohon. Mungkin efek kebanyakan mikir jadinya ketiduran, pikir Airin.

"Tapi...apa yang di katakan sama dia, ada benar nya juga. Kenapa gue harus ngeluh? Banyak orang yang udah meninggal ingin diberikan kesempatan dua kali untuk hidup. Tapi gue? Gue di berikan kesempatan itu sama, Tuhan. Nggak mungkin kan gue sia siain begitu aja? Ah, Gue harus hidup dengan lebih baik dan menjadi orang yang kuat agar di mana waktu itu akan datang gue nggak mudah di tindas sama orang yang munafik."

Dor

"Bangsat!" Umpat Airin. Siapa sih yang ngagetin? Ganggu orang aja. Lalu Airin menengok ke samping yang ternyata adalah Kakak keduanya.

"Bang-bangsat? Bahasa apa itu, Meimei?" Tanya nya dengan alis yang mengkerut. Lantas Airin bangkit sembari berdecak pinggang.

"Aduhh, Gege! bisa nggak, sih? Nggak usah pakai ngagetin segala?! Aku kaget tahu! Nanti kalau aku jantungan gimana?! Gege, mau aku mati muda karena serangan jantung?!" Tanpa menjawab pertanyaan Kakak nya. Airin langsung memarahi kakaknya yang nyalinya langsung saja menciut di marahi seperti itu oleh sang adik.

"Ya, maaf. Habis nya, Meimei. Ngapain duduk di bawah pohon malam malam seperti ini? Nanti Meimei bisa sakit." Ucap Pangeran Wenhua lembut sembari memegang kedua tangan Airin.

Transmigrasi : LI FEN MEI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang