7. BERSAMA SINGA BUCIN

3 1 0
                                    

Misi paket...

Hehe ketemu lagi nih, semoga suka sama bab ini. Happy reading!

Follow juga ya

♪♪♪

—Cyber-Love—

7. BERSAMA SINGA BUCIN

“Woy lo!” panggil seseorang dari arah belakang.

Sady dan Hanin yang berjalan beriringan menuju kantin pun sontak bingung. Ada begitu banyak orang yang berada di koridor ini dan si pemanggil tidak menyebutkan secara spesifik siapa yang dia panggil.

Yah, hampir semua orang di koridor itu menengok. Kalian tahu kan, 'lo' bisa siapa saja. Tidak dengan Sady dan Hanin. Mereka takut malu kalau ternyata bukan mereka yang dipanggil, jadi lebih baik pura-pura tidak mendengar dan lanjut berjalan saja. Kalau saja mereka tahu siapa yang memanggil, yakin saja, pasti mereka akan melakukan hal sebaliknya.

“KUPING LO BUDEG YA,” teriak orang itu. Sady dan Hanin kembali berhenti.

Suara sepatu seseorang mendekat membuat napas Sady dan Hanin tercekat. Mereka tidak berani berbalik, karena sudah bisa menebak siapa yang tadi memanggil. Siapa yang berani berteriak sekeras itu disekolah selain … Leo.

Langkah kaki itu semakin mendegap. Membuat jantung Sady dan Hanin hampir copot. Tamat riwayatmu.. huhu.

“Mati gue, Nin,” ucap Sady yang memeluk erat lengan Hanin.

“Mau buat permintaan terakhir gak, Sad?” ujar Hanin.

“Ih …”

Benar saja tebakan mereka, Leo si Singa Bucin. Bahkan kini si 'raja sekolah' itu sudah berada dihadapan mereka dengan wajah sangarnya. Seolah ingin segera menerkam Sady dan Hanin.

“Nih,” ucap Leo sembari menyodorkan uang seratus ribu rupiah kepada Sady.

“Bu-buat–”

“Buat beli korek kuping, biar gak budeg lagi kalo dipanggil.”

“Ha .. hah?”

“Gak ada tapi-tapian!” Sady mau tidak mau mengangguk.

“Nih.” Leo kembali menyerahkan selembar uang seratus ribu rupiah pada Sady, “Beliin gue minum dikantin, anter ke belakang sekolah. Gak pake lama, dan harus lo yang nganter.”

“Em, e.” Sady menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal, padahal pagi tadi dia sudah keramas.

“Gue gak terima penolakan!” ujar Leo penuh penekanan.

“Iya.”

—♪♪♪—

Gue harus gimana, “Nin.” Sady sedari tadi uring-uringan dan mencak-mencak tidak jelas dikantin.

Hanin yang turut bingung pun hanya bisa menjawab seadanya. “Ya, lo turutin aja, itu satu-satunya pilihan kan.”

“Ya udah deh.”

“Buruan sana, ntar singa ngamuk lagi. Kan berabe.”

Sady segera beranjak membawa dua bungkus plastik besar berisi banyak botol minuman. Meski dia sama sekali tidak ikhlas.

“Semangat, Sad.” Sady menyemangati dirinya sendiri.

Sady menyusuri jalan menuju belakang sekolah yang amat sepi. Markas singa bucin.

Cyber Love [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang