06. Burst Out

482 96 13
                                    


Begitu Kinan memasuki resto manik coklatnya langsung menangkap wajah tidak bersahabat Jeno dengan kepulan asap tipis di depannya. Posisi duduk Jeno kebetulan menghadap pintu masuk dan sosok yang Kinan yakini adalah Kak Ellen duduk berhadapan dengannya. Biasanya Kinan akan langsung melongos duduk saja karena dirinya sudah tak merasa canggung lagi dengan sosok Hellena Noandra. Namun karena ada sosok lelaki berambut cepak yang duduk di sebelah wanita itu kali ini Kinan harus repot mengeluarkan ponsel hanya untuk mengabari Jeno atas kehadirannya.

Posisi diam sambil berdiri ini membuat perut Kinan kembali berdenyut nyeri karena efek hari pertama menstruasi. Dalam hati ia terus merutuk agar sambungan panggilan secepatnya akan sampai supaya dia bisa segera duduk senyaman mungkin.

Getaran ponsel Jeno yang tergeletak di meja menarik atensi ketiga orang disana. Entah telepati atau apa, setelah Jeno melirik layar ponselnya bukannya mendial tombol hijau Jeno malah mendongak dan tepat menubrukan maniknya pada milik Kinan.

Yang Kinan lihat ekspresi Jeno tidak menunjukkan tanda-tanda senang, masih datar.


"Oh, Kinan. Siniiiiii..." tiba-tiba Ellen sudah membalik badannya dan memanggil Kinan dengan semangat. Sosok yang duduk disebelahnya pun ikutan menoleh.

"Duduk yaa cantikkk. Kakak kamu cuma nganterin sampai depan?" Ellen masih berusaha ramah sembari Kinan menarik kursi di sebelah Jeno.

"Ah iya kak."

Kinan melirik Jeno terang-terangan, sementara yang dilirik menyibukkan diri membalik daging supaya matang merata.

"Oh ya Nan, ini Martin. Martin ini Kinan pacarnya Jeno."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kinan menoleh kepada sosok yang duduk berhadapan dengannya, lantas menjulurkan tangannya untuk membalas jabat tangan yang sudah terlebih dulu mengarah padanya, "Martin, eum.. Calon kakak iparnya Jeno."

Sontak ucapan itu mengundang reaksi seisi meja. Ellen tanpa ragu melayangkan tangan tipisnya ke bahu Martin, Kinan membelalakan matanya terkejut, sementara Jeno tiba-tiba saja berhenti mengurusi daging.

"O—oh, salam kenal ya kak."

Martin menarik bibirnya perlahan dan malah berakhir jadi tawa, "Akhirnya ada yang manggil saya kak."

"Hahahha, biasa dipanggil pak mulu sih ya." Ellen menimpali dan direspon tawa oleh seisi meja, kecuali Jeno.

Kinan sudah merasa bahwa ada yang tidak baik dengan Jeno, entah apa itu. Dengan gerakan pelan Kinan menggenggam satu tangan Jeno yang bebas di bawah meja. Jeno pun menoleh kearahnya dan Kinan membalas dengan senyum sebisanya.

Seandainya Jeno tau bahwa betapa Kinan juga ingin mengeluhkan rasa nyeri di perut yang sedang ia rasakan.


[✔️] PRIORITY || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang