Tradisi Bali

528 45 27
                                    

"Bundaaa, tebak siapa yang datang!"

Teriak Kak Devis langsung mengisi ruang tamu rumahnya yang sepi. Sedari tadi aku masuk ke halaman depan memang tak nampak satu pun orang yang aku kenal, baik Tante Niluh atau Bik Inah.

Tidak lama, Tante Niluh muncul yang sepertinya dari dapur karena masih mengenakan apron. Dengan tergesa, Tante Niluh langsung lari ketika mendapati Kak Devis datang dengan membawa serta aku. Selain happy karena anaknya pulang, juga mungkin karena keberedaanku.

"Ya ampun, mimpi apa aku semalam nih!"

"Anakku akhirnya pulang juga."

"Dan ada tamu yang sudah lama ditunggu kedatangannya..." Lanjut Tante Niluh yang menatapku setelah memeluk Kak Devis dan mencium pipinya kiri kanan. Mereka juga sempat saling tanya kabar mengenai kondisi bencana alam yang menimpa pulau sebelah tersebut dan sepertinya memang Bundanya Kak Devis mengisyaratkan semua disini baik-baik saja.

Aku yang mendapatinya begitu ikut senang dan bahagia. Sepertinya Kak Devis memang jarang pulang. Aku juga tak begitu tahu bagaimana kisahnya selain hanya penempatan dinas saja yang memang di Bali.

Setelah berpelukan dengan bundanya, Kak Devis juga ikut menghadapku.

"Nak Mirzha apa kabar?" Sapa Tente Niluh yang juga langsung merangkulku, cium pipi kanan kiri.

"Alhamdulillah baik, Tante. Tante Niluh gimana, sehat?" Jawabku yang masih saja cengengesan salah tingkah karena malu.

Bukan apa-apa, seperti layaknya seorang ibu yang senang melihat orang lain akrab dengan anaknya pasti sebisa mungkin akan ikut terbawa bahagia. Dan Tante Niluh sepertinya tipikal orang yang begitu.

"Iya Tante Niluh juga sehat. Omong-omong nih makin ganteng aja Nak Mirzha. Sampe pangling lho Tante." Celetuk Tante Niluh. Mukaku pasti merona lagi kali ini.

"Hehehe Tante Niluh bisa aja."

"Oh iya, Bik Inah mana, Tante?" Lanjutku yang menanyakan keberadaan Bik Inah. Sedari tadi aku tak melihatnya.

"Bik Inah di dapur, lagi bikin gebogan."

"Mirzha mana tau gebogan, Bunda." Sahut Kak Devis yang sedari tadi menyimak percakapan kecilku dengan Tante Niluh.

"Gebogan itu rangkaian buah yang biasa orang Bali buat perayaan keagamaan, Nak Mirzha."

"Yang kayak gimana itu, Tante?" Tanyaku masih belum mengerti. Jujur saja aku kurang tahu adat budaya Bali khususnya agama hindu. Meski dulu aku sempat berada di rumah ini pada saat Hari Raya Nyepi, tapi aku tak dijelaskan apa-apa baik sama kekasihku atau bundanya.

"Sini ikut Tante Niluh ke dapur."

Sekarang aku dan Kak Devis mengekori Tante Niluh ke dapur. Sebelum mencapai dapur, terdapat meja yang di atasnya sudah terdapat tiga rangkaian seperti parsel buah menjulang vertikal yang berisi buah apel, pear, jeruk, pisang, salak dan seperti roti-rotian yang dibungkus plastik kemasan. Aku tak begitu paham itu jenis makanan apa tapi sepertinya jajanan basah. Sementara di bagian atasnya dihiasi rangkaian janur kelapa muda yang begitu cantik.

Aku begitu kagum ketika tahu kedua wanita ini mengerjakan rangakaian buah yang disebut gebogan itu. Sangat terampil dan cekatan.

"Ini namanya gebogan, Nak Mirzha." Tante Niluh menjelaskan. Aku yang sudah menduga hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.

"Kok pas banget ya tiap kamu ke rumah, lagi ada acara besar di Bali, Zha." Sambung Kak Devis yang mengingatkanku pernah main ke Bali bertepatan dengan hari raya.

"Iya kebetulan banget, Kak. Hehehe."

Pada saat kami bertiga berbincang sambil ke arah dapur, Bik Inah langsung mendatangiku.

The Untold Story "ASTRA" [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang