Selasa, 23 Januari 2018
-AdiraKudengar detak jantung Altair semakin cepat setelah menarik kami tiarap, sejajar dengan lantai di bawah kursi-kursi panjang. Telunjuknya menempel di bibirku, sebelum memberi isyarat untuk berguling lebih dulu ke kursi yang lain.
Aku menggeleng samar, tidak berani dan terlalu berisiko padahal perut ini hampir tidak kuat melihat genangan yang mulai merambatiku perlahan.
Altair menarik kepalaku mendekat lantas berbisik, "Kita muter. Sembunyi di balik brankar kemaren, Dir." Tangan kirinya menepuk ubun-ubunku kuat-kuat. "Percaya sama aku, kita bakal ke lantai dua lewat tangga lain."
Menoleh sejenak, sosok tinggi itu semakin dekat. Baiklah, kalau memang itu maunya, aku yakin dia punya rencana bila dilihat dari raut wajah Altair. Semoga subjek 003 tidak melihatku berguling di antara gelap.
Perlu dua kali gerakan dan dorongan untukku nyaris membentur kaki kursi dan dinding ujung. Kepalaku sedikit pening, bukan masalah besar. Kuacungkan jempolku padanya di seberang sana.
Tangan kanan Altair bergerak, memberiku aba-aba serta gestur bibir untuk merangkak ke depan perlahan. Kuturuti saja semua perintahnya dari pada melawan dan membuat keributan lagi.
Dari jarak sekitar lima belas meter, siluet besar seukuran pria dewasa itu bergerak-gerak aneh. Kilat-kilat kecil mengikutinya, entah mungkin itu petir atau listrik seperti di film-film fantasi. Sementara di bawah kursi-kursi panjang, aku masih berusaha merangkak ala tentara perang, Altair menyusulku berguling di belakang sana. Jarak kami terpaut tiga meter.
Semakin dekat jarak kami, barulah kutahu apa maksud Putri bahwa pasien ini hampir mirip dengannya. Separuh tubuh subjek 003 adalah logam, dibelit oleh kabel-kabel rumit yang memercikkan kembang api kecil pada bagian punggung dan tumit.
Otakku disusupi sejumput pertanyaan mengenai apa sebenarnya motif dari Dokter Flo mengumpulkan mereka semua, bahkan mengganti sebagian tubuhnya dengan benda lain dan masih dipaksa untuk tetap hidup. Dia gila! Mungkin pria itu berhubungan dengan deep web, tempat penjualan organ ilegal di internet.
Tanpa sadar aku menahan napas, posisi kami sejajar begitu subjek 003 melangkah perlahan melewati kami. Dalam kegelapan, pakaian hijau kebiruan yang biasa dipakai pasien berkelepak kala angin kencang berembus dari arah taman.
Bahkan sampai punggungku bersembunyi di balik tumpukan brankar, napas ini tak mampu bekerja dengan baik. Altair tiba beberapa detik kemudian dengan peluh bercucuran di pelipisnya.
"Subjek 003 buta, matanya diambil dan mungkin dia lagi nyari." Telapak tangan bergestur kasar berukuran lebih besar dariku itu gemetaran. "Bahayanya, pendengaran dia bagus, jadi kayaknya nggak apa kalo kita keluar sekarang."
Kuraih raih tangannya, merasakan sensasi hangat sejenak di tengah keringat dingin. Belum sempat kuucapkan tujuan kami, dari balik brankar yang kami sandari desingan logam mulai berderap cepat. Aku menarik Altair untuk berseluncur di lantai dengan darah sebagai pelumas, anak itu terkejut luar biasa dan melepas sepasang sendalnya untuk dilempar di dekat brankar tadi.
Pria itu menghancurkan tempat kami meletakkan pantat, membabi-butanya sampai remuk-remuk hingga tegel bergemeletuk. Dari jarak teramat dekat parasnya menakutkan. Bahkan rahang serta sebagian tengkorak subjek 003 terbuat dari logam, entah isinya seperti apa.
Pakaian kami basah oleh darah, aku mengeluh dalam hati tentang betapa sulitnya semua ini dibersihkan kalau sudah kering nanti. Padahal di depan Altair, seorang cyborg tengah mengamuk menghancurkan dinding berkramik. Sama sekali tidak ada bebunyian yang keluar dari bibir dingin itu, hanya gesekan-gesekan logam menjadi backsound pengiring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blunder #0 [BELUM REVISI]
Mystery / Thriller[Pembuka dari seri mata-mata remaja] Tahun pertamanya di SMA menjadi awal petualangan baru bagi Adira. Demi memotong jalurnya pulang sekolah, gadis 16 tahun itu rela melewati lapangan rumah sakit tua. Hari-harinya menjadi lebih menegangkan setelah s...