"Duh bisa-bisanya lo sakit lemah letih lesu kayak gini." Omel Reta yang sedari tadi mengoceh tentang keadaan Shinta. Shinta yang mendengar sambil bersandar di kepala ranjang pun hanya mendengus pelan mendengar ocehan Reta. Reta sendiri sepulang dari kantor langsung ke rumah Shinta untuk menjenguk sahabatnya itu.
"Tapi bener ya, lo sakit bukan karena diamuk sama Pak Nakula kan?" Tanya Reta penuh selidik.
"Enggak lah." Bantah Shinta langsung dan langsung mendapat cibiran dari Reta.
"Yakin bukan dari pak Nakula? Gak usah alesan karena cuaca deh. Gue itu paling paham sama elu." Ucap Reta dengan kesal. Pasalnya kawan seperburikkannya ini tetap tak mau mengaku jika penyebab sakitnya ini karena bentakan dari Nakula.
"Emang ada ya di bentak orang terus tiba-tiba bisa sakit? Gak ada, gak logis. " Bantah Shinta lagi dan membuat Reta memutar matanya.
"Ada kok, nih di depan gue." Ejek Reta dan dibalas pukulan bantal oleh Shinta.
"Aduh mas-mas ini repot banget mau jenguk Shinta." Suara Ibu Shinta sayup-sayup terdengar dari luar kamar Shinta.
"Nggak apa-apa kok tante." Sebuah suara pria membalas ucapan Rima.
Tak lama kamar Shinta terbuka dan sukses membuat Shinta beserta Reta membelakkan mata karena disana sudah berdiri dengan gagah yaitu Nakula dan Rama.
"Silahkan masuk aja Mas Nakula sama Mas Rama." Ucap Rima mempersilahkan Rama dan Nakula masuk kamar Shinta.
"Shinta, ini mas Nakula sama mas Rama dateng jenguk kamu." Ucap Rima dan dibalas anggukan oleh Shinta namun tatapan perempuan itu lurus ke Nakula. Reta yang menyadari tatapan Shinta terang-terangkan ke Nakula pun menyenggol pelan kaki Shinta hingga perempuan itu sadar.
"Gimana keadaan kamu Shin? Udah mendingan?" Tanya Rama ramah sedangkan Nakula hanya berdiri diam di belakang Rama.
"Udah mendingan kok Pak. " Jawab Shinta apa adanya.
"Oh iya ini buat kamu Shin. Maaf ya cuma bisa bawain ini sama bunga. Soalnya gak tau kesukaan kamu apa." Ucap Rama sambil menyerahkan buah dan buket bunga yang ia pesan tadi.
"Makasih ya Pak, maaf ngerepotin bapak." Ucap Shinta tak enak namun tetap menerima pemberian Rama dengan canggung.
Rama pun menoleh ke belakang dimana Nakula berdiri, "katanya bawain buat Shinta. Kok gak dikasih?"
Nakula pun sedikit kelabakan dan menyerahkan bag berisi bakpao yang ia beli tadi untuk Shinta.
"Cepet sembuh ya." Ucap Nakula kaku dan bag tersebut diterima Shinta dengan kaku juga.
"Makasih Mas Nakula. Ini kan bakpao dari Kedai Bakpao kan, Mas masih inget aja." Ucap Shinta sengaja memanggil pria itu dengan Mas.
"Ah iya makasih juga tadi kiriman buket bunganya. Aku suka." Ucap Shinta sambil menoleh sekilas ke buket bunga yang ia letakkan disampingnya lalu menatap Nakula kembali dengan berani.
Nakula mengerjapkan matanya dan menelan ludahnya dengan berat, "ah iya sama-sama." Balas Nakula kaku.
Ah sial!
Reta yang sedari tadi melihat interaksi ketiga orang itu pun terlihat bingung. Terutama pada Shinta yang berani dan Nakula yang terlihat seperti maling yang tertangkap basah atas perbuatannya. Sedangkan Rama makin menguat kecurigaanya.
***
"Ram tunggu dulu Ram." Panggil Nakula yang mengejar Rama karena temannya itu berjalan cepat mendahuluinya. Saat ini mereka sudah ada di depan rumah Shinta.
"Apa?" Tanya Rama ketus.
"Sumpah gue gak tau soal bunga itu. Mungkin itu dari ibuk gue yang diatas namakan gue." Ucap Nakula. Ia yakin itu.
"Kenapa lo harus jelasin itu La?" Tanya Rama sambil bersendekap tangan di dada dan menatap sahabatnya ini tajam.
"Karena gue tau lo marah soal bunga itu." Jawab Nakula seadanya dan dibalas tawa oleh Rama.
"Lebih dari itu La." Jawab Rama.
"Lo juga suka kan sama Shinta." Ucap Rama pelan namun menusuk dan berhasil membuat Nakula terkejut.
"Lo jelas tau siapa yang gue suka Ram." Elak Nakula.
"Oh ya? La gue pria, lo juga. Gue tau tatapan jenis apa yang lo kasih ke Shinta tadi dan gue baru sadar tatapan apa yang lo kasih ke Shinta pas masuk ruangan lo kemarin sama gue dan itu bikin elo marah-marah gak jelas ke Shinta. lo cemburu Shinta sama gue?!" Tuduh Rama panjang lebar dan itu mampu membuat Nakula mengusap wajahnya frustasi.
"Lo tau gue suka Nara sejak dulu. Bahkan gue ngorbanin persaudaraan gue sama Sadewa demi Nara. Gue bahkan mau nyusul Nara besok karena gue udah tau keberadaan dia sekarang. Apa itu belum cukup buat matahin asumsi elo?" Tanya Nakula masih sambil menatap Rama frustasi. Rama menggelengkan kepalanya pelan.
"Tatapan lo yang lo kasih ke Nara sama Shinta itu beda. Lo natap Nara kayak natap adik sedangkan sama Shinta.. Lo natap dia kayak dia udah jadi milik elo dari dulu."
TBC
AKHIRNYA BISA UPDATE KAN YA WKWKWKWK YUK VOTE KOMEN YANG BANYAK
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM DIAM (ON GOING DI WATTPAD LAGI)
General FictionShinta tidak harus untuk Rama. Tapi di sini Shinta untuk Nakula. Namun, bagaimana kalau Rama menawarkan serta menjanjikan kebahagiaan untuk Shinta yang sedang menantikan perasaan Nakula? Apakah Shinta akhirnya goyah? Dan memilih Rama yang menjadi pa...