HALO KALIAN, GIMANA HARI KALIAN? WKWK SUPRISE GAK AKU BENERAN UPDATE PART 16?
JADI BEGINI, SETELAH MERENUNG DENGAN PENUH PERASAAN, MERENUNGI KELANJUTAN CERITA INI... AKU MERASA ADA YANG HILANG.
DILAPAK SEBELAH, AKU MERASA KEHILANGAN SUPPORT SISTEM. APA YA.. KEK GIMANA YA JELASINNYA.. POKOKNYA INTINYA TUH CERITA INI AKAN DILANJUTKAN DI WATTPAD!!!!
HAPPY READING💕
Sore ini, Shinta menemani ibunya yang tengah menata kebun belakang rumah mereka. Sebenarnya Shinta ingin membantu sang ibu namun ibunya melarang keras Shinta dan menyuruh anaknya itu duduk manis di kursi sambil memakan bakpao dari Nakula semalam yang sudah di hangatkan. Hari ini weekend, jadi hari ini dan besok bisa Shinta jadikan untuk pemulihan tubuhnya. Syukurlah hari ini tubuhnya sudah membaik daripada kemarin.
Rima sendiri dengan semangat mengganti beberapa pot tanaman yang sudah kekecilan dan memupuk tanaman-tanamannya. Sesekali ia menatap putrinya yang sedang makan dengan pelan seakan-akan meresapi seluruh rasa yang ada di roti tersebut. Tanpa sadar Rima menghelai napasnya pelan sambil menggeleng.
"Masih lama buk?" Tanya Shinta sambil menatap ibunya yang baru melakukan pereganggan lalu melepaskan kaos tangan karet berkebunnya.
"Udah selesai nih. Duduk dulu biar ilang keringatnya." Ucap Rima sambil berjalan menuju Shinta dan akhirnya duduk di samping putrinya.
Rima menatap putrinya halus sedangkan tatapan Shinta masih fokus ke depan memandangi taman mereka. Rima menghelai napasnya pelan. Sepertinya ia harus meluruskam semuanya pada Shinta.
"Shin.." Panggil Rima pelan. Shinta pun langsung menoleh menatap ibunya.
"Ada apa bu?" Tanya Shinta.
"Ada yang mau ibu pastikan ke kamu." Ucap Rima dan entah kenapa ucapan ibunya tersebut membuat perut Sbinta seperti terpelintir di dalam.
"Apa bu?" Tanya Shinta.
"Kamu suka sama Nakula?" Tanya Rima to the poin dan berhasil membuat genangan air mata menggantung di mata Shinta.
"Ibu ngaco ah." Ucap Shinta sambil tertawa canggung dan mengalihkan wajahnya dari ibunya.
"Selama ini ibu selalu berpikir tatapan kamu ke dia gak lebih dari tatapan adik yang sayang sama kakaknya. Tapi semakin kamu dewasa, gerak gerik kamu tatapan kamu ke Nakula itu makin terasa berbeda. Itu jenis tatapan ketertarikam ke lawan jenis." Ucap Rima. Shinta yang sedari tadi mengalihkan tatapannya karena enggan menatap sang ibu. Air mata gadis itu terus menetes tanpa henti.
"Ibu harap perasaan kamu ke Nakula belum sejauh itu. Ibu gak mau.. Ibu gak mau kamu bernasib sama seperti beberapa perempuan yang dekat dengan putra-putra pak Abimanyu." Ucap Rima lagi dan langsung membuat Shinta menoleh.
"Apa maksud ibu?" Tanya Shinta. Rima menghelai napasnya pelan.
"Disingkirkan tanpa belas kasih."
***
Nakula mengikuti Nara hingga sampai Candi Prambanan. Mereka kini menikmati musik Jazz bersama. Nakula sendiri menikmati penampilan musisi lokal yang membawakan lagu dengan merdunya.
Nakula sebenarnya merasakan jika adiknya, Sadewa terlihat tak menyukai keberadaannya. Namun apa mau dikata? Ia harus menunjukkan kesungguhannya.
Nakula berpamitan pada Nara, ia ingin menyanyikan sebuah lagu dan Nara pun mengangguk.
Pria itu lantas naik ke panggung dan membawakan lagu Cantik dari Kahitna. Banyak orang yang sangat menikmati alunan suara Nakula.
Namun saat Nakula turun pria itu terkejut melihat Sadewa yang menunggunya sambil bersedekap dan menatapnya tajam.
"Aku mau bicara sama Mas." Ucap Sadewa lalu berjalan dulu. Nakula pun hanya mengikuti mau Sadewa.
Akhirnya Sadewa berhenti di tempat yang cukup sepi meski beberapa orang berlalu lalang tapi disitu cukup untuk berbicara.
"Ada apa?" Tanya Nakula sambil memasukkan tangannya ke saku celana.
"Aku gak tau kenapa Mas begitu gak tau malu." Ucap Sadewa. Nakula menaikkan alisnya.
"Mas berani deketin dia di hadapanku. Kalian gak malu ngelakuinnya di depanku?" Cerca Sadewa lagi.
"Pengkhianatan kalian.. Hah!" Ucap Sadewa sedikit emosi.
"Jika ditelisik lagi disini bukan aku yang jadi pengkhianat. Tap-"
"Tapi dia kan?" Potong Sadewa dan dibalas kekehan Nakula.
"Gak sadar, Dek?" Tanya Nakula sambil menekan kata Dek untuk Sadewa.
"Kamu yang mengkhianati Mas dan ngerebut Nara dari Mas." Ucap Nakula.
"Kamu tau Mas suka sama adik kelas kita sejak dia ospek, kamu tau perjuangan Mas deketin dia. Tapi apa? Adek Mas sendiri yang mengkhianati mas. Kamu ngeduluin Mas buat nembak dia." Beber Nakula.
Sadewa pun ingat itu.
"Tapi akhirnya apa?! Kalian main dibelakang aku kan? Dan kalian sukses bikin aku jadi pecundang." Ucap Sadewa sarkastik.
"Kamu udah jadi pecundang sejak duluin Mas nembak Nara. Jadi gak usah nuduh kami yang bikin kamu jadi pecundang. Jadi sekarang biarin Mas deketin dia lagi." Ucap Nakula dengan nada mengejek. Pria itu pun berbalik dan berjalan menjauhi Sadewa. Namun berhenti dan kembali berbalik.
"Oh iya, buat apa ya Mas izin ke kamu, Dek? Gak ada pentingnya juga kan." Lanjut Nakula masih dengan nada mengejek.
"Mas kira aku gak tau?!" Desis Sadewa dan sukses membuat Nakula berhenti.
"Mas kira aku gak tau kalau mas cuma manfaatin Nara untuk menutupi perasaan busuk mas?!" Ucap Sadewa hampir berteriak. Nakula langsung berbalik dan mencekram kerah Sadewa.
"Perasaan busuk apa hah?!" Desis Nakula, ini pertama kalinya Nakula menunjukkan emosinya. Selama ini pria itu selalu menutupi emosi dan egonya dengan ketenangan.
Sadewa tersenyum miring terkesan mengejek, "Mas kira aku gak tau kalau Mas saat itu suka... Ah bukan suka tapi cinta sama anak kecil."
BUGH!!!
TBC
MOHON MAAF UNTUK KALIAN YANG TERLANJUR KESANA TAPI AKU MALAH MEMUTUSKAN KEMBALI KE WATTPAD:( LOVE YOU💕
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM DIAM (ON GOING DI WATTPAD LAGI)
General FictionShinta tidak harus untuk Rama. Tapi di sini Shinta untuk Nakula. Namun, bagaimana kalau Rama menawarkan serta menjanjikan kebahagiaan untuk Shinta yang sedang menantikan perasaan Nakula? Apakah Shinta akhirnya goyah? Dan memilih Rama yang menjadi pa...