Gwen memakirkan mobilnya digarasi rumahnya dengan pelan, keluar mobil dan berjalan menyusuri anak tangga mengarah ke rumah gadis itu. Gwen menghela nafas memasuki rumahnya dengan pelan, langsung menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
Sama seperti kamar Zero, kamar Gwen tidak berbeda jauh, sama-sama bernuansa gelap. Jika biasanya gadis sepertinya lebih menyukai warna soft, Gwen lebih memilih hitam. Tidak ada alasan khusus, ia nyaman saja.
Gwen merebahkan tubuhnya dikasur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Sepulang dari rumah Zerois tadi, Gwen langsung pulang, biasanya ia akan pulang larut malam, ntah kemana dahulu. Karena baginya rumah sekarang bukan tempat nyaman untuk pulang sesungguhnya.
Mengambil Hp nya, Gwen mengecek email-email yang masuk ke Hp nya manatau ada yang penting. Lama sampai Gwen yakin semua pekerjaannya telah usai. Gwen beranjak, niatnya ingin membersihkan diri karena hari sudah beranjak malam. Gwen menaruh hp nya di nakas, tidak sengaja netra nya menangkap foto keluarga kecil di sana.
Dia, mama, dan papanya. Dulu, sebelum papanya berubah menjadi patah hati pertama untuk seorang Gwen. Tidak ada yang tahu semua masalah Gwen kecuali dia dirinya keluarganya dan Tuhan. Kecuali orang-orang itu memang niat mencari tahu.
Selama ini, Gwen selalu mengajak sahabat-sahabatnya main di apartemen yang dia miliki tidak pernah ke rumahnya, alasannya lebih dekat dengan sekolah. Aslinya Gwen tidak ingin diberi pertanyaan kemana orang-orang dirumahnya. Makanya Gwen lebih betah berada lama di rumah Zero di banding rumahnya sendiri. Karena keluarga Zero lebih hangat.
Apa kalian menanyakan kehidupan Gwen? Perasaan Gwen? Nanti ada saatnya kalian tau. Untuk sekarang Gwen bisa menyimpannya untuk dirinya sendiri, karena baginya masalahnya tidak perlu ada yang tahu selama ia masih bisa menyelesaikannya sendiri.
Gwen selesai membersihkan dirinya, memakai pakaian lalu mengenakan jaketnya dengan asal. Dia ingin keluar lagi, Gwen belum tau kemana tujuannya, baginya keluar rumah lebih baik.
"Kemana lagi Gwen?" Gwen menoleh mendengar suara yang ia kenali.
"Cari angin sebentar ma, mama belum tidur?."
Wina, mama Gwen menghela nafas pelan. Perasaan bersalah itu terus menggerogoti hatinya semenjak kepergian suaminya. Wina selalu merasa gagal menjadi istri yang menyebabkan ia kelepasan menjaga Gio, suaminya. Semenjak itu pula, Gwen anaknya yang sering dirumah jadi tidak betah.
"Hati-hati ya." Setelahnya hanya itu yang dikatakan Wina.
Gwen hanya mengangguk lalu pergi keluar. Seperti itulah sekarang, baginya semuanya hambar. Walaupun Gwen tahu mamanya selalu berusaha menciptakan kehangatan itu. Tapi rasanya sudah tidak lagi sama.
Mobil Gwen keluar dari pekarangan rumahnya, sekarang tujuannya mungkin bar. Sebenarnya Gwen jarang ke tempat itu sendiri, jika tidak dengan sahabatnya maka dengan Zero. Tapi kali ini Gwen benar benar ingin sendiri.
Suara musik memekakkan telinga menyambut Gwen dengan mulus, dengan mudah ia bisa memasuki ruangan berbatas umur itu, uang bisa merubah segalanya bukan.
Gwen mengahmpiri Alex untuk memesan minumannya,"Lex? Kaya biasa"
Alex menoleh, "Lo sendirian?"
Gwen mengangguk, "Kaya yang lo liat."
Alex mengambilkan pesanan yang biasa dipesankan Gwen lalu menuangkannya ke dalam gelas, dan menyodorkannya ke hadapan Gwen.
"Zero bisa marah kalo tau lo ke sini sendirian." Ucap Alex tiba-tiba
Gwen terkekeh, "Dia bukan siapa-siapa gue Lex, jangan ngebuat gue berharap lebih."
"Lo lagi ada masalah?"
"Emang kaliatan? HAHA padahal gue udah berusaha biasa aja."
"Lo nangis Gwen."
Tangan Gwen mengusap pipinya dengan kasar, sial dia tidak sadar. Entah kapan air matanya turun pun Gwen tidak menyadari, membuatnya meringis malu. Selemah itu Gwen?.
Alex menggaruk kepalanya hatinya bertanya-tanya bagaimana gadis ini tidak tahu jika dia menangis.
"Dari kapan ya gue nangis Lex?" Gwen menoleh.
"Lah lo nanya gue Gwen? Orang gila lo nangis aja ganyadar. Lo kenapasih?! Gue telfon Zero kali ya? Lo aneh."
"Jangan!." Gwen menggelengkan kepalanya kuat.
"Gue lagi pengen sendiri Lex, gue bisa. Gausah lo telfon siapapun. Gue bunuh lo sampe lakuin itu!"
Setelahnya lagi dan lagi Gwen hanya meminta Alex menuangkan minuman ke dalam gelasnya, sampai kesadaran Gwen sudah mulai berkurang dan Gwen hanya menaruh kepalanya di atas meja bar. Gwen tidak bodoh untuk menghilangkan kesadarannya sepenuhnya.
Alex memang tidak menelfon siapapun, tapi ia sudah mengirimkan pesan ke Zero beberapa menit lalu. Urusan gadis itu membunuhnya bisa ia pikirkan belakangan. Alex tau Gwen sedang ada masalah tapi Alex tidak ingin terlalu ikut campur, selebihnya biar jadi urusan Zero. Tanpa Alex sadari, hal itu padahal membuat Gwen semakin terjerumus ke dalam masalahnya sendiri.
Gwen meletakkan beberapa lembar uang berwarna merah di atas meja, "Gue balik dulu Lex, thanks."
Setelahnya Gwen berjalan keluar bar dengan santai, tidak bisa Alex cegah. Saat mobil Gwen menjauhi bar, mobil Zero baru dia parkirkan sembarangan.
Zero memasuki bar dengan khawatir, pesan singkat dari Alex yang mengabarkan Gwen ada di sini dan terlihat ada masalah membuat ia tanpa aba-aba langsung menyusul. Setaunya tadi Gwen masih baik-baik saja sedari rumahnya.
"Dimana dia Lex?"
Alex menoleh mendengar suara Zerois, "Zer kejar Gwen, dia baru keluar pas lo dateng. Gue gabisa nahan."
Shit
Tanpa aba-aba Zero langsung keluar dan mengejar Gwen, tujuannya hanya basecamp. Tidak tau Zero hanya merasa Gwen ke sana.***
Sedangkan Gwen memang menuju basecamp, ia tidak punya tujuan. Pulangpun bukan tujuannya. Rooftop basecamp jadi pilihannya sekarang, menghisap roko di hari yang menjelang subuh memang pilihan yang baik.
Suara langkah kaki tidak membuat Gwen menoleh, selama dia tiba tadi memang tidak ada siapapun di basecamp. Hanya dia seorang, tapi langkah kaki itu tidak asing untuk Gwen.
Zero duduk di sebelah Gwen yang masih menatap langit sambil menghisap rokony, mengabaikan kedatangan Zero.
"Ada masalah?" Zero bertanya lembut.
Gwen tertawa pelan, "Masalah apa yang menimpa orang kaya gue si Zer? Kenapa? Alex ngadu sama lo?"
Zero menghela nafas pelan, "Ga biasanya lo ke bar sendiri dan sekarang lo ngeroko di sini."
"Gue sendiri bukan berarti gue ada masalah, lagian kalopun ada gue gaakan melibatkan siapapun apalagi lo."
Zero mengusap kepala Gwen lembut, "Lo masih punya gue, lo bisa bagi masalahlo sama gue."
Gwen mengambil tangan Zero di atas kepalanya lalu mengegamnya dengan pelan, "Zer berhenti peduli sama gue, berhenti ngebuat gue bergantung sama lo, selagi gue bilang gue bisa berarti gue masih mampu."
Belum sempat Zero membalas ucapan Gwen, kalimat Gwen selanjutnya benar-benar berhasil menohok Seorang Zero, "Stop berusaha jadiin lo rumah buat gue pulang kalo sebenernya lo sendiri yang ga ngebiarin rumah itu dibangun. Jangan ngebuat gue terus berharap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zerois for Gwen
Teen Fiction"Gwen lo ga akan baper sama gue kan?", ingin rasanya Gwen menjedotkan kepala laki-laki dihadapan nya ini. "Lo kalo nanya gabisa aba aba apa Zer?, gila ga kira-kira kalo nanya." "Lo harus janji sama gue Gwen, lo gaboleh ada rasa sama gue. Lo emang qu...