Z & G 10

5 1 0
                                    

Jayden dan Vino memarkirkan mobil mereka ketika sampai di rumah Gwen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jayden dan Vino memarkirkan mobil mereka ketika sampai di rumah Gwen. Rumah bernuasnya abu-abu hitam itu berdiri kokoh, tapi terlihat sedang berkabung. Langit mendung semakin mendukung suasanya sekitarnya.

Semua menghela nafas, memasuki halaman depan dan disambut Bi Ratih.

"Bi tidak ada siapapun yang datang? kuarga Gwen belum dapat kabar?" Amber bertanya karena memang yang dia lihat mobil terparkir adalah mobil Gwen dan inti Carola saja.

Bi Ratih semakin menunjukkan kesedihan, "Nyonya anak tunggal non, orang tua nyonyah juga sudah tidak ada. Keluarga orang tua nyonya sudah lama tidak pernah berkomunikasi. Nyonya dulu disini hanya kenal Tuan, ayahnya non Gwen. Sedangkan Tuan..., mungkin tidak akan datang non, mereka sudah tidak serumah dari non Gwen SMP kelas 3."

Rose yang sudah mengetahui semuanya hanya berusaha mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak jatuh.

"Non Rose... Bibi minta tolong bantu bibi urus pemakaman nyonya. Bibi bingung harus gimana."

Sebelum Rose menyahut, Jayden terlebih dahulu menimpali, "Bibi gausah khawatir, saya yang akan urus pemakaman terbaik untuk mama Gwen. Gwen bagian dari kami Bi, kami keluarganya."

Bi Ratih tersenyum lega, dan mempersilahkan mereka masuk. Semakin masuk ke dalam rumah itu, semakin mereka mendengar tangisan pilu dari queen Carola.

Di sana, Gwen bersimpuh di samping tubuh ibunya yang sudah dingin dan kaku. Hanya bisa menangis meluapkan kesedihan. Tidak ada yang berani mendekat, termasuk Zero yang memilih duduk disamping supir keluarga Gwen.

Jayden menghapiri Zero dan Pak Har, Pak Har yang ia ketahui namanya dari Bi Ratih beberapa saat lalu.
"Zer?."

Zero menengok ke arah Jayden yang memanggilnya, hanya menujukkan ekspresi menanyakan kenapa tanpa suara.

"Tenangin Gwen, bujuk dia buat ganti baju dulu, kita harus siapin pemakaman mamanya, gabisa ditunda. Gue sama pak Har bakal minta bantuan orang sekitar sini yang lebih paham buat bantu ngurus jenazahnya."

Zero dan pak Har mengangguk mengiyakan ucapan Jayden. Jayden berdiri dengan pak Har meninggalkan rumah untuk mencari orang sekitar.

Zero ikut berdiri dan menghampiri inti Carola yang lain, "Kalian pulang kerumah masing-masing dulu, ganti baju kalian lebih sopan sekalian bawa ganti untuk besok, kemungkinan mama Gwen bisa dimakamkan besok pagi, udah malem. Nanti bakal banyak orang gamungkin kalian make baju kaya gini."

Mata inti Carola menelisik pakaian mereka masing-masing. Mereka membenarkan ucapan Zero.

"Lo sendiri gimana?." Vino akhirnya bersuara.

"Bawain gue baju lo Vin, kemeja item sama jeans item. Kalo gaada mampir buat beli, atau ambil dirumah gue gapapa kan searah terserah lo aja. Gue gabisa pulang, gamungkin gue ninggalin Gwen kaya gini."

Vino mengangguk, "Oke kalo gitu. Yaudah, kita cabut ke rumah dulu. Gue ambilin di rumah lo aja, sekalian ngabarin orang rumah lo tentang ini."

Setelahnya mereka pergi termasuk Bi Ratih yang mulai menata dan menyiapkan apapun yang sekiranya dibutuhkan, tinggal Gwen dan Zero disana. Untuk yang kesekian kalinya, Zero menghela nafas dan menghampiri Gwen.

"Maaa... Cuma mama yang Gwen punya, kenapa mama ninggalin Gwen juga? Mama udah cape ya? Mama kenapa ga ajak Gwen?." Gwen berbisik yang masih bisa didengar Zero.

Menurut kalian bagaimana perasaan Zero sekarang? Menyesal, ya menyesal, setelah mengetahui apa yang terjadi di hidup Gwen ia menyesali perbuatannya yang malah ikut andil merusak Gwen.

Zero mengelus kepala Gwen lembut, "Gwen, biarin mama beristirahan dengan tenang. Hidup lo masih panjang, lo ga sendirian, ada gue disini. Sekarang kita ganti baju dulu ya, gue bantu kekamar buat bersihin badan dulu ayo."

Gwen berpaling dsn melihat ke arah Zero, "Lo tau apa tentang hidup gue Zer!? LO TAHU APA TENTANG HIDUP GUE YANG MASIH PANJANG?!, mama satu satunya yang gapernah nyakitin gue, gue gabisa. Mama harus ada, dia harus bangun."

Zero meraih tubuh Gwen dan memeluknya, "Gue tau, gue tau mama segalanya, gue tau gue ngerti Gwen."

"Lo gangerti Zer.., lo gaakan ngerti gimana berharap ke banyak orang tapi di kecewain. Lo gangerti gimana dalemnya gue berdoa ke tuhan semoga lo jadi orang yang gue harapin untuk ga nyakitin gue. Gue cuma punya mama Zer, sekarang dia ninggalin gue setelah gue tau lo juga gaakan bisa nompang hidup gue."

Tanpa sadar, untuk pertama kalinya. seorang raja Carola. Zerois, menitikkan air mata didepan orang lain selain ibunya. Perasaan bersalah, sedih, semuanya Zero merasakannya sekarang.

"Maaf Gwen, dihadpan mamalo gue bener bener minta maaf. Atas semua, semuanya. Gue bajingan, brengsek. Maaf."

Bi Ratih menghampiri keduanya, "Den Zero, angkat aja non Gwen ke kamar dulu, kamarnya ada dilantai dua den, pintu warna hitam. Itu orang-orang udah pada berdatangan, gaenak kalo kita sambut kaya gini. Bantu non Gwen ya den bibi titip, biar bibi sambut tamu,"

Zero mengangguk mengiyakan perkataan BI Ratih, dengan pelan ia mengangkat tubuh Gwen dan menggendongnya menuju kamar atas yang ditujukan oleh Bi Ratih. Zero mendudukan Gwen di kasur, Zero ingin memngambil baju untuk Gwen berganti tapi perempuan itu masih menyembunyikan wajahnya di badan Zero.

"Gue ambil baju lo dulu ya, lo cuci muka dulu ayo."

Akhirnya Gwen melepaskan pelukannya dan membiarkan laki-laki itu membuka lemarinya, dan Gwen tidak banyak bicara masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan dirinya untuk bisa mengantarkan mamanya dengan kondisi yang baik.

Gwen mau tidak mau harus menyadari jika mamanya memang sudah pergi. Mamanya sudah menyerah dan mengundurkan diri dari kerasnya dunia. Tinggal GWen sekarang, tinggal Gwen yang bertahan entah sampai kapan.

Zerois for GwenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang