Tentang Cerita Ini

252 34 83
                                    


(This part is intentionally not translated into English, as an appreciation to previous readers who had read the story in its original language. It is not an extension of the story, but just a thank you note in Bahasa Indonesia).

Terima kasih buat kamu yang sudah mengikuti "That Spring When We Meet" hingga ke bab terakhir ini. Ekstra terima kasih buat yang nggak lupa vote dan kasih komen. I LOVE YOU MWAH!

Gimana ceritanya? Apa taste Jepang-nya udah cukup? Aku sampai belajar Bahasa Jepang demi cerita ini, lho! Kalau belum, mohon dimaklumi, ini pertama kali aku menulis cerita dengan latar di Jepang. Ke depannya aku akan mencoba jadi lebih baik lagi. Ganbarimasu!

Aku bergumul sewaktu ingin menulis cerita ini. Alasan utamanya adalah karena temanya yang "kontroversial" - menyinggung isu LGBT. Tapi seperti yang sudah kujelaskan di Pembuka, aku nggak akan menyentuh hubungan fisiknya, tetapi akan fokus di pergumulan batin karakter-karakternya.

Selain riset tentang budaya dan karakter orang Jepang, menulis novel ini adalah pengalaman paling menyenangkan selama aku jadi penulis. Ini adalah novel paling effortless yang kutulis, karena bisa selesai dalam satu bulan saja, meski temanya berat. Semuanya begitu mengalir. Di awal April, aku sudah menulis sekitar dua puluhan bab cerita ini di komputer, tetapi belum berani publish karena takut dicibir atau lebih parah lagi, dicap sebagai penulis cerita "wik-wik".

Tapi percaya nggak percaya, ide hanya akan datang pada penulis yang bersedia menuangkannya. Aku menyanggupi "tantangan" dari ide berat ini, dan menuliskannya. Sebelum publish bab pertama, aku minta petunjuk dari Tuhan. Aku bilang, "Tuhan, kalau cerita ini sekiranya bisa menginspirasi, memotivasi dan menyentuh orang-orang, izinkan cerita ini keluar. Beri aku petunjuk apa yang harus kulakukan dengan tulisan ini."

Ya, sebegitu takutnya aku dengan cerita ini sampai harus berdoa dulu sebelum publish - something that I never done before as a writer.

Dan petunjuk itu pun datang. Bukan hanya satu, tapi tiga sekaligus.

Pertama, ide ceritanya sendiri datang di akhir Maret, bertepatan dengan awal musim semi di Jepang. Timing-nya PAS BANGET! Kedengaran kayak kebetulan? Masih ada petunjuk yang lain.

Tanggal 1 April, salah satu penyanyi Jepang favoritku: Taichi Mukai, merilis video klip untuk single baru. Judulnya Colorless. Aku dapat notifikasinya dari YouTube, dan aku iseng nonton video klipnya. Isi video klipnya bisa kamu lihat di sini, atau search aja di Youtube: Taichi Mukai Colorless. Liriknya tentang "dua sahabat" yang harus terpisah.

Waktu itu aku sementara menulis bab tentang Ryoji yang jatuh di atas es saat mengejar Takeru. Aku sudah merencanakan akhir yang tragis untuk Ryoji dan tinggal menuliskannya aja. Di video klip Colorless, teman-teman bisa lihat sendiri apa yang terjadi pada "teman" si Taichi. Bisa dibilang adegannya mirip dengan apa yang terjadi sama Ryoji, cuma di video klip ini tabrakan mobil. Terlalu sempurna untuk jadi kebetulan, kan?

Petunjuk terakhir. Sekitar pertengahan April, saat cerita ini sudah rampung, aku baru publish sebagian karena masih takut-takut. Waktu itu aku nyaris menyetop cerita ini di tengah jalan, karena terlalu takut dengan tema yang diangkat. Dan petunjuk terakhir juga datang dari Youtube. Salah satu band Jepang favorit aku, Radwimps, merilis single baru: 鋼の羽 (Hagane no hane - Sayap Besi).

That Spring When We MeetWhere stories live. Discover now