Hanna berjalan gontai menuju kelasnya. Ia tidak berharap teman-temannya sudah datang dan duduk di kelas menggosipkan sesuatu. Jika begitu, mungkin mereka akan langsung memberondonginya dengan berbagai pertanyaan soal ketidakhadirannya kemarin.
Gadis itu menghela napas lega saat ternyata kelasnya masih sepi, belum ada satu pun orang yang datang. Tentu saja belum, ini masih pukul enam kurang!
Hanna memang sengaja berangkat pagi agar dia tidak bertemu dengan Tante Rina saat sarapan. Bahkan kalau bisa, Hanna akan berusaha bagaimana caranya agar ia dan Tante Rina tidak sering bertemu, apalagi sekarang Tante Rina sudah tinggal di rumah Papa.
Duduk dan menaruh tasnya di meja, Hanna kemudian membuka hoodie resleting crop-nya dan menyampirkannya di kursi. Matanya langsung terarah pada salah satu tanda di lengannya. Kemarin seharian memakai baju lengan panjang membuat Hanna lupa jika bekas goresan kukunya masih terlihat di bagian lengan kanannya. Warnanya memang sudah tidak terlalu nyata sekarang, tapi cukup untuk bisa membuat orang berpikiran bahwa Hanna melakukan selfharm.
***
"Kok tumben lo Na pake seragam lengan panjang?" Ajeng terlihat heran dengan Hanna yang tidak biasanya memakai seragam berlengan panjang.
Hanna, Ajeng, Kanya, dan Aurin saat ini sedang berjalan menuju lab kimia. Hari ini mereka ada praktikum tentang difusi dan osmosis sebelum jam istirahat pertama.
Mengenai seragam, Hanna meminjam segaram lengan panjang ini kepada Anggi-teman sekelas mereka yang memakai kerudung. Beruntung gadis itu masih menyimpan seragam cadangan di lokernya dan mau meminjamkannya pada Hanna.
Hanna terpaksa memakai seragam lengan panjang ini agar teman-temannya tidak mengetahui kebiasaan buruknya.
"Seragam lengan pendek gue masih basah, jadi gue make yang lengan panjang," alibi Hanna.
"Oh gitu," Ajeng, Kanya, dan Aurin tampak percaya dengan jawaban yang Hanna berikan.
"Oh iya, Na. Lo kemarin izin ke mana? Gue cuma tau lo izin doang tapi nggak tau izinnya ke mana," ujar Aurin.
"Gue izin ke rumah sakit."
Kanya menoleh pada Hanna. "Rumah sakit? Siapa yang sakit, Han?"
"Bokap gue."
Ajeng menautkan kedua alisnya. "Sakit apa? Kok nggak ngasih tau ke kita sih lo, Na?"
Hanna menghela napas. "Saluran pembuluh darah jantung bokap gue ada penyempitan. Gue nggak bilang karena emang gue nggak pengin kalian dateng kemarin."
"IHH KOK GITU?!!" pekik Ajeng tidak terima.
Hanna dan Kanya yang terkejut langsung menutup kedua telinga mereka, berbeda dengan Aurin yang langsung menoyor pelan kepala Ajeng.
"Jangan teriak-teriak! Lo mau diomelin Pak Ridwan?" tanya Aurin.
"Enggak sih," balas Ajeng. "Lagian Hanna ngomong gitu, ya kan gue langsung nggak terima."
"Lo emang kenapa nggak mau kita dateng kemarin, Na?" tanya Aurin.
"Soalnya adik bokap gue dateng ke rumah sakit. Gue cuma nggak mau aja kalian jadi canggung nantinya."
"Adik bokap lo ini maksudnya om atau tante?" tanya Aurin.
"Tante," balas Hanna singkat.
"Ya elah Na, sama yang modelan kulkas aja gue bisa lancar-lancar aja ngobrolnya, kecuali Johan sih, tapi kalau sama tante lo gue pastiin nggak bakal jadi canggung deh," sahut Ajeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanzel
Teen FictionHanna atau Vandra? Mungkin itu adalah pilihan yang sulit bagi Rozel. Rozel sangat menyayangi Hanna sebagai pacarnya, ia juga menyayangi Vandra sebagai sahabatnya. Namun semua perhatian yang Rozel berikan kepada Vandra jauh melebihi kata sahabat. Hi...