Duduk di meja kantin rumah sakit dengan mata yang sibuk memperhatikan gerak-gerik Ajeng, Hanna hanya geleng-geleng kepala saat temannya itu mengeluarkan semua oleh-oleh yang dibelinya bersama Aurin. Semalam Ajeng dan Aurin mengabari bahwa mereka sudah tiba di Indonesia, dan pagi ini mereka datang ke rumah sakit untuk mengantarkan oleh-oleh yang mereka beli untuk Hanna.
"Masih ada lagi?" tanya Hanna saat tangan Ajeng masih meraih sesuatu di dalam totebag-nya.
"Masih dong, ini yang terakhir."
"Tadaaaa!!!!" Ajeng mengeluarkan gelang serut berwarna biru dengan berhiaskan manik-manik yang lucu.
"Waktu gue sama Aurin lagi nyari oleh-oleh, gue nemu gelang ini. Lucu banget kan??? Gue beli tiga, buat gue, lo, sama Kanya. Nih Na," jelas Ajeng yang memberikan gelang itu pada Hanna. Langsung saja Hanna mengernyit mendengar ucapan Ajeng, namun tak urung menerima gelang itu.
"Kita kan ada empat, kok lo cuma beli tiga? Buat Aurin mana?" tanya Hanna.
Ajeng berdecak pelan, ia lalu melirik Aurin sekilas dengan wajah yang dibuat jutek. "Dia mah beli sendiri aja."
"Sialan," Aurin menoyor pelan pelipis Ajeng sambil tersenyum geli.
"Ya udah, nih, tuh, kurang baik apa gue beliin lo oleh-oleh dari Turki padahal kita sama-sama habis dari sana," Ajeng akhirnya juga memberikan gelang untuk Aurin. Sebenarnya gadis itu memang sudah membeli empat gelang, namun ia pura-pura saja.
"Thankss, Ajeng yang paling baik hati. Lain kali jangan nangis lagi ya cuma karena liat story-nya Edgar sama pacarnya," goda Aurin.
"Noh kan! Mulai lagi!"
"Na, bakar aja tuh temen lo! Dari kemarin-kemarin ngeledekin gue mulu!" sungut Ajeng bersedekap dada sambil membuang muka.
Bukannya bersikap sebagai penengah, Hanna justru malah ikut-ikutan menggoda Ajeng.
"Hah? Ajeng nangis liat story-nya Edgar? Story yang mana tuh, Rin?" tanya Hanna retorik.
"Yang lagi night ride sama pacarnya si Evelyn itu," sahut Aurin.
"Tai ih lo semua!" timpal Ajeng kesal. Dan hal itu membawa tawa bagi kedua temannya.
"Sorry, Jeng. Habisnya ekspresi lo lucu sih," Ajeng masih tak acuh dengan ucapan Hanna, gadis itu terus-menerus mencebikkan bibir.
"Eh Na, ngomong-ngomong gimana keadaan bokap lo sekarang? Udah mendingan?" tanya Aurin tiba-tiba, membuat Hanna beralih menatap gadis itu.
Hanna mengangguk pelan. "Alhamdulillah udah sih, sekarang udah lumayan kayak biasanya. Tapi dokter masih belum ngizinin pulang."
"Terus sekarang yang jagain bokap lo di atas siapa? Aira?" tanpa sadar Ajeng ikut bertanya, gadis itu mudah sekali terbawa dalam percakapan.
"Iya. Om sama Tante gue lagi balik ke Bandung, jadi yang jagain bokap cuma gue sama Aira. Mereka juga belum ngabarin sih ke Aira kapan mau balik lagi ke sini."
Ajeng dan Aurin hanya manggut-manggut mendengar ucapan Hanna. Ini adalah kali pertama mereka datang ke rumah sakit, sebelumnya Hanna tidak pernah mengizinkan mereka untuk datang.
Ya, mungkin memang karena Hanna tidak ingin memberikan kecanggungan di antara mereka dengan Tante dan Om-nya. Mungkin.
"Oh iya, ngomong-ngomong makasih banyak ya oleh-olehnya. Lumayan bisa jadi stock nyemil buat nungguin bokap gue," ujar Hanna senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanzel
Teen FictionHanna atau Vandra? Mungkin itu adalah pilihan yang sulit bagi Rozel. Rozel sangat menyayangi Hanna sebagai pacarnya, ia juga menyayangi Vandra sebagai sahabatnya. Namun semua perhatian yang Rozel berikan kepada Vandra jauh melebihi kata sahabat. Hi...