40

21.6K 899 10
                                    

Hanna berjalan keluar dari rumah sakit dengan diapit oleh Aurin dan juga Kanya, sedang anak-anak Ravendio berada di belakang mereka. Mereka semua itu tampak seperti bodyguard-nya, dan itu sedikit membuat Hanna merasa tidak nyaman. Ia memilih untuk cepat-cepat duduk saat menemukan sebuah kursi panjang yang telah disediakan di depan rumah sakit sembari menunggu mobil Ajeng tiba dari parkiran. Setidaknya saat Hanna duduk, semua teman-temannya tidak akan bergaya seperti seorang penjaga.

Hanna diam memperhatikan mobil-mobil yang melintas di jalanan rumah sakit itu. Mata nakalnya sesekali melirik ke arah Rozel yang sedang berbincang dengan Ndaru dan Bian. Cowok itu sama sekali tidak menyadari jika dirinya sedang diperhatikan oleh Hanna.

"Kamu mau aku beneran pergi nemenin Vandra?" Rozel balik bertanya.

Beberapa detik Rozel masih menunggu Hanna memberikan jawaban.

Bego!

Kenapa Hanna justru tidak bisa menjawab pertanyaan mudah itu?!

"Kalau mau pergi ya pergi aja, nggak usah pake nanya gue."

"Takutnya kamu nanti marah."

Hanna membuang muka. "Enggak tuh. Udah sana pergi."

"Enggak ah. Aku lebih suka di sini, nemenin kamu." Ujar Rozel.

"Boleh kan aku di sini, Na?"

Hanna mengendikkan bahu tak acuh. "Terserah."

Meskipun ucapan Hanna terdengar jutek, namun Rozel menyikapinya dengan senyum manisnya.

"Makasih, cantik."

Hanna menggeleng seraya menampar pelan pipinya. Kenapa ia jadi membayangkan kejadian tadi sih?

"Kenapa Na?" Kanya menoleh pada Hanna saat melihat kelakuan gadis itu.

"Ah enggak, tadi ada nyamuk di pipi."

"Nyamuk? Ada nyamuk? Kok gue nggak berasa ya kalau ada nyamuk?" timpal Aurin.

"Kulit lo kulit badak kali makanya nggak berasa," canda Ndaru yang ditanggapi Aurin dengan decakkan malas.

"Gatel?" Rozel bertanya pada Hanna yang sedang mengelus pipinya.

Hanna menatap sekilas cowok itu dan menggeleng. "Nggak."

Sejujurnya Hanna saat ini sedang menahan malu. Ingatkan dia agar ke depannya tidak membuat gerakan yang spontan agar teman-temannya tidak curiga.

"Eh by the way Na, lo belum bilang ke bokap lo soal luka di pelipis lo itu. Kalau nanti bokap lo liat, beliau pasti panik banget," sahut Bian.

"Bokapnya Hanna masih di rumah sakit, paling nanti tante sama adiknya aja yang kaget," jawab Aurin.

Samar-samar Hanna hanya tersenyum hambar mendengar kalimat Aurin. Tante Rina tidak akan mau repot-repot mengeluarkan ekspresi kaget untuknya, yang ada mungkin hanya ekspresi benci yang semakin bertambah.

"Rin, lo jadi mirip Ajeng dah, asal main nimbrung gitu aja. Yang diajak ngomong siapa, yang bales siapa," ujar Ndaru pada Aurin dengan nada bercanda.

"Ya sorry, gue cuma gatel pengen jawab aja," kata Aurin, gadis itu menoleh pada Hanna. "Nggak pa-pa kan Na?"

"Nggak pa-pa kok," balas Hanna dengan senyuman khasnya.

"Papa kamu belum pulang dari rumah sakit, Na?" dahi Rozel berkerut menatap Hanna.

"Belum, tapi dokter bilang minggu depan Papa udah boleh pulang."

"Lo nggak pa-pa?" kali Johan yang bertanya pada Hanna.

HanzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang